Rencana
pengesahan beberapa undang-undang (kebijakan) yang terkesan bermasalah oleh DPR
Periode 2014-2019 pada akhir masa jabatannya menimbulkan banyak penolakan dan
gerakan demonstrasi mahasiswa di berbagai kota. Mereka menuntut pembatalan
terhadap pasal-pasal kontroversial dalam RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU
Ketenagakerjaan, hingga UU KPK hasil revisi. Mahasiswa merupakan suatu elemen
masyarakat yang unik. Jumlahnya tidak banyak, namun sejarah menunjukkan bahwa
dinamika bangsa ini tidak lepas dari peran mahasiswa. Walaupun zaman terus
bergerak dan berubah, namun tetap ada yang tidak berubah dari mahasiswa, yaitu
semangat dan idealismenya. Bahkan dalam sejarah perjuangan bangsa, gerakan
mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional seperti yang
tampak dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia. Jika melihat realitas yang
berkembang, gerakan mahasiswa belakangan ini juga tidak terlepas dari cita-cita
mulianya untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Sebab akhir-akhir ini wakil
rakyat yang kita percaya ternyata tidak sepenuhnya memperjuangkan aspirasi
tersebut.
Berdasarkan
hasil survei Cirus Surveyor Group, sebanyak 47,9% responden menilai bahwa
Anggota DPR Periode 2009-2014 tidak membuat undang-undang yang bermanfaat bagi
rakyat. Bahkan di tingkat daerah ada sekitar 3.143 perda bermasalah yang
dicabut oleh pemerintah. Data-data tersebut menunjukkan bahwa persoalan
kebijakan pemerintah yang tidak pro masyarakat (res publica) tidak bisa
didiamkan begitu saja. Pemerintah cenderung hanya mengumbar janji-janji politik
saja dalam kampanye, setelah terpilih mereka lupa akan janjinya, bahkan
mensubordinasikan masyarakat (Huijbers, 1982). Apabila hal ini terus dibiarkan
tentunya akan sangat berbahaya bagi eksistensi demokrasi di Indonesia.
Penyalahgunaan
Kekuasaan
Suatu
kebijakan pada dasarnya ditujukan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang ada
di masyarakat. Dengan kata lain, jika pemerintah (Presiden dan DPR) gagal
mendefinisikan atau merumuskan suatu kebijakan, maka dengan sendirinya akan
merugikan rakyat dan dapat memunculkan berbagai gejolak sebagai reaksi atas
ketidaksetujuannya. Ketidakpercayaan masyarakat tidak terlepas dari kebiasaan
pemerintah yang terlampau banyak memusatkan perhatian pada dirinya
(self-centered). Mereka terkadang abai bahwa masyarakat membutuhkan waktu dan
persiapan yang cukup untuk memahami, kemudian menyesuaikan diri pada kebijakan
baru yang dibuat pemerintah. Jika suatu kebijakan baru diterapkan, lalu
masyarakat memprotes, barulah pemerintah menaruh perhatian serius terhadap
kebijakan yang disorot tersebut. Atau pemerintah menunggu hingga protes mereda,
dan kembali memaksakan kebijakannya. Sungguh bukan contoh kerja yang baik dan
efisien. Kemudian, aspirasi yang diamanatkan rakyat tersebut relatif mudah
terdistorsi oleh aspirasi partai politik. Tentu tidak akan menjadi soal jika
aspirasi rakyat yang dibawa oleh anggota dewan sejalan dengan kepentingan
partai politik pengusung, sehingga patut untuk diperjuangkan. Masalahnya,
aspirasi rakyat dan kepentingan partai politik terkadang tidak selaras satu
terhadap yang lain. Dan yang menjadi prioritas justru condong dalam kepentingan
kelompoknya atau kalangan elite politik (res patricia).
Menurut
Gaetano Mosca, kalangan elite politik termasuk dalam kelas yang memerintah,
yang terdiri dari sedikit orang, melaksanakan fungsi politik, memonopoli
kekuasaan, dan menikmati keuntungan-keuntungan yang ditimbulkan dengan
kekuasaan (Surbakti, 1992). Sehingga hal tersebut justru akan mengkhianati
amanat yang dipercayakan oleh rakyat. Selain itu, dalam beberapa kurun waktu
terakhir, Indonesia kembali dilanda darurat penyalahgunaan kekuasaan dan
politik sebagaimana dialami pada masa Orde Baru. Banyaknya pejabat korupsi yang
menunjukkan perilaku yang tidak demokratis merupakan salah satu penyebabnya.
