Tsunami Selat Sunda


Tsunami Pantai Carita 22 Desember 2018 (Foto : Fauzy Chaniago, Associated Press)

Belum juga hilang dari ingatan kita musibah gempa di Lombok bulan Juli 2018, musibah gempa di Palu pada bulan September 2018 yang disusul tsunami serta likuifaksi alias mencairnya tanah yang ‘menelan’ bangunan bahkan kampung … tsunami kembali melanda pantai sekitar Selat Sunda akibat gempa vulkanik gunung Anak Krakatau pada hari Sabtu 22 Desember 2018 kemarin. Hari pertama laporan media massa korban sekitar 20 – 30 orang meninggal, pada saat posting blog ini korban meninggal meroket jumlahnya sampai hampir mencapai 500 orang ! Inna lillahi wa inna illaihi roji’un ! semoga mereka yang terkena bencana dan kehilangan orang-orang tercinta diberi kekuatan dan kesabaran.

Terus terang saya tidak suka posting berita bencana, membuat hati tidak enak, tidak nyaman membayangkan orang-orang kehilangan sanak saudara tercinta, kehilangan rumah dan harta benda .. kehilangan segalanya. Betul bahwa negara kita ada dalam lingkungan ‘ring of fire’ dengan koleksi gunung api terbanyak di dunia tapi bencana yang susul menyusul sepertinya adalah peringatan kesekian kalinya dari Allah Swt. terhadap kita, terkait fungsi manusia sebagai ‘khalifah’ di bumi Indonesia tercinta ini .. Bencana yang mengingatkan betapa kecilnya dan tidak berdayanya kita dibandingkan dengan kekuatan alam, saat manusia merusak alam tinggal tunggu waktu saatnya alam akan bereaksi yang akhirnya hanya akan merugikan manusia juga. Keserakahan, ketidakpedulian, kebodohan, kemalasan adalah sumber utama malapetaka … semoga bencana ini menjadi pengingat kepada kita akan kewajiban melindungi alam, membantu sesama manusia (khususnya yang terkena bencana), memperbaiki peri laku dan semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Para pengungsi korban tsunami di penampungan (Foto : Kemal Jufri, The New York Times) 

Mengais sisa-sisa barang (Foto : Kemal Jufri, The New York Times)

TNI membantu mencari korban tsunami (Foto : Kemal Jufri, The New York Times)

Kawasan pantai wisata Anyer, Pandeglang rusak berat (Foto : Kemal Jufri, The New York Times)

Comments