Oleh
: KH. Hafidz Abdurrahman
Doa
adalah mukh (ubun-ubun/inti) ibadah. Doa adalah silah (senjata) orang Mukmin.
Begitulah Nabi SAW. menggambarkan doa, dan betapa pentingnya doa. Doa yang
dipanjatkan dengan sungguh-sungguh, benar-benar dari dalam hati, merasuk ke
dalam seluruh bagian tubuh, sehingga apa yang terbersik dan terucap sama, akan
mengantarkan kenikmatan tersendiri bagi seorang hamba di hadapan Rabb-Nya.
Ketika
doa dipanjatkan dengan khusyu’, diulang tiga kali, dilakukan pada waktu-waktu
mustajab, seperti saat sujud, waktu di antara adzan dan iqamat, dua pertiga
malam terakhir, di saat Allah turun ke langit bumi, maka doa itu akan diijabah
oleh Allah SWT. Apalagi, jika dilakukan di tempat-tempat mustajab, seperti Raudhah,
Rukun Yamani, Multazam, Hijr Ismail, dan sebagainya. Maka, apapun kesulitan
seorang hamba, akan diberikan jalan keluar oleh Allah SWT. Apapun kondisinya,
pasti Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik untuknya.
Karena
itu, kehidupan Nabi SAW. mulai dari bangun tidur hingga mau tidur lagi, berisi
doa. Karena doa adalah senjata dan inti ibadah seorang hamba kepada-Nya. Ketika
mengalami kesulitan yang luar biasa, ‘Ali meminta isteri tercintanya, Fatimah
datang menghadap ayahandanya tuk meminta bantuan. “Itu pasti ketukan Fatimah.
Tidak biasanya dia datang kepadaku saat seperti ini. Tolong bukakan pintu
untuknya.” Kata Nabi kepada Ummu Aiman. Di hadapan ayahandanya, Fatimah
berkeluh, “Ayah, makanan para malaikat ialah mengagungkan, menyusikan dan memuji
Allah. Tetapi, makanan kami kan lain?”
Nabi
dengan penuh kasih memandang iba putri tercintanya sembari bertutur, “Sunggu,
sejak sebulan ini tungku rumah keluarga Muhammad juga tidak menyala. Tetapi,
baru saja aku diberi seekor kambing betina. Kalau kamu mau, aku akan usahakan
lima ekor untukmu. Atau, kamu aku ajari lima kalimat yang pernah diajarkan
Jibril kepadaku?” Tutur Nabi SAW. kepada Fatimah. “Ajarilah saja aku lima
kalimat yang pernah diajarkan Jibril kepadamu.” Jawab Fatimah.
Nabi
pun mengajarkan lima kalimat itu, “Bacalah selalu:
ياَ
أَوَّلَ الأَوَّلِيْنَ وَيَا آخِرَ الأَخِرِيْنَ، يَا ذَا الْقُوَّةِ الْمَتِيْنِ،
وَيَا رَاحِمَ الْمَسَاكِيْنَ، وَياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya
Awwala al-awwalin wa ya Akhira al-akhirin ya Dza al-Quwwati al-matin, wa ya
Rahima al-masakin, wa ya Arhama ar-rahimin.
“Wahai
Dzat yang Maha Awwal, wahai Dzat yang Maha Akhir, wahai Dzat Pemilik kekuatan
yang hebat, wahai Dzat yang Maha pengasih bagi orang-orang miskin, wahai Dzat
yang Maha Pengasih..”
Fatimah
pun pulang menemui suami tercintanya. Setiba di rumah, ‘Ali bertanya kepada
isteri tercintanya itu, “Apa yang kamu bawa?” Jawab Fatimah, “Duniamu baru saja
hilang, maka sekarang kubawakan untukmu akhirat.” Meski harus menahan lapar,
‘Ali pun menimpali ucapan isteri tercintanya itu dengan kata-kata indah,
“Sungguh luar biasa hari-harimu, Fatimah.” [as-Suyuthi, Musnad Fathimah, hal.
7]
Iya,
memang hanya doa yang diberikan Nabi SAW. kepada putrinya. Tetapi, ketika doa
itu dibaca, dipanjatkan dengan sepenuh jiwa dan raga, sembari menghadirkan
“Dzat yang Maha Awwal, Dzat yang Maha Akhir, Dzat Pemilik kekuatan yang hebat,
Dzat yang Maha pengasih bagi orang-orang miskin, dan Dzat yang Maha Pengasih..”
maka doa yang dipanjatkan hamba-Nya itu pun sanggup membelah langit. Apa yang
diminta pun tak kuasa ditahan oleh-Nya, kecuali pasti diberikan kepada
hamba-Nya.
