Istilah
ini populer pada tahun 70-90. Tapi saat ini pun sebenarnya fenomena ini masih
ada. Mahasiswa abadi adalah mahasiswa yang masa kuliahnya lama. Tidak hanya
lama, pada suatu titik, tidak jelas kapan mahasiswa itu akan lulus. Tidak
sedikit dari mereka yang akhirnya tidak lulus kuliah. Gejala ini marak di tahun
80-an, sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan drop out (DO). Pada 2 tahun
pertama dilakukan evaluasi dengan ambang batas yang telah ditetapkan. Bila
ambang batas itu tidak dilampaui, maka mahasiswa itu akan kena DO. Kebijakan ini
tidak berjalan dengan efektif. Banyak kampus yang tidak tega menerapkannya
dengan ketat.
Kini
masa kuliah diperpendek jadi 4 tahun. Mahasiswa didorong untuk lulus cepat.
Gejala mahasiswa abadi sudah turun drastis. Tapi bukan berarti sudah musnah
sama sekali. Ada banyak jenis mahasiswa abadi. Ada yang pada awalnya lancar,
setiap mata kuliah dia lulus dengan nilai baik, tapi mentok pada saat harus
menulis skripsi. Skripsi tidak kunjung jadi, selama bertahun-tahun. Ada pula
yang sejak awal terseok-seok, dan terus begitu sepanjang kuliah. Ada juga yang
tidak kuliah, sibuk dengan hal-hal lain di luar itu. Mereka sibuk menjadi
aktivis, atau sibuk berbisnis.
Mahasiswa
abadi tipe pertama adalah mahasiswa yang gagal membangun kemampuan belajar. Ia
tidak bertransformasi menjadi orang yang mampu belajar mandiri. Orang-orang ini
belajar dengan tipe anak-anak, tidak masuk ke cara belajar orang dewasa (adult
learning). Ia hanya sanggup belajar dengan cara menghafal, pada hal-hal yang
disodorkan padanya. Ia tidak sanggup mencari sendiri bahan pelajaran, meramunya
menjadi pengetahuan baru, yang bisa ia pakai untuk menyelesaikan masalah. Mahasiswa
yang terseok-seok sejak awal adalah mahasiswa yang boleh jadi memang tidak
layak kuliah. Kemampuan intelektualnya tidak memadai. Tapi ia tetap memaksakan
diri untuk kuliah, mengikut arus. Atau, dipaksa oleh orang tua untuk kuliah.
Mereka kuliah tanpa kemampuan, tanpa tujuan, dan tanpa semangat.
Adapun
yang sibuk dengan aktivitas lain di luar kuliah, mereka adalah orang-orang yang
kehilangan tujuan. Mereka tidak lagi tahu apa tujuan mereka kuliah. Sebagian
sekedar mencari pelarian, karena nilai mereka yang buruk. Yang sibuk dengan
bisnis, ada yang benar-benar sibuk berbisnis, dan bisnisnya bagus. Orang-orang
seperti ini memang sebenarnya tidak perlu lagi meneruskan kuliah. Mereka sudah
punya segala sesuatu yang dibutuhkan. Tapi tidak sedikit pula yang sebenarnya
hanya pura-pura berbisnis. Mereka sebenarnya sedang melarikan diri dari kuliah.
Lalu, ada satu lagi jenis mahasiswa abadi, yang wujudnya agak samar. Mereka
cukup lancar kuliah, bisa lulus, tapi tidak sampai punya kemampuan memadai
untuk masuk ke dunia kerja. Mereka tidak punya cukup skill. Mereka tidak laku
di dunia kerja.
Lalu,
apa yang mereka lakukan? Kuliah lagi, ambil S2. Mereka mengira ijazah S2 akan
menyelamatkan mereka kelak. Secara keseluruhan, mahasiswa abadi adalah
orang-orang yang hidup tanpa manajemen diri. Mereka tidak merumuskan tujuan
hidup dengan jelas, tidak punya visi soal masa depan diri sendiri, tidak
membuat rencana untuk menjalani hidup, dan tidak hidup menjalani suatu rencana.
Hidup mengalir dalam wujud kebetulan-kebetulan. Kalau kebetulannya baik,
dapatlah mereka sesuatu. Kalau buruk, terpuruklah mereka.
Tidak
sedikit mahasiwa yang belum paham, apa itu kuliah. Mereka berfantasi,
menganggap kuliah itu adalah kotak hitam ajaib, siapa saja yang masuk lalu
keluar dari situ akan jadi orang sukses. Mereka tidak sadar bahwa kuliah itu
adalah seperangkat proses kerja keras, dengan membawa sebuah visi. Ada banyak
mahasiswa yang bermimpi, tapi tidak mengenali jalan menuju mimpinya. Atau,
mereka tidak pernah menerjemahkan mimpi itu menjadi rencana-rencana untuk
dijalani. Mereka tidur abadi, terbuai mimpi, dalam keadaan jasad mereka hidup
melakukan berbagai kegiatan.
Apa
yang mesti dilakukan? Bangun, tatap masa depan. Tentukan visi, mau jadi apa
saya. Berdasarkan visi itu, susun rencana. Kuliah apa yang akan diambil,
kegiatan apa yang akan dilakukan, skill apa yang akan dibangun. Tetapkan jangka
waktu pencapaian. Eksekusi, jalankan rencana itu. Evaluasi pencapaiannya secara
periodik. Bila ada yang belum sesuai target, lakukan tindakan koreksi. Inilah
yang disebut mekanisme plan-do-check-action (PDCA).
Oleh
: Hasanudin Abdurakhman
edukasi.kompas.com
Memarik pandangannya yg menyebutkan perkuliahan suatu rangkaian proses, dan secara tidak langsung turut menempa para lulusan untuk bisa unggul masuk ke dunia kerja atau bahkan dunia usaha.
ReplyDelete