Adab Kerja Islami


Semangat kerja yang dihiasi nilai-nilai Islami diwariskan kepada kita agar lahir generasi yang mandiri dan tangguh. Sungguh, Islam adalah agama aksi, bukan khayalan atau mimpi. Sebab, junjungan kita Nabi Muhammad SAW telah memberikan teladan cara meraih kemuliaan hidup di dunia dan akhirat dengan iman dan amal saleh. Tentu, bukan hanya amal ritual (personal), melainkan juga amal sosial (komunal) yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti ekonomi, politik, lingkungan alam, dan lainnya. Sejarah mencatat bahwa sejak usia remaja, Nabi SAW telah andil dalam ekspedisi niaga ke negeri Syam. Beliau juga pernah mengembala domba dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan, sehingga menjadi tokoh muda yang dipercaya (al-Amin). Selama masa kenabian pun, Beliau SAW sangat mengapresiasi para sahabat untuk menguasai kendali pusat-pusat ekonomi, sosial, militer, dan ilmu pengetahuan. Kekuatan itulah yang kemudian mengantarkan dakwah Islam menyebar luas ke penjuru dunia. Semangat kerja yang dihiasi nilai-nilai Islami tersebut diwariskan kepada kita agar lahir generasi yang mandiri dan tangguh dalam menghadapi tantangan zaman. Prof KH Didin Hafidhuddin dalam buku terbarunya berjudul Membangun Kemandirian Umat, mengemukakan enam adab kerja Islami, yakni:


Pertama, meluruskan dan mengikhlaskan niat semata mengharap ridha Allah SWT. Sejatinya, niat adalah pangkal dari setiap langkah untuk menentukan arah dan tujuan. Ibarat mata air yang keruh akan mengalirkan air yang keruh pula (HR Bukhari).

 

Kedua, menguatkan etos kerja ekonomi. Sebagian besar pintu rezeki ada pada perniagaan. Oleh sebab itu, setiap peluang usaha mesti ditangkap cepat agar lahir pengusaha Muslim. Al Qur’an menyemangati agar setelah shalat segera bertebaran di muka bumi mencari rezeki. (QS al-Jumuah[62]: 10).

 

Ketiga, menguatkan akhlak dalam bekerja. Seorang Muslim bukan hanya dituntut bekerja apa saja, melainkan mesti tertanam dan tumbuh kuat dalam dirinya sikap dan tekad untuk tidak khianat, korupsi, dusta, menipu, dan tindakan tercela lainnya. “Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah, dan tidak beragama orang yang tidak memenuhi janji.” (HR Ahmad).


Keempat, mengutamakan kualitas kerja. Setiap Muslim dituntut untuk bekerja maksimal dan optimal dengan kualitas terbaik (QS al-Mulk[67]: 2). Capaian kuantitas itu penting, tetapi kualitas jauh lebih penting (profesional). “Sesungguhnya Allah SWT. mencintai seorang hamba yang apabila bekerja ia menekuni pekerjaannya." (HR Thabrani).

 

Kelima, mengevaluasi masa lalu dan memperhatikan masa depan. Sebab, tindakan masa lalu adalah cermin yang baik untuk meraih capaian yang lebih cemerlang di masa depan.

 

Keenam, merekatkan ukhuwah dan jamaah. Bekerja dalam bidang apa pun tidak bisa sendiri, tetapi harus dilakukan dengan team work. Islam mengajarkan kita bersinergi dan kolaborasi, yakni saling menolong dan membesarkan (QS al-Maidah [5]:2). Sebab, keberkahan ada pada kebersamaan (HR at-Turmudzi).

 

Kerja Islami merupakan wujud iman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Allahu a’lam bish-shawab.

 

Oleh : Hasan Basri Tanjung 

Sumber : https://www.republika.id/ 

Comments