Lihatlah,
bagaimana saat Nabi berdoa di malam Perang Badar. Setelah seluruh persiapan
dilakukan, tinggal satu, mengharapkan pertolongan Allah SWT. Malam itu pun Nabi
bersama sahabat melakukan shalat malam. Di belakangnya ada Abu Bakar
as-Shiddiq. Doa yang dipanjatkannya pun tidak main-main:
اللَّهُمَّ
إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ لا تُعْبَدْ فِي الأَرْضِ
Allahumma
in tuhlika hadzihi al-‘ishabata la tu’bad fi al-ardhi
“Ya
Allah, sekiranya Engkau binasakan kelompok yang tersisa ini (dalam Perang
Badar), maka Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi.” [Dikeluarkan Ibn
Mundzir, al-Ausath fi as-Sunan]
Doa
ini dipanjatkan di tengah pekatnya malam, saat Allah turun ke langit bumi.
Diulang-ulang Nabi, dengan khusyu’, sambil menangis hingga tubuh baginda yang
mulia itu bergetar, sampai surbannya jatuh. Abu Bakar yang berada di belakang
Nabi pun memungut surban itu, lalu bertutur kepada Nabi, “Cukup ya Rasul, cukup
ya Rasul, Allah pasti telah mendengarkan doa Tuan.” Maka, lihatlah kemudian,
Allah menurunkan 5000 pasukan malaikat-Nya untuk membantu Nabi SAW.
Ketika
Nabi dikepung pasukan koalisi, yang terdiri dari kaum Kafir Quraisy, Yahudi dan
kabilah-kabilah lain, saat Perang Khandak, setelah seluruh persiapan dilakukan,
dan rencana penjanjian dibatalkan, Nabi SAW bermunajat kepada Allah di atas
bukit. Tiga malam berturut-turut, Nabi SAW. memanjatkan doa:
اللَّهُمَّ
مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيْعَ الْحِسَابِ، اللَّهُمَّ اهْزِمِ الأحْزَابَ،
اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ
Allahumma
ya Munzila al-kitab, Sari’a al-hisab, Allahumma ahzimh al-Ahzab, Allahumma
ahzimhum wa zalzilhum..
“Ya
Allah, Dzat yang Maha menurunkan Kitab (al-Qur’an), yang Maha Cepat
perhitungan-Nya, ya Allah kalahkanlah pasukan koalisi (musuh), ya Allah
kalahkanlah mereka, dan goncanglah mereka..” [Hr. Bukhari dan Muslim]
Doa-doa
yang dipanjatkan di tengah malam ini, diulang-ulang, bahkan hingga tiga malam
berturut-turut, dipanjatkan dengan khusyu’ dan sungguh-sungguh mengharap
pertolongan Allah SWT, akhirnya doa itu pun sanggup membelah langit, dan Allah
pun tak kuasa menahan, kecuali mengabulkan apa yang diminta. Allah pun
memberikan pertolongan kepada hamba-Nya di saat genting seperti itu. Setelah
doa itu dipanjatkan, Abu Sa’id al-Khudri menuturkan, “Allah SWT memukul
musuh-musuh kami dengan angin. Allah pun mengalahkan mereka dengan angin.” [Hr.
Ahmad dalam Musnad]
Begitulah
Nabi mengajarkan doa, dan bagaimana kekuatan doa bagi hamba-hamba-Nya. Dalam
kitab Tarikh Dimasyqa dituturkan, suatu ketika ada seorang yang tengah
melintasi Jabal Lubnan, dihadang oleh begal. Begal itu pun menghunus pedang,
siap membunuhnya. Sebelum begal itu membunuhnya, orang tadi meminta izin shalat
2 rakaat. Dia pun ingat firman Allah:
أَمَّنْ
يُجِيْبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْءَ [سورة النمل: 62]
“Siapakah yang
memperkenankan doa orang yang dalam kondisi terjepit, ketika dia berdoa
kepada-Nya.” [Q.s. an-Naml: 62]
Ayat
ini dibaca dengan khusyu’, diulang tiga kali. Begitu salam, begal itu pun sudah
tewas. Di sana ada seorang lelaki tegap berdiri. Orang ini bertanya kepada
lelaki itu, “Siapa Anda?” Dia menjawab, “Aku adalah malaikat penunggu gunung.
Aku diutus Allah untuk menolongmu. Saat Engkau membaca ayat itu sekali, Allah
terpanggil. Ketika Engkau baca yang kedua, Arsy-Nya pun bergetar. Ketika Engkau
baca yang ketiga, maka Dia pun tak kuasa menahan, kecuali memenuhi
permohonanmua.”
Begitulah,
kekuatan doa. Maka, Nabi SAW. tak pernah melupakan doa, baik berdoa sendiri
maupun meminta didoakan. Ketika ‘Umar berangkat haji, Nabi SAW. pun menyelipkan
pesan, “Umar, jangan Engkau lupakan aku dalam doamu.” Subhanallah..
Semoga
kita bisa mengisi hari, jam, menit dan tiap detik dalam kehidupan kita dengan doa.
Dengannya, langit akan terbuka, dan Allah pun akan mengabulkan semua permintaan
kita. Maka, doa pun menjadi ubun-ubun ibadah dan senjata kekuatan kita. Aamiin
Comments
Post a Comment