Titik
nol kota Bandung terletak di pusat kota, tepatnya di Jalan Asia Afrika, di
depan hotel Savoy Homann Bidakara, hotel yang juga digunakan oleh para peserta
Konferensi Asia Afrika. Monumen setinggi
1 meter ini banyak menyimpan sejarah panjang perkembangan kota Bandung, karena
titik 0 ini dianggap sebagai titik sentral pembangunan Bandung. Di masa lalu
ketika Belanda masih menguasai sebagian besar wilayah Indonesia, Gubernur
Jenderal Belanda, Mr. Herman Willem Daendels memerintahkan pembangunan 1000 km
dari jalan utama, termasuk Jalan Pos yang kini telah berubah nama menjadi Jl.
Asia dan Afrika. Bupati Bandung saat itu, Wiranatakusumah II meresmikan
jembatan Cikapundung, kemudian Daendels berbicara dalam bahasa Belanda, ”
Usahakanlah, jika aku kembali, di sini telah dibangun sebuah kota ” . Perkataan
Dandels ini konon dilakukan sambil memasukkan tongkat di suatu titik, yang
akhirnya disebut sebagai Titik Nol Bandung. Dari sini juga, berkembang gagasan
bahwa Titik Nol Bandung adalah titik balik dalam pengembangan Kota Bandung.
Ada
yang berbeda di tugu titik 0 kilometer Bandung yang terletak di depan Kantor
Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat itu sejak Desember 2016. Tugu telah
dipugar dan ditambahkan empat patung dada empat tokoh sejarah. Dua di antara
patung dada tersebut merupakan replika wajah dua pribumi yang berperan dalam
sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Dua lainnya merupakan tokoh di balik
penetapan titik nol Bandung tersebut, yakni Gubernur Hindia Belanda dan Bupati
Bandung aktif Mei 1810.
Ir
Soekarno
Bung
Karno merupakan presiden pertama
Republik Indonesia yang menjabat dari tahun 1945-1966. Lahir di Blitar,
Jawa Timur, pada 6 Juni 1901. Bung Karno juga dikenal sebagai arsitek, alumni
dari teknik sipil Technische Hoogeschoolte Bandoeng (sekarang ITB) dan
menamatkan kuliahnya pada tahun 1926. Bung Karno merupakan Bapak Proklamator
Indonesia bersama Bung Hatta. Ia merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan
Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 4
Juni 1927 dengan tujuan Indonesia yang merdeka. Akibatnya Belanda mengirimnya
ke penjara Sukamiskin di Bandung pada 29 Desember 1929. Dalam sidangnya, ia menunjukkan
kekejaman Belanda dan membuat Belanda menjadi semakin marah. Pada Juli 1930,
PNI dibubarkan. Setelah bebas pada 1931, Soekarno memimpin Partindo. Ia kembali
ditangkap dan dibuang ke Ende, Flores, pada 1933. Pada 17 Agustus 1945, Ir
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sidang
PPKI pada 18 Agustus 1945 memutuskan menetapkan Ir Soekarno sebagai Presiden
Republik Indonesia pertama.
Mas
Soetardjo Kartohadikusumo
Soetardjo
merupakan gubernur pertama Jawa Barat. Bersuku Jawa, ia lahir di Kunduran,
Blora, Jawa Tengah pada 22 Oktober 1892. Berasal dari keluarga birokrat Jawa,
namun memiliki pandangan yang menentang feodalisme yang merendahkan rakyat
pribumi di hadapan Belanda. Ia merupakan tokoh nasional dan aktif di Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Walaupun menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat,
namun ia berkantor di Jakarta. Ia juga pernah menjabat sebagai ketua Dewan
Pertimbangan Agung (DPA). Soetardjo cukup kritis dalam meningkatkan
kesejahteraan pribumi. Saat menjabat sebagai Mantri Kabupaten pada tahun 1912,
Soetardjo mengajukan protes terhadap peraturan mengenai sikap pamong praja yang
diharuskan duduk silo di atas tikar dengan menggunakan pakaian hitam dilengkapi
dengan keris sedangkan pegawai Belanda duduk di atas kursi. Lalu peraturan
konferensi tersebut diubah dengan diperbolehkannya pamong praja memakai sikepan
putih dan duduk sejajar dengan pegawai Belanda.
HW
Daendels
Lahir
di Hatem, Belanda, pada 21 Oktober 1762 dengan nama Herman Willem Daendels. Ia
merupakan politikus Belanda dan juga Gubernur Jenderal Hindia-Belanda ke-36
dengan masa periode 1808-1811. Tugas
utama Daendels di Indonesia adalah mempertahankan pulau Jawa dari
serangan Inggris. Usaha yang
dilakukannya adalah dengan cara membangun jalan dari Anyer hingga Panarukan
sepanjang 1.000 kilometer. Jalan ini dikenal dengan nama Grote Post-Weg (Jalan
Raya Pos). Dengan tangan besinya, pembangunan jalan ini hanya menghabiskan
waktu satu tahun yaitu dari tahun 1809 hingga 1810. Pembangunan jalan ini tentu
saja menuai kontroversi. Sejarah tidak pernah menyebutkan manfaat dari
pembangunan jalan ini. Hasil kopi dari pedalaman Priangan yang biasanya
dibiarkan membusuk di gudang-gudang kopi akhirnya dapat diangkut diangkut ke
pelabuhan Cirebon dan Indramayu. Jarak antara Batavia-Surabaya yang biasa harus
ditempuh selama 40 hari dapat dipersingkat menjadi 7 hari. Sangat bermanfaat
bagi pengiriman pos.
RA
Wiranatakusumah II
Tidak
banyak yang dapat diketahui dari bupati yang memiliki nama kecil bernama
Indradireja ini. Ia merupakan Bupati Kabupaten Bandung ke-6 yang menjabat dari
tahun 1794-1829. Ia dapat dikatakan
sebagai pendiri Kota Bandung karena pembangunan Kota Bandung sepenuhnya
dilakukan dibawah pimpinannya. Pada 1809, Wiranatakusumah II memindahkan
penduduknya ke Bandung tanpa sepengetahuan pemerintah Belanda. Tempat yang
cocok untuk ibu kota pun sudah dipilih walaupun masih berupa hutan. Rakyatnya
diarahkan untuk menempati daerah Bandung utara.
Sumber
:
https://www.easytourbandung.com
https://www.pikiran-rakyat.com
Comments
Post a Comment