Jual Kue dan Minuman Demi Biaya Kuliah, Sabariani Bisa Raih IPK 3,8


Sebagai seorang pengajar, kadang-kadang saya suka terbingung-bingung melihat kelakuan mahasiswa sekarang, hanya untuk hadir kuliah, hadir tepat waktu, aktif di kelas, membaca & menulis dan mengerjakan tugas saja sudah kesulitan atau bahkan tidak bisa sama sekali. Mahasiswa suka lupa tujuan masuk perguruan tinggi, suka malas bekerja keras dan tidak punya strategi untuk belajar dengan cerdas padahal biaya dan sarana sudah disiapkan oleh orang tua. Pola pikir yang dibawa masih pola pikir SMA atau lebih parah lagi, pola pikir anak-anak dimana semuanya harus disuruh, harus disuapi, harus ditegur … lupa bahwa belajar sebagai mahasiswa adalah perjuangan, adalah ibadah, adalah pondasi untuk kerja dan karir di masa depan. Kisah Sabariani dibawah ini semoga bisa menjadi contoh bahwa orang lain, hanya untuk kuliah saja perlu perjuangan berat …

Sabariani sibuk melayani pembeli di Kampus Universitas Malikussaleh (Unimal) Kompleks Bukit Indah, Desa Blang Pulo, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, Senin (21/11/2016) pagi. Dia adalah mahasiswi semester tiga, jurusan Ilmu Komunikasi di kampus itu. Saban hari, Sabariani berangkat dari rumah kosnya dengan menggunakan sepeda. Di bagian belakang, terdapat kotak kue dan minuman yang dijual ke teman-temannya. Putri ketiga dari pasangan almarhum Jalaluddin dan Zariah ini asal Desa Pantai Cermin, Kecamatan Tanjung Pura, Sumatera Utara.

Jangan pikir, Sabariani akan malu menjajakan kue pada teman-temannya. Tekadnya bulat, menyelesaikan pendidikan sarjana di kampus itu. Awalnya, Sabariani hanya berjualan minuman. Sepeda yang digunakannya pun pinjaman dari ibu kos. “Saya mau beli sepeda itu. Namun, enggak ada duit. Ibu kos bilang, pakai saja. Waktu itu sepeda itu rusak, saya perbaiki dan saya gunakan ke kampus sekarang,” ungkapnya. Sepeda itu selalu diparkir di depan ruang kelas dimana Sabariani belajar. Usai belajar, dia pun setia duduk di samping sepeda butut itu. Sesekali teman-temannya datang membeli minuman atau makanan.

“Awalnya hanya jual minuman. Lalu ada teman yang bilang, kenapa ndak sekalian kue juga. Biar sekali jalan. Kuenya dibuat tetangga kos, saya hanya jual saja, dan dapat uang sedikit sebagai biaya jualan,” ujarnya. Untuk sepotong kue yang laku, Sabariani mendapatkan biaya jual sebesar Rp 200. Kini, jualannya semakin laris. Dalam sehari, dia bisa mendapatkan uang Rp 40.000 - Rp 50.000. Uang itu digunakan untuk menutupi biaya kuliah, dan sedikit membantu keluarganya di kampung. Penerima bantuan pendidikan untuk mahasiswa berprestasi (Bidikmisi) itu memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil berjualan.

“Tidak (malu). Ini pekerjaan halal. Terpenting saya bekerja dan cari duit, bantu keluarga dan buat kuliah juga,” katanya. Berasal dari keluarga tidak mampu membuat Sabariani semakin tangguh menjalani hidup. Ibunya hanya berjualan kue di kampung halamannya. Pendapat terbatas itu menginsipirasi gadis dengan indeks prestasi kumulatif 3,8 itu untuk meringankan beban orangtua. “Semoga saya bisa tamat dan bekerja agar orang tua lebih terbantu,” pungkasnya. Matanya nanar menatap Jalan Sumatera Kampus Unimal di Bukit Indah Lhokseumawe. Sejurus kemudian dia sibuk melayani pembeli demi asa menggapai cita-cita.


Sumber : www.kompas.com

Comments