Kehadiran
perangkat teknologi yang canggih membuat semakin banyak orang meninggalkan
tulisan tangan. Ketika hendak mencatat sesuatu, tak sedikit yang memilih
menggunakan ponsel atau alat elektronik lainnya karena alasan praktis dan
langsung tersimpan di arsip ponsel. Padahal, menulis dengan tangan jauh lebih
baik dari mengetik. Pakar analisis tulisan tangan, Deborah Dewi menjelaskan,
rajin menulis dengan tangan akan membuat kemampuan kognitif seseorang semakin
terasah. “Ada perbedaan yang sangat signifikan antara memproses informasi
dengan diketik dan ditulis. Tentu semakin sering seseorang menulis, bukan
mengetik, maka area kognitif di otaknya semakin terasah.” Hal itu diungkapkan
Deborah dalam sebuah workshop yang dilaksanakan di kawasan M.H. Thamrin, Jakarta,
Selasa (23/10/2018).
Seseorang
yang menulis dengan tangan juga akan memiliki memori otak yang lebih baik.
Alasannya, ketika kita mengetik sesuatu, misalnya di ponsel, bagian tubuh yang
terlibat cenderung lebih sedikit dan gerakan yang dilakukan lebih sederhana.
Berbeda dengan menulis tangan yang lebih kompleks. Bagian tubuh yang bergerak
tak hanya tangan, namun hingga ke bagian lengan. Hal ini membuat area otak yang
terstimulasi lebih banyak. Ketika banyak hal kita tuangkan dalam tulisan
tangan, maka pikiran tak akan lagi terasa penuh. “Pernah merasa blank? Itu
karena mind overload. Ini bisa dikosongkan dengan ditulis atau diketik. Tapi
jika ditulis akan lebih mudah ingat,” tutur satu-satunya ahli grafolog
Indonesia yang bernaung di bawah American Association of Handwriting Analyst
(AAHA) dan American Handwriting Analyst Foundation (AHAF) itu.
Setiap
manusia memiliki pola tingkah laku, yakni berpikir (thinking), merasa (feeling)
dan beraksi (action). Ketika pikiran mampu berjalan dengan baik, maka perasaan
dan aksi akan sejalan. Sebaliknya, ketika pikiran sudah ruwet, maka akan
berdampak buruk pula pada perasaan dan aksi. Kebiasaan menulis tentunya bisa
dilatih dan terus diasah. Ketika proses kognitif terus diasah, maka pikiran
akan semakin tajam dan seseorang akan menjadi lebih kritis. “Maka bawa kembali
budaya menulis. Bisa mengetik kan bukan berarti mengeliminasi menulis. Bahkan
bisa sekadar menulis buku harian atau menulis pokok pikiran penting,” kata
Deborah.
Penulis
: Nabilla Tashandra
Editor
: Lusia Kus Anna
Comments
Post a Comment