Seorang
Muslim wajib meyakini setiap kejadian yang terjadi di alam semesta ini termasuk
wabah Covid-19 merupakan bagian dari ketentuan Allah SWT. Keyakinan ini
merupakan salah satu dari enam rukun iman, yaitu iman kepada takdir Allah SWT. Hanya
saja, kata Isnan Ansory dalam bukunya Fiqih Menghadapi Wabah Penyakit,
keyakinan ini bukan berarti seseorang pasrah tidak memiliki kehendak untuk
memilih. Sebab takdir Allah atas manusia, dapat dibedakan menjadi dua. "Yaitu
takdir yang manusia tidak dapat menolaknya dan takdir yang manusia diberikan
kehendak untuk memilih atau ikhtiar," katanya. Hal ini sebagaimana
ditegaskan di dalam surah Al-Hadid ayat 22-23 yang artinya. "Tiada suatu
bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu)
supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri."
Isnan
menerangkan, pada ayat 22, Allah menegaskan apa yang terjadi di alam semesta,
semuanya merupakan kehendak Allah yang mutlak, di mana manusia tidak bisa
menolaknya. Konsep takdir ini, dalam ilmu akidah disebut dengan taqdir kauni
atau taqdir mubrom. Sedangkan pada ayat 23, Allah menjelaskan manusia dapat
terklasifikasikan menjadi dua kelompok dalam menyikapi taqdir kauni, yaitu
antara pihak yang terpuji dan pihak yang tercela. Pilihan yang ditetapkan Allah
atas manusia ini, dalam ilmu akidah disebut dengan taqdir syar’i atau taqdir
ghoiru mubrom. Isnan mengatakan, virus corona yang merupakan penyakit sedang
mewabah ini tidak akan menular tanpa izin Allah. Hal itu, kata dia, berdasarkan
klasifikasi taqdir di atas, maka dapat disimpulkan penyakit, kematian, rizki
dan ketetapan-ketetapan yang Allah telah taqdirkan atas manusia dan manusia
tidak dapat memilihnya (musayyar) merupakan keyakinan mendasar seorang Muslim
yang akidahnya benar terhadap kemahakuasaan Allah.
"Atas
dasar inilah, seorang Muslim wajib meyakini tertularnya seseorang atau tidak,
itu semua atas dasar kehendak Allah SWT," katanya. Isnan, memastikan, jika
Allah pencitpa alam semesta ini berkehendak, maka tidak akan seorangpun dapat
jatuh ke dalam suatu bahaya jika telah ditetapkan bahwa ia akan diselamatkan.
Allah berfirman dalam At-Taubah ayat 51 yang artinya. "Katakanlah,
sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah
untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang
beriman harus bertawakal." Namun, kata Isnan, taqdir Allah yang bersifat
kauni ini merupakan suatu rahasia Allah yang tidak bisa diketahui manusia. Maka
atas dasar ini, Allah SWT memerintahkan kita bertawakkal sekaligus memilih
jalan terbaik dalam menghindari setiap keburukan (dalam hal ini adalah penyakit
akibat virus). Dalam arti, seorang Muslim beralih dari taqdir kauni menuju
taqdir syar’i, dengan mengambil sebab-sebab keselamatan yang dibolehkan oleh
syariah. Keyakinan tentang dua jenis taqdir tersebut, jelas diterangkan dalam
sunnah Rasululllah SAW. “Tidak ada adwa (penyakit menular), tidak ada thiyarah
dan hammmah (menyandarkan nasib pada burung), dan tidak ada shofar (menjadikan
bulan shofar sebagai bulan sial); dan larilah dari penyakit lepra sebagaimana
engkau lari dari kejaran singa. (HR. Bukhari).
Sumber
: https://republika.co.id/
Comments
Post a Comment