Orang
yang tidak berputus asa dari rahmat Allah SWT akan diampuni dosa-dosanya. Allah
SWT memastikan, “Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (QS. al-Zumar/39:53). Hanya
saja ada syaratnya, menurut pengarang Tafsir Jalalain, semua dosanya akan
diampuni apabila dia bertobat dari kemusyrikan. Karena Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya." (QS. al-Nisa/4: 48). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
ada seorang lelaki yang bertanya (kepada Nabi SAW), “Wahai Rasulullah, apa dosa
besar itu ?” Rasulullah SAW menjawab, “Syirik kepada Allah, pesimis terhadap karunia Allah dan berputus asa dari
rahmat Allah.” (HR. al-Bazzar). Jawaban Nabi SAW dalam hadits ini mempertegas
kedua ayat di atas. Sementara itu, orang yang berputus asa dari rahmat Allah
SWT termasuk orang yang sesat. Allah SWT
menegaskan, “Ibrahim berkata, ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat
Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. al-Hijr/15: 56). Orang-orang
yang sesat dalam konteks ini, menurut pengarang Tafsir Jalalain, adalah
orang-orang kafir.
Pernyataan
pengarang Tafsir Jalalain ini sesuai dengan makna tekstual ayat, “Dan janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak berputus asa dari
rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.”
(QS. Yusuf/12: 87). Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir menulis
orang kafir adalah orang yang dimurkai Allah SWT. Selanjutnya, pahala tidak
berputus asa dari rahmat Allah SWT dapat dipahami dari hadits Nabi SAW yang
dikutip oleh Muhammad bin Abi Bakar dalam Mawaidz al-Ushfuriyah, “Orang durjana
yang mengharap rahmat Allah, lebih dekat kepada Allah ketimbang orang yang
tekun beribadah tapi berputus asa dari rahmat Allah.” Terkait hadits ini,
Muhammad bin Abi Bakar bercerita, “Satu riwayat telah sampai kepada kami yang
bersumber dari Zaid bin Aslam dari Umar bin Khattab bahwa ada seorang laki-laki yang hidup pada masa lalu
yang terus beribadah hingga memaksakan
diri. Namun ia membuat orang berputus asa dari rahmat Allah SWT. Sesudah
orang itu mati, ia bertanya kepada Allah SWT, ‘Ya Tuhanku, pahala apa untukku
dari-Mu ?’ Allah SWT menjawab, ‘Neraka’. Ia bertanya, ‘Ya Tuhanku ke mana
pahala ibadahku dan kesungguh-sungguhanku ?’ Allah SWT menjawab, ‘Saat di dunia
kamu pernah membuat orang berputus asa dari rahmat-Ku, maka hari ini Aku
membuatmu berputus asa dari rahmat-Ku”.
Jadi
selain tidak berputus asa, seorang Muslim juga dilarang untuk membuat orang
lain berputus asa yang mengakibatkan ia jadi lemah dan tidak mau bekerja dan
beribadah. Nabi SAW mengajarkan untuk memberi motivasi, “Bersemangatlah atas
hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, janganlah kamu
lemah.” (HR. Muslim). Namun ada berputus asa yang dibolehkan. Nabi SAW katakan,
”Hendaklah kamu berputus asa dari apa yang ada di tangan manusia.” (HR.
al-Hakim dan al-Baihaqi). Alasannya, Allah SWT berfirman, “Bukankah Allah cukup
bagi hamba-Nya?” (QS. al-Zumar/39: 36). Lalu, "Dan barangsiapa yang
bertawakal kepada Allah, Ia akan mencukupinya.” (QS. al-Thalaq/65: 3). Terakhir,
spektrum pahala tidak berputus asa dari rahmat Allah SWT yang begitu luas dapat
dipahami dari ayat ini, “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka, Aku akan
menetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (QS. al-A’raf/7: 156).
Oleh
: Dr KH Syamsul Yakin MA
Sumber
: https://republika.co.id/
Comments
Post a Comment