Asap atau Azab ?

Asap atau Azab ?



Berkunjung ke Padang, Sumatera Barat akhir bulan Oktober kemarin dalam rangka Rakornas APTIKOM menjadi pengalaman tersendiri bagi saya, bukan hanya untuk pertama kalinya berkunjung ke Padang tetapi juga ikut ‘menikmati’ akibat dari asap hasil pembakaran hutan. Sialnya untuk orang Padang, asap bukan berasal dari Sumatera Barat tetapi ‘kiriman’ dari provinsi tetangga yaitu Riau, provinsi yang terkenal dengan perkebunan kelapa sawitnya. Selama 3 hari berada di Padang, asap kiriman semakin hari semakin tebal apalagi jika bepergian ke arah kota Bukit Tinggi, kabupaten 50 Kota sampai ke Kelok 9. Daerah-daerah di Sumatera Barat yang terkenal indahnya menjadi tercemar karena asap ini. Berita terakhir yang saya baca menyebutkan asap sudah memakan korban anak-anak dan turis yang berkunjung ke Sumatera Barat menurun drastis.


Mendarat di Bandara Minangkabau, Padang ... asap langsung membuat perih mata


Suasana kota Padang di pagi hari, Jumat 23 Okt 2015 .. asap sudah menyerbu


Teluk Bayur Padang, pelabuhan jadi tidak terlihat akibat asap


Jembatan Kelok 9, Payakumbuh ... keindahan yang tertutup asap


View Bukit Tinggi dilihat dari tempat wisata Lobang Jepang ... asaaaap !


Kalau bisa ngomong, mungkin monyet ini akan bilang : "Terkutuklah para pembakar hutan !"

Pembakaran hutan, khususnya dalam rangka cara murah membuka lahan perkebunan kelapa sawit menjadi sumber bencana ini, didukung oleh cuaca yang sangat tidak bersahabat akibat panas serta tidak adanya hujan selama berbulan-bulan. Akibatnya bukan hanya kegiatan ekonomi, penerbangan, sekolah dan lain-lain di Kalimantan dan Sumatera terganggu tetapi Indonesia sekarang menjadi negara pengekspor asap ke Singapura, Malaysia … bahkan sampai ke Filipina.

Apa yang dilakukan pemerintah ? seperti biasa, pemerintah kita selalu fokus pada akibat : membagikan masker, mengungsikan rakyat, memberi bantuan oksigen ke rumah sakit dst. dll. lho kenapa tidak fokus pada sebab ? beberapa pengamat (politik, ekonomi, lingkungan dll.) menyebutkan jika penyebab kebakaran hutan ditindak tegas secara hukum maka pemerintah (khususnya pemerintah daerah tempat perkebunan kelapa sawit) bisa bubar ! karena mereka yang memberi ijin, menerima keuntungan, merancang peraturan yang mendukung perluasan lahan, mereka atau anggota keluarganya menjadi pemegang saham perkebunan, … … … nah lho ! Berani nggak menindaknya ? .... (silakan jawab sendiri).

Apa yang dilakukan rakyat ? seperti biasa pula rakyat hanya bisa protes, marah dan malu … anggota DPR yang seharusnya mewakili rakyat, hanya sampai beraksi menggunakan masker di rapat DPR, hasilnya adalah menuai lebih banyak kritik dan cemooh. Mungkin para pembakar lahan juga bingung, kok bakar lahan yang menghasilkan asap diprotes ? bukannya mayoritas masyarakat Indonesia tidak bisa bisa hidup tanpa asap (rokok), dikirim asap yang banyak, gratis lagi kok protes ? …. Ada korban jiwa akibat asap ? anak-anak jadi korban karena asap ? lho bukannya ada puluhan bahkan ratusan ribu orang tua yang setiap hari secara sadar mengasapi anak-anaknya dengan asap rokok ? membuat anak-anaknya mati perlahan-lahan atau minimal merusak kesehatan mereka … Jadi sebelum protes dan marah kepada kami, protes dan marahlah pada diri sendiri !

Tak ada gunanya saling menyalahkan, jika kita semua ingin persoalan asap ini selesai, harus diselesaikan oleh semua lapisan rakyat Indonesia, pemerintah harus sadar bahwa melindungi rakyat adalah kewajiban serta keistimewaan tertinggi (dunia dan akhirat!) … Rakyat Indonesia ! bukan partai politik, bukan korporasi, bukan pemerintah negara lain apalagi cuma jadi budak kapitalis !, sementara rakyat harus sadar lingkungan, belajar menjadi orang yang lebih baik, dimulai dengan melindungi keluarga sendiri (dari asap misalnya), sadar haknya akan kehidupan yang lebih baik (khususnya untuk anak-anak, generasi penerus bangsa) … kehidupan yang harus diperjuangkan ! bukan diberi !

Semoga bencana asap ini tidak menjadi azab yang berkepanjangan … Aamiiin !       


Seumur-umur, baru kali ini jalan-jalan menggunakan masker ! 

Comments