Rasulullah
SAW bersabda, "Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang
bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih, dan
tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya)" (HR Ahmad, al-Hakim,
dan al-Bazzar). Tentu, ada keistimewaan yang dimiliki hewan kecil bernama lebah
ini hingga nabi menjadikannya inspirasi bagi seorang mukmin, bahkan Allah
mengabadikan namanya pada salah satu surah ke-16 dalam Alquran, yakni an-Nahl. Seorang
mukmin haruslah memiliki sifat-sifat unggul dan istimewa dibandingkan dengan
manusia lain. Kehadirannya selalu membawa manfaat dan maslahat bagi manusia
lain. Seperti dijelaskan Rasulullah SAW, "Manusia paling baik adalah yang
paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lain." Perhatikan beberapa
karakter lebah yang mengandung hikmah untuk diambil manfaat.
Pertama,
hinggap di tempat yang bersih dan menyerap hanya yang bersih. Lebah hanya akan
mendatangi bunga-bunga atau buah-buahan atau tempat-tempat bersih lain yang
mengandung bahan madu atau nektar. Begitulah pula sifat seorang mukmin,
haruslah mencari dan makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
muka bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan (QS al-Baqarah
[2]:168). Karena itu, jika mendapatkan amanah, dia akan menjaga dengan
sebaik-baiknya. Ia tidak akan melakukan korupsi, pencurian, penyalahgunaan
wewenang, manipulasi, penipuan, dan dusta. Sebab, segala kekayaan hasil
perbuatan-perbuatan tadi merupakan khabaits (kebusukan).
Kedua,
mengeluarkan yang bersih. Dari lebah yang dikeluarkan adalah madu yang
menyehatkan bagi manusia. Dia produktif dengan kebaikan dibandingkan binatang
lain hanya melahirkan sesuatu yang menjijikkan. Seorang mukmin seyogianya
produktif dengan kebajikan (QS al-Hajj [22]:77). Segala yang keluar dari
dirinya adalah kebaikan. Hatinya jauh dari prasangka buruk, iri, dengki;
lidahnya tidak mengeluarkan kata-kata kecuali yang baik; perilakunya bukan
menyengsarakan orang lain, melainkan justru membahagiakan; hartanya bermanfaat
bagi banyak manusia; kalau dia berkuasa atau memegang amanah tertentu,
dimanfaatkannya untuk sebesar-besar kemanfaatan manusia.
Ketiga,
tidak pernah merusak. Lebah biar bagaimanapun menambatkan diri di dahan. Dahan
itu tidak rusak dan patah. Artinya, tidak merusak lingkungan hidupnya, padahal
dia tidak punya akal. Manusia yang katanya punya akal justru berlomba-lomba
merusak lingkungan hidupnya sendiri demi keserakahan diri sendiri dan
keturunannya. Egoistis tidak memikirkan orang lain menderita nantinya atau
tidak.
Keempat,
bekerja keras. Lebah adalah pekerja keras. Ketika muncul pertama kali dari
biliknya (saat "menetas"), lebah pekerja membersihkan bilik sarangnya
untuk telur baru dan setelah berumur tiga hari ia memberi makan larva, dengan
membawakan serbuk sari madu. Dan begitulah, hari-harinya penuh semangat
berkarya dan beramal. Seorang mukmin lebih dituntut bekerja keras dan semangat
pantang kendur. Jika telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh urusan yang lain (QS as-Syarh [94]:7).
Kelima,
bekerja secara kolektif dan tunduk pada satu pimpinan. Lebah selalu hidup dalam
koloni besar, tidak pernah menyendiri. Mereka pun bekerja secara kolektif dan
masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri. Ketika mereka mendapatkan sumber
sari madu, mereka akan memanggil teman-temannya untuk menghisapnya. Demikian
pula ketika ada bahaya, seekor lebah akan mengeluarkan feromon (suatu zat kimia
yang dikeluarkan oleh binatang tertentu untuk memberi isyarat tertentu) untuk
mengundang teman-temannya agar membantu dirinya. Itulah seharusnya sikap
orang-orang beriman yang diibaratkan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh
(QS ash-Shaff [61]:4)
Keenam,
tidak pernah melukai kecuali kalau diganggu. Lebah tidak pernah memulai
menyerang. Ia akan menyerang hanya manakala merasa terganggu atau terancam. Dan
untuk mempertahankan "kehormatan" umat lebah itu, mereka rela mati
dengan melepas sengatnya di tubuh pihak yang diserang. Sikap seorang mukmin
harus memiliki solidaritas dan kepedulian empati terhadap sesamanya, dalam
kondisi dan keadaan apa pun bagai satu bangunan yang saling menguatkan satu
dengan yang lainnya. Wallahu a'lam.
Sumber
: Ahmad Agus Fitriawan www.republika.co.id
Comments
Post a Comment