Bagi
banyak orang, meminum kopi sudah menjadi rutinitas. Tetapi, tahukah anda,
perjalanan kopi terbilang panjang untuk bisa dinikmati seperti sekarang ? Steven
Topik menceritakan kopi telah menjadi simbol dalam berbagai praktik spiritual,
kontroversi politik, bahkan alat tukar jual-beli. Sejarah kopi dimulai di
Ethiopia. Kopi tumbuh liar dan sering digunakan masyarakat setempat untuk
upacara komunal dan penahan lapar saat berburu. Dilansir dari muslim village,
kopi mulai menyebar ke bagian lain di benua Afrika. Beberapa kelompok mencoba
membuat minuman yang mencampurkan kopi dengan buah berry. Ada pula yang
mencampurnya dengan mentega agar mudah dikunyah. Di sana, kopi pun mulai
berubah menjadi alat tukar dalam perdagangan. Di Tanzania, kopi menjadi mata
uang untuk bisa membeli ternak atau komoditas lain.
Kopi
pun mulai menyebar ke seantero dunia berkat jasa para pedagang Arab. Diketahui,
muslim Sufi di Yaman sangat menyukai kopi. Pria dan wanita sama-sama berbagi
mangkuk berisi kopi. Dulu, kopi diminum untuk mengatasi masalah kesehatan dan
diyakini memberikan kedamaian pada peminumnya.
Di Yaman, kopi menjadi barang yang sangat dominan selama 250 tahun. Tak
mengherankan kopi menjadi sumber kekayaan baik secara ekonomi dan militer
kekaisaran Ottoman. Di seluruh negara-negara muslim, kopi menjadi
kontroversial. Topik menulis, kopi menarik perhatian terutama bagi orang-orang
yang menghindari alkohol. Terlebih pada perayaan menjelang malam Ramadhan
mereka meminum kopi. Beberapa ilmuwan agama keberatan, prihatin dengan sifat
obat yang terkandung dalam kopi, dan diyakinkan oleh interpretasi kitab suci Al
Quran yang memperingatkan penggunaan kopi.
Perhatian
lainnya adalah munculnya kedai kopi. Pembuatan kopi yang membutuhkan
keterampilan membuat kebanyakan pedagang membuka kedai. Para pedagang menyadari
tak bisa sekadar menjual biji kopi. Oleh karena itu, mereka membuka kedai kopi
kemanapun mereka pergi. Tak pelak, tempat berkumpul baru pun bermunculan dan
membuat khawatir beberapa pemimpin agama. Misalnya kekhawatiran kedai kopi
membuat orang malas datang ke masjid. Namun, pada 1500, kopi mulai populer di
sekitar Jazirah Arab. Bahkan menurut beberapa cerita (mitos), orang-orang Arab
memuji Muhammad dan Malaikat Jibril karena telah membawa kopi itu ke bumi.
Orang-orang Timur Tengah meminum kopi mereka dengan warna yang hitam dan tanpa
pemanis. Lalu ketika orang-orang Eropa mulai minum kopi mereka tak terkesan
dengan rasanya tetapi tertarik dengan manfaat yang terkandung dalam kopi.
Seiring
waktu, Topik menulis, perkumpulan tersebut bergeser. Kopi menjadi minuman
akademisi Eropa dan kapitalis. Tapi sama seperti di Timur Tengah, kedai kopi
yang menjadi tempat bersosialisasi, juga dikhawatirkan beberapa penguasa Eropa.
Kekhawatiran ini ternyata bisa dibenarkan, ketika kedai kopi berfungsi sebagai
markas untuk merencanakan revolusi di Prancis tahun 1789, serta di 1848 Berlin,
Budapest, dan Venesia. Dengan pertumbuhan masyarakat konsumen di Eropa dan
Amerika Serikat, penikmat kopi menyebar ke kelas pekerja. Ketika tentara
Revolusi Amerika seharusnya menerima jatah rum, justru tentara Perang Saudara
itu mendapat kopi. Seorang tentara mengklaim, jika ada kehormatan yang cukup
bagi para veteran untuk membuat sebuah agama baru, mereka akan manjadikan kopi
sebagai Tuhan.
Sumber
: http://khazanah.republika.co.id
Comments
Post a Comment