Posting kali ini
berkaitan dengan Ujian Tengah Semester yang baru saja dilaksanakan di Prodi
Teknik Informatika Universitas Pasundan. Setiap mahasiswa pasti berharap lulus ujian dengan nilai baik,
termasuk UTS atau UAS. Meskipun UTS bukan satu-satunya ujian dalam menempuh
jenjang pendidikan tinggi tetapi dalam menghapi ujian, baik ujian dari proses
pembelajaran maupun ujian kehidupan, sangatlah penting. Dengan ujian, seorang
mahasiswa bisa berefleksi diri dan menyadari kekurangan dan kelemahannya
sehingga terpacu untuk meningkatkan kualitas diri dan meraih prestasi yang
lebih tinggi.
Al Quran menjelaskan
bahwa hakikat kehidupan dan kematian ini merupakan ujian dalam rangka
verifikasi siapa di antara manusia yang paling baik kinerjanya. “Dia yang
menjadikan hidup dan mati supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Al-Mulk [67]:
2). Tanpa ujian, manusia cenderung tidak mau belajar dan mengambil hikmah.
Karena itu, ujian apa pun, termasuk ujian akhir dari proses pembelajaran, harus
disikapi secara positif, penuh keinsafan, kebersyukuran, dan kesediaan untuk
belajar.
Sesungguhnya, ujian
yang sukses itu adalah ujian untuk belajar, bukan sebaliknya belajar untuk
ujian. Jika ujian dimaknai untuk belajar maka siapa pun yang berkesadaran
seperti itu pasti selalu berkomitmen untuk ikhlas, serius, dan sabar dalam
belajar. Sebaliknya, jika belajar diniati untuk ujian maka belajar itu akan
berakhir dengan berakhirnya ujian. Belajar hanya untuk bisa menjawab soal-soal
ujian, bukan untuk menjadi modal intelektual dan mental spiritual untuk meraih
kemajuan dalam kehidupan. Ujian dalam proses pembelajaran itu biasa dan wajar,
karena semua proses kehidupan, termasuk pembelajaran, menghendaki adanya ujian.
Allah SWT menegaskan
setiap orang beriman pasti diuji. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan saja mengatakan : Kami telah beriman, sedangkan mereka tidak diuji
lagi.” (QS Al-Ankabut [29]: 2). Dengan ujian, kualitas seseorang dapat dinilai.
Menurut sebuah pepatah Arab, “Melalui ujian, seorang itu dimuliakan atau
menjadi terhina.” Oleh sebab itu, ujian harus dimaknai sebagai sarana untuk
meraih kemuliaan, bukan kehinaan. Orang mulia pasti berusaha mempersiapkan diri
dengan belajar secara sungguh-sungguh, maksimal, berdoa, dan bertawakal kepada
Allah SWT. Saat ujian, dia akan menjalaninya dengan penuh keyakinan, kepercayaan
diri, kesabaran, dan kejujuran (tidak nyontek, tidak bekerja sama, tidak
membocorkan soal, dan sebagainya).
Ujian untuk belajar
adalah warisan spiritual dan etos intelektual para nabi. Semua nabi dan rasul
Allah itu pernah diuji dengan aneka cobaan hidup sebagai pelajaran berharga. Dengan
kata lain, tujuan ujian bukanlah semata-mata untuk lulus dengan nilai
kuantitatif yang tinggi, tetapi ujian yang dijalani harus menumbuhkan semangat
belajar tanpa henti dan dengan penuh kesabaran sehingga nilai kualitatif dan
hikmah kehidupan dapat diraih. Nilai kehidupan jauh lebih berharga daripadai
nilai kuantitatif karena hidup ini tidak cukup hanya dijalani dan diselesaikan
dengan angka-angka kelulusan ujian. Ujian menghendaki kesabaran. Sedangkan,
kesabaran merupakan kunci kesuksesan, baik dalam proses pembelajaran maupun
dalam realitas kehidupan. Wallahu alam bish shawab!
Sumber : www.republika.co.id oleh : Muhbib Abdul Wahab
Comments
Post a Comment