Pemikiran fiqh mazhab ini diawali oleh Imam Syafi'i, yang
hidup pada zaman pertentangan antara aliran Ahlul Hadits (cenderung berpegang pada teks hadist)
dan Ahlur Ra'yi (cenderung
berpegang pada akal pikiran atau ijtihad). Imam Syafi'i belajar kepada Imam
Malik sebagai tokoh Ahlul Hadits, dan Imam Muhammad bin Hasan
asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlur Ra'yi yang juga murid Imam
Abu Hanifah. Imam Syafi'i kemudian
merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, yang dapat dikatakan berada di antara
kedua kelompok tersebut.
Imam Syafi'i menolak Istihsan dari Imam Abu Hanifah maupun Mashalih
Mursalah dari Imam Malik.
Namun Mazhab Syafi'i menerima penggunaan qiyas secara lebih luas ketimbang Imam
Malik. Meskipun berbeda dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam
Syafi'i sebagai ulama fiqh, ushul
fiqh, dan hadits pada zamannya membuat mazhabnya memperoleh banyak pengikut;
dan kealimannya diakui oleh berbagai ulama yang hidup sezaman dengannya. Dasar-dasar mazhab yang pokok ialah
berpegang pada hal-hal berikut.
- Al-Quran, tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
- Sunnah dari Rasulullah SAW kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga dijulukiNashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi).
- Ijma' atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat perbedaan pendapat dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum; karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
- Qiyas yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma' tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.
Ada banyak petunjuk yang bisa digunakan untuk melacak
genealogi fikih nusantara, yang pertama adalah melalui corak keagamaan yang
dibawa oleh penyebar Islam pada fase pertama di nusantara. Kedua, adalah
periode saat kaum santri di Tanah Air menimba ilmu di Tanah Suci. Fikih
nusantara itu memang lebih dekat dengan mazhab Syafi'i karena penyebar Islam
pertama kali ke Indonesia bermazhab Syafi'i. Ini bila merujuk pada teori bahwa
pendakwah Islam tersebut adalah keturunan Rasulullah SAW yang nasabnya bermuara
ke Imam al-Muhajir.
Sayid Alwi bin Thahir al-Haddad melalui kitabnya yang
berjudul Jana Samarikh min Jawab
Asilah fi at-Tarikh mengungkapkan, para ulama menegaskan Imam
al-Muhajir bermazhab Suni dalam teologi dan menganut mazhab Syafi’i di bidang
fikih. Ini seperti ditegaskan oleh Sayid Muhammad bin Ahmad al-Syatri, dalam
kitabnya yang bertajukAl-Adwar.
Namun, Imam al-Muhajir tetap bersikap kritis dan tidak taklid buta terhadap
mazhab Syafi'i. Abdullah bin Nuh dalam kitab yang bertajuk Al-Imam al-Muhajir wa Ma Lahu wa Linaslihi
wa lil aimmati min Aslafihi min al-Fadhail wa al-Maatsir mengatakan,
salah satu alasan mengapa mazhab Syafi’i menjadi pilihannya karena kecintaan
tokoh kelahiran Gaza tersebut kepada Ahlul Bait.
Keputusan untuk tetap berada di mazhab Syafi'i dengan
disertai sikap kritis sebagai mujtahid, bertahan hingga keturunan berikutnya.
Inilah mengapa Indonesia mayoritas penduduknya bermazhab Syafi'i. GWJ Drewes
dalam buku New Light on the
Coming of Islam to Indonesia mengaitkan asal Islam di nusantara dengan
wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut pakar dari Universitas Leiden, Pijnapple,
asal-muasal Islam di nusantara yaitu berasal dari Anak Benua India, bukannya
Persia atau Arabia.
Menurut dia, orang-orang Arab bermazhab Syafi'i yang
bermigrasi, datang, dan menetap di wilayah India tersebut. Kemudian, mereka
membawa Islam ke nusantara. Paham Ahlussunah waljamaah atau yang dikenal dengan
Suni berkembang di Indonesia. Paham ini mengikuti pikiran-pikiran ulama ahli
fikih (hukum Islam), hadis, tafsir, tauhid (teologi Islam), dan tasawuf dengan
memilih satu dari empat imam pendiri mazhab, yaitu Imam Hanafi, Maliki, Syafi'i,
dan Hanbali.
Zamakhsyari Dhofier dalam buku Tradisi Pesantren menuliskan, para kiai sebagai pelaku
sejarah memahami bagaimana makna dan kandungan paham Ahlussunnah waljamaah.
Mereka berhasil membimbing umat Islam Indonesia taat menganut paham Ahlussunnah
waljamaah selama lebih dari 800 tahun. Mereka mengetahui bagaimana
mengembangkan paham tersebut. Agar umat Islam dapat dengan mudah mengikuti dan
mengamalkan paham ini. Baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Mazhab Syafi'i mempunyai pengaruh besar terhadap
umat Islam di Indonesia.
Dari berbagai sumber.
Comments
Post a Comment