Merokok & Mahasiswa

Rokok & Mahasiswa
Oleh : Caca E. Supriana, S.Si, MT.
Disampaikan dalam Islamic Festival
DKM Ulul Albaab Universitas Pasundan
17 April 2014



Bismillah hir-Rahman nir-Rahim,

Rokok adalah hal yang lumrah kita temui di mana-mana di Indonesia, penjual rokok terdapat di semua tempat sampai ke pelosok daerah demikian juga dengan konsumen rokok atau perokok, adalah hal yang tidak aneh perokok berasal dari semua kalangan, semua umur serta tidak mengenal jenis kelamin tertentu. Jumlah perokok laki-laki di Indonesia mencapai 67% & perempuan mencapai 2,7% [Kompas, 11 Sept 2012], jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, dapat dihitung betapa banyaknya perokok di negeri ini.

Dampak rokok untuk kesehatan, rasanya tidak perlu dibahas dan diperdebatkan lagi. Dengan adanya peringatan ‘merokok bisa membunuhmu’ pada setiap iklan rokok telah menjadi peringatan untuk masyarakat baik perokok ataupun perokok pasif (orang yang menghisap asap rokok). Peringatan yang cukup keras akan tetapi sedikit sekali berpengaruh pada pengurangan jumlah perokok. Belum terhitung lagi dampak ekonomi terhadap masyarakat, contohnya adalah rokok menjadi penyebab inflasi di Jawa Barat, nomor dua setelah beras [Tempo, 02 April 2014]. Inflasi yang menyebabkan nilai uang menurun, sehingga daya beli masyarakat juga menjadi semakin turun yang ujungnya adalah kesejahteraan juga menurun.

Pertanyaannya adalah, bagaimana kondisi ini disikapi oleh kita sebagai muslim ?
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al Baqarah : 195]

Dari ayat diatas terlihat bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang menjatuhkan dirinya dalam kebinasaan, dalam kasus rokok, tentunya kebinasaan (kematian) dapat terjadi dengan rusaknya kesehatan karena merokok yang dapat berujung kematian, baik perokok ataupun orang di sekitar perokok yang ikut menghisap atau terpapar asap rokok. Menghisap rokok yang dimulai karena iseng, dilanjutkan karena kebiasaan, diakhiri dengan kecanduan yang semakin merusak kesehatan, merugikan secara ekonomi dan meracuni orang sekitar. Menurut  Prof Dr Tjandra Yoga Aditama,   Direktur Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes, “Kematian prematur karena merokok biasanya terjadi rata-rata 15 tahun sebelum umur harapan hidup tercapai”. Tahun 2010 diperkirakan terdapat 6 juta orang di dunia meninggal, termasuk 196.260 orang di Indonesia yang meninggal akibat penyakit terkait merokok [www.bkkbn.com].

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kondisi ini disikapi di kalangan generasi muda khususnya mahasiswa ?

Tujuan perguruan tinggi menurut UU RI no 12 tahun 2012 pasal 5 adalah berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa. Beriman dan bertakwa serta berahlak mulia menjadi tujuan pendidikan yang dikenakan terhadap mahasiswa, demikian pula pentingnya mahasiswa yang sehat sehingga dapat melaksanakan proses pendidikan dengan baik.

Pendidikan yang dilaksanakan di perguruan tinggi harus mencakup SKA. SKA adalah Skills (Keterampilan) yaitu keterampilan sebagai bentuk pelaksanaan kompetensi yang dimiliki oleh mahasiswa sebagai hasil dari pengajaran dan pengembangan keterampilan, Knowledge (Pengetahuan) yaitu keterampilan intelektual yang diajarkan oleh tenaga pengajar dalam perkuliahan serta diketahui dan dipahami oleh mahasiswa dan Attitude (Perilaku) yaitu perilaku yang menyertai keterampilan mahasiswa khususnya berhubungan dengan soft skills yang lebih mengarah ke dukungan terhadap hubungan antar manusia, misalnya penerimaan, respon dan sikap menghargai.

Bahaya merokok untuk generasi muda bukan hanya dari sisi kesehatan saja akan tetapi juga dari sisi perilaku. Seorang mahasiswa yang merokok akan sulit mengikuti kegiatan pendidikan karena selalu membutuhkan zat penenang (nikotin) sebagai akibat kecanduan merokok yang mengakibatkan, contohnya sulit konsentrasi untuk menangkap materi pendidikan. Mahasiswa yang merokok membiasakan diri dalam gaya hidup ‘yang penting saya enak (merokok), tidak peduli dengan orang lain’, hal yang bertentangan dengan tujuan pendidikan tinggi dan juga dengan nilai-nilai Islam dimana seorang muslim wajib peduli terhadap sesama manusia. Mahasiswa yang merokok cenderung membuang sampah (puntung & abu rokok) sembarangan, bahkan pada saat puntung rokok masih menyala. Perilaku ini yang jika dikaitkan dengan Islam sangat tidak sesuai dengan ‘Kebersihan sebagian dari Iman’.

Bagaimana dengan peran tenaga pengajar atau dosen di perguruan tinggi ?, peran dosen di perguruan tinggi selain sebagai penyusun dan presenter materi kuliah di kelas kuliah, sebagai asesor untuk tugas, praktikum dan ujian mahasiswa, sebagai peneliti keilmuan yang melibatkan mahasiswa, sebagai fasilitator pembelajaran dan juga seorang dosen harus menjadi panutan mahasiswanya dalam rangka menjadikan mahasiswa menjadi manusia yang lebih baik, bukan hanya keilmuan dan keterampilan tetapi juga perilaku.

Jika dosen masih merokok di depan mahasiswanya, maka akan memberikan panutan yang tidak baik, terutama jika merokok di lingkungan bebas asap rokok. Dosen akan memberikan contoh ketidak tahuan, ketidak pedulian, perilaku tidak sehat, ‘dosen cuek dan kebal aturan’ yang pada akhirnya perilaku demikian akan dicontoh oleh mahasiswanya.   

Perguruan tinggi yang menghasilkan lulusan yang tidak sehat dilengkapi dengan perilaku yang buruk, meskipun cerdas dan terampil tidak akan mampu bersaing dengan lulusan perguruan tinggi lain.

Demikian, semoga tulisan ini dapat menggugah kesadaran kita bersama akan pentingnya kesehatan, perilaku yang baik, peningkatan kualitas hidup dan kepedulian terhadap sesama manusia.

Semoga kita selalu dalam lindungan Nya.

Amiiin.



Comments