Konsep
waktu dalam pandangan Islam tak sekadar menyoal perihal rutinitas kehidupan
sehari-hari. Islam menempatkan waktu sebagai perkara penting dan mendasar
sehingga jika tak dimanfaatkan dengan baik, maka kerugianlah yang akan
diperoleh. Lebih dari kerugian materi, menyia-nyiakan waktu bisa berakibat
terbengkalainya sisi akhirat seorang hamba. Allah Swt. berfirman dalam
Kitab-Nya, “Demi masa. Sesungguhnya, manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-
menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi
kesabaran.” (QS al-‘Ashar [103] : 1-3). Ungkapan yang tepat untuk menggambarkan
dengan semangat surah di atas, “Waktu seperti pedang, jika tak ditaklukkan
dengan baik, maka benda itulah yang justru akan menebas pemiliknya”. Sejatinya,
waktu adalah makna dari hidup itu sendiri. Pentingnya waktu, disadari dengan
baik oleh para cendekiawan Muslim pada masa lalu. Hal itu dibuktikan dengan
menghabiskan waktu yang mereka miliki. Tidak untuk beribadah semata, tetapi
mendedikasikan pula hidup mereka untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Kepedulian
terhadap waktu dituangkan juga dalam bentuk karya tulis, meskipun secara tidak
spesifik mengupas tentang definisi, urgensi, dan langkah-langkah penggunaan
waktu. Perhatian itulah yang mengilhami Abu Bakar Ahmad bin al-Husain bin Ali
al-Baihaqi (ulama besar kelahiran desa Khusraujirdi, termasuk daerah Baihaq,
Naisabur (Iran) tahun 384H) menulis sebuah buku yang bertajuk Fadlail
Al-Auqaat. Inilah kitab yang mengupas tentang keutamaan waktu-waktu tertentu
yang memiliki nilai penting dalam Islam. Meski begitu, dalam Islam tidak
dikenal adanya pengultusan waktu atau hari, sebagaimana yang diyakini oleh
Yahudi. Dalam kitab ini dibahas tentang pengutamaan hari atau bulan berkaitan
dengan pahala yang dijanjikan Allah selama rentan waktu itu. Latar belakang
disiplin ilmu tokoh yang dikenal piawai di bidang hadis dan fikih memengaruhi
corak kitab itu. Deretan karya yang pernah ditulisnya menunjukkan keahliannya
menggabungkan dua cabang ilmu tersebut. Di antaranya adalah kitab Ma’rifat As-Sunan
Wa Al-Atsar, As-Sunan Al-Kubra, Al-Asma Wa As-Shiffat, dan At-Targhib wa
At-Tarhib. Corak serupa terlihat jelas pada kitab Fadlail yang pada dasarnya
adalah karya yang memuat hadis-hadis yang berbicara tentang keutamaan bulan
atau hari. Sekali lagi, tidak bertujuan untuk mengultuskan waktu atau hari
tertentu. Intinya, dalam karyanya ini, al-Baihaqi hendak mengajak umat Islam
menggunakan waktu-waktu tersebut sebaik-baiknya untuk beribadah.
Sumber
: https://republika.co.id/
Comments
Post a Comment