Hal tersebut tidak lepas dari tanggung jawab dan wewenang yang sangat besar
dilekatkan pada mereka yang berkuasa. Wewenang merupakan sarana bagi seseorang
untuk melaksanakan tugas, namun terkadang dipandang sebagai kekuasaan pribadi.
Karena itu dapat dipakai untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, pejabat yang
menduduki posisi penting dalam sebuah lembaga negara merasa mempunyai hak untuk
menggunakan wewenang yang diperuntukkan baginya secara bebas. Makin tinggi
jabatannya, makin besar kewenangannya, serta makin besar juga penyalahgunaan
kekuasaannya.
Peran
Mahasiswa
Berdasarkan
potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa sebagai kaum intelektual,
maka ia harus memiliki keyakinan dan pemikiran yang tidak boleh ditunggangi
oleh siapapun, kecuali oleh kepentingan rakyat. Oleh karena itu, posisi sentral
mahasiswa harus didayagunakan untuk memperjuangkan rakyat dan/atau
menyeimbangkan kepentingan di antara keduanya (pemerintah dan rakyat).
Pertama,
mahasiswa harus menjadi penyambung lidah pemerintah. Keterbatasan pemerintah
dalam menyampaikan kebijakan yang dibuatnya mengharuskan mahasiswa sebagai kaum
terdidik untuk berperan dalam melakukan sosialisasi kebijakan tersebut,
misalnya melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Sebab, kebijakan pemerintah
yang sangat beragam sangat tidak mudah untuk dipahami masyarakat dengan bahasa
yang ringkas dan sederhana. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban dan tugas
mahasiswa untuk membantu dan memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat.
Terutama kebijakan yang dapat menimbulkan perdebatan dan polemik yang
berkelanjutan, sudah sepatutnya mahasiswa dapat berbagi informasi kepada
masyarakat agar kebijakan yang akan dilaksanakan mudah dipahami serta mampu
menghilangkan kesalahan tafsir terhadap kebijakan tersebut.
Kedua,
mahasiswa harus menjadi bagian dari aspirasi masyarakat. Tantangan terbesar
seorang mahasiswa ke depan sebagai makhluk sosial ialah bagaimana mereka
menyadari dan memaknai perannya dalam kehidupan masyarakat, serta bagaimana
memberikan sumbangan pemikiran untuk kepentingan rakyat. Suara mahasiswa tidak
harus sama dengan pemerintah untuk membela kepentingan rakyat, namun harus
tetap seirama dengan hati nurani masyarakat. Apabila pemerintah mengambil
kebijakan yang benar dan merakyat, program pemerintah harus didukung dan
dibantu untuk dijelaskan kepada masyarakat. Namun, apabila kebijakan tersebut
tidak pro rakyat, mengundang kontroversi, dan tidak membela kepentingan rakyat,
maka sebaiknya mahasiswa juga harus ambil bagian untuk menggugat.
Ketiga,
mahasiswa harus berani tampil sebagai alat kontrol politik terhadap kekuasaan.
Dalam sejarahnya, mahasiswa dituntut untuk memberikan pemikirannya yang kritis
serta konstruktif dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Oleh karena
itu, mahasiswa harus memegang teguh independensi yang selalu menjadi kalangan
oposisi yang mengontrol kekuasaan agar pemerintah tidak sewenang-wenang dalam
rangka mewujudkan tujuan negara dan dari cita-cita bangsa. Harapannya,
munculnya revisi undang-undang yang dinilai melemahkan KPK hingga pasal-pasal
kontroversial dalam beberapa rancangan undang-undang lainnya tersebut membuat
mahasiswa dapat kembali mengaktifkan imajinasi dan nalar kritisnya dalam
melihat berbagai persoalan bangsa, baik konteks lokal, nasional, maupun
internasional.
Sumber
: www.detik.com
Kolom
: Irwan Hafid
Peneliti
pada Pusat Studi Kejahatan Ekonomi dan mahasiswa Magister Hukum Universitas
Islam Indonesia
Toko Jual Obat Kuat Dan Pembesar Penis Di Sidoarjo 0812 2222 1317
ReplyDeleteJual Obat Kuat Tahan Lama Di Surabaya 0812 2222 1317
Jual Bentrap Asli Di Sidoarjo 0812 2222 1317
Jual Permen Coklat Socolo Obat Kuat Surabaya 0812 2222 1317v