Gurun
Sahara adalah destinasi paling terkenal di Afrika. Tapi tahukah kamu, ada
fenomena yang misterius di sana ? Inilah Richat Structure atau juga dikenal
dengan sebutan The Eye of Sahara (Mata Sahara). Sebuah pusaran yang memiliki
luas diameter mencapai 30 mil, atau setara dengan 48 kilometer. Pertama-tama,
kita kenalan dulu dengan bagaimana Mata Sahara awalnya ditemukan. Dikumpulan
detikcom dari berbagai sumber, Jumat (26/4/2019) dulunya penemuan fenomena unik
ini ditemukan saat operasi Gemini IV yang dilakukan oleh NASA, untuk mencoba
berjalan di luar angkasa pada tahun 1965. Dalam misi tersebut, para astronot
juga diminta untuk memotret berbagai sudut bumi. Pada saat mengambil foto di
bagian barat Sahara, dekat dengan negara Mauritania, ada sebuah pusaran yang
tidak biasa di tengah gurun pasir dari luar angkasa. Hal ini pun menjadi
pertanyaan banyak ahli. NASA pun mengunggah foto ini pada situs resminya tahun
2018 (disunting tahun 2017). Menurut keterangan foto tersebut, fenomena ini
menarik perhatian sejak misi luar angkasa paling awal. Ini karena bentuknya
seperti mata banteng dan mencolok di padang pasir.
Pada
laman tersebut juga dijelaskan bahwa Mata Sahara merupakan struktur dampak
meteorit karena tingkat sirkularitasnya yang tinggi, namun dianggap hanya
pengangkatan simetris yang dibiarkan terbuka oleh erosi. Tanggal 13 April 2019
kemarin, lewat akun Instagram-nya, NASA juga mengunggah kembali Mata Sahara.
Foto tersebut diambil dari ketinggian 255 mil, atau setara dengan 410
kilometer. Menjelaskan bahwa pusaran tersebut diduga disebabkan oleh sebuah
kubah yang terangkat. Namun, dalam laman Business Insider, para ilmuwan masih
bertanya-tanya mengenai Mata Sahara. Selain itu, dua ahli geologi asal Kanada
memiliki teori tentang asal-usul Mata Sahara. Mereka menyimpulkan, bahwa
pembentukan pusaran dimulai 100 juta tahun yang lalu, ketika superbenua
(gabungan dari berbagai lempeng benua) Pangea terkoyak lempeng tektonik. Hasil
dari Superbenua Pangea pun membuat wilayah Afrika dan Amerika Selatan menjauh.
Mengutip
World Atlas, Mata Sahara memiliki unsur batuan riolit, karbonatit, kimberlit
dan gabro. Dalam situs yang sama, juga dijelaskan bahwa sedikit informasi yang
tersedia tentang habitat atau jenis bentuk kehidupan di sana. Wilayah di
sekitar Mata Sahara dianggap sebuah bagian padang pasir luas berbatu dan
berpasir yang membentang luas serta jarang ditemukan manusia. Hanya sejumlah
suku nomaden dan populasi kecil di beberapa desa sekitar yang dianggap sebagai
tempat tinggal manusia. Mengapa diyakini tidak ada habitat di sana ? Hal ini
karena sifat bentang alamnya yang ekstrem dan suhu yang tinggi. Sehingga,
manusia tidak kuat bertahan hidup. Tidak jarang, Mata Sahara juga
dihubung-hubungkan dengan Atlantis. Nama Atlantis mungkin tidak asing, inilah sebuah
wilayah pulau yang disebut filsuf Yunani legendaris, Plato, dalam buku Timaeus
dan Kritias. Atlantis sering dianggap sebagai 'negeri dongeng'. Saat Plato
memiliki pemikiran tentang Atlantis 360 tahun sebelum masehi, ia
mendeskripsikan Atlantis sebuah wilayah yang didirikan oleh separuh dewa dan
separuh manusia. Atlantis juga digambarkan sebagai kawasan dari pulau-pulau
terkonstrasi, dipisahkan oleh berbagai parit besar dan terhubung dengan kanal
yang mengalir ke tengah. Bagi sebagian orang, konsep ini mirip seperti Struktur
Richet. Hingga saat ini, Mata Sahara pun masih jadi perdebatan sejumlah ahli.
Apakah ada peradaban di sana atau hanya fenomena alam ? Bagaimana menurut anda ?
Sumber
: https://travel.detik.com
Oleh
: Shinta Angriyana
Foto : NASA
Comments
Post a Comment