Pahala
bersyukur yang paling nyata adalah bertambahnya nikmat. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.”
(QS. Ibrahim/14:7). Menurut Imam al-Ghazali dalam Minhajul Abidin, Allah SWT
tidak hanya akan menambah nikmat, tapi juga akan mengekalkannya. Nikmat itu
sendiri, menurut Imam al-Ghazali, terbagi menjadi dua, yakni nikmat dunia dan
nikmat agama. Nikmat dunia juga terbagi dua, yakni nikmat berasas manfaat dan
nikmat berasas perlindungan. Contoh nikmat berasas manfaat adalah bentuk fisik
yang sempurna dan rasa lezat menikmati makanan, pakaian, pernikahan, dan
lainnya. Nikmat
berasas perlindungan maksudnya Allah SWT menjaga manusia dari berbagai bahaya.
Misalnya, bahaya yang mengancam keselamatan fisik, psikis dan akibat penyakit.
Termasuk, perlindungan dari gangguan manusia, jin, binatang buas dan berbisa.
Inilah spektrum nikmat dunia yang kalau
disyukuri akan bertambah.
Apabila
nikmat dunia ini diingkari, maka balasan yang diberikan oleh Allah SWT berupa
azab dunia, sebelum akhirat nanti. Allah SWT berfirman, “…Tetapi (penduduk)nya
mengingkari nikmat-nikmat Allah. Karena
itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan
apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. al-Nahl/16:112). Sedangkan nikmat agama,
lanjut Imam al-Ghazali, juga terbagi dua, yakni nikmat pertolongan dan nikmat
penjagaan. Contoh nikmat pertolongan adalah Allah SWT memberi taufik (kemampuan
untuk mengikuti petunjuk Allah SWT) kepadamu untuk memeluk Islam, mengikuti
sunah Nabi SAW, dan berlaku taat. Terkait hal ini, Allah SWT berfirman, “Dan
orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka
dan memberikan balasan ketakwaannya.” (QS. Muhammad/47:17). Menurut pengarang
Tafsir Jalalain, orang-orang yang mau menerima petunjuk ini adalah orang yang
beriman kepada Allah SWT.
Dalam
ayat lain, bersyukur berarti berjihad untuk meraih ridha Allah SWT. Misalnya,
dalam surat al-Ankabut/29 ayat 69, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat
baik”. Selanjutnya, yang dimaksud dengan nikmat penjagaan adalah Allah SWT
menjaga manusia dari kekufuran dan kemusyrikan. Setelah itu Allah SWT juga
menjaga agar manusia tidak mengada-ada dalam beribadah (inovasi/bid’ah). Nikmat
inilah akhirnya yang membuat kita terjaga dari kesesatan dan kemaksiatan yang kalau disyukuri akan bertambah. Maka
pantas saja kalau Allah SWT bertanya secara retoris kepada manusia, “Mengapa
Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ? Dan Allah adalah Maha
Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Nisaa/4: 114). Bukti Allah Maha
Mensyukuri, kata pengarang Tafsir Jalalain, adalah Allah SWT memberi pahala
kepada mereka yang bersyukur. Menurut Nabi SAW, bersyukur adalah salah satu
cara mengikat nikmat. Alasannya, karena nikmat itu liar. Nabi SAW bersabda,
“Sesungguhnya nikmat itu liar, seperti liarnya binatang buas, maka ikatlah
nikmat itu dengan bersyukur.” (HR. Bukhari). Jadi syukur adalah rasionalisasi
antara keinginan dan kebutuhan. Namun sedikit sekali orang yang berhasil
mengikat nikmat dengan cara bersyukur. Allah SWT menegaskan, “Sangat sedikit
sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.” (QS. Saba’/34:13). Kita mohon
kepada Allah SWT agar kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sedikit
itu sehingga kita beroleh pahala bersyukur. Aamiin.
Oleh
: Dr KH Syamsul Yakin MA
Sumber
: https://republika.co.id/
Comments
Post a Comment