Syekh
Aiman Sami menulis risalah sederhana. Sebuah catatan yang ia tujukan untuk para
pencari ilmu. Kumpulan pesan ringkas tapi padat itu ia tulis dengan tajuk
Risalah ila Thalib al-Ilmi. Tugas yang diemban oleh para pencari ilmu sangat
mulia dan terhormat. Dengan ilmu yang diperoleh, pada hakikatnya akan
mengantarkan mereka terhadap pengakuan yang kuat atas eksistensi Allah SWT. Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imran [3]: 18). Dengan
ilmu yang diperoleh, derajat mereka akan terangkat. Ini seperti ditegaskan
dalam surah az-Zumar ayat 9 dan Mujadilah ayat 11. Para malaikat pun, seperti
tertuang dalam hadis riwayat Abu ad-Darda', akan memberikan restu dan
pertolongan bagi para pencari ilmu.
Ali
bin Abi Thalib RA pernah berbagi petuah bijak kepada Kamil bin Ziyad. Menantu
Rasulullah tersebut menegaskan kepada Kamil, ingatlah bahwa ilmu itu lebih
berharga dari harta. Ilmu akan menjagamu, sementara engkau menjaga harta itu.
Ilmu akan berkuasa, padahal harta sering engkau dikuasainya. Dan, harta akan
berkurang dengan dibelanjakan, sementara ilmu semakin bertambah jika sering
disalurkan. Syekh Aiman menduga, serangkaian etika menuntut ilmu tak lagi
diperhatikan. Adab paling utama yang terlupakan itu ialah pentingnya penekanan
niat. Orientasi mencari ilmu mesti dilandasi atas semangat ibadah dan
pengabdian untuk-Nya. Sekolah ataupun kuliah, bukan cuma diniati untuk mendapat
pekerjaan. Terkadang, memang pragmatisme hidup mendorong tak sedikit kalangan
pendek pikiran.
Segala
sesuatu itu tergantung niat, titah Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Umar bin
Khatab. Membersihkan niatan duniawi memang tak gampang. Perlu usaha keras dari
yang bersangkutan, tetapi ini akan sebanding dengan hasil yang akan dicapai.
Dua kebajikan sekaligus akan tercapai, bila niat belajar diikhlaskan untuk-Nya,
yakni kebaikan beribadah dan ganjaran mencari ilmu. Tak ada yang lebih sulit
bagiku ketimbang meluruskan niat, ujar tokoh generasi salaf, Sufyan ats-Tsauri.
Siap dengan segala keterbatasan, terbatas ongkos dan uang jajan, misalnya.
Seorang pencari ilmu idealnya terbiasa hidup prihatin. Tidak bergaya hidup
mewah. Berapa pun bekal materi yang ia kantongi, hendaknya dipergunakan
secukupnya.
Justru,
mereka yang berkecukupan biaya dan ongkos faktanya kerap kesulitan menerima
ilmu. Murid-murid berprestasi malahan banyak bermunculan dari keluarga
sederhana, bahkan serba kekurangan. Ilmu hanya akan diraih berkat sabar dan
keprihatinan, kata inisiator Mazhab Maliki, Imam Malik, berpetuah. Hormatilah
guru, guru adalah perantara utama tersalurkannya ilmu. Tunaikan hak-hak mereka.
Jaga etika bertanya, hindari mengumbar kekurangannya, dan taati perintah selama
dalam kebajikan dan tidak bermaksiat pada-Nya. Imam Syafii mencontohkan
bagaimana bersikap terhadap guru, seperti yang ditunjukkannya di hadapan Imam Malik.
Konon, pencetus Mazhab Syafii itu selalu berhati-hati membuka lembaran kitab
jika berada di depan sang guru, Imam Malik. Aku tidak ingin membuatnya terusik
dengan gesekan kertas, kata Syafii.
https://www.republika.co.id/
Redaksi :
Agung Sasongko
Comments
Post a Comment