Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan pandemi Covid-19 mengajarkan hikmah bagi
manusia. Salah satunya agar seluruh umat manusia di muka bumi menghargai nyawa.
"Tuhan saja Yang Maha Segalanya yang menciptakan manusia dan kehidupan ini
begitu menjunjung tinggi harga nyawa manusia, bahkan seluruh makhluk di muka
bumi. Karena itu kita sebagai khalifah di muka bumi juga harus menghargai nyawa
manusia," kata Haedar melalui telekonferensi di Kantor PP Muhammadiyah,
Yogyakarta, Jumat (17/7). Bahkan bagi Bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi
Ideologi Pancasila, menurut dia, penghargaan terhadap nyawa manusia termasuk
dalam implementasi sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kedua
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Haedar mengatakan warga dunia termasuk warga
Muhammadiyah di dalamnya perlu secara konsisten dan disiplin melakukan
pencegahan dengan menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari pembatasan jarak
fisik (physical distancing), memakai masker, serta cuci tangan karena hingga kini
belum ada tren penurunan kasus. "Kita ingin Covid-19 tidak menular semakin
meluas," kata dia.
Atas dasar itu pula, PP Muhammadiyah
dan Aisyiyah memutuskan menunda pelaksanaan perhelatan penting lima tahunan
yakni Muktamar ke-48 yang sedianya digelar pada Juli 2020. "Berdasarkan
ahli epidemiologi dan ahli-ahli kedokteran bahwa hingga Desember 2020 kita
tidak memungkinkan melaksanakan acara yang melibatkan banyak massa," kata
dia. Haedar berujar bisa saja Muhammadiyah tetap berkukuh menggelar Muktamar dengan
melibatkan banyak peserta. Namun, hal itu tidak akan ditempuh salah satu
organisasi Islam terbesar di Indonesia ini karena menurut Haedar kendati saat
ini memasuki masa adaptasi. Risiko penularan virus corona jenis baru itu jangan
sampai diabaikan. "Mungkin kebetulan kita tidak kena, tetapi ingat ketika
kita terlibat dalam aktivitas yang melibatkan orang banyak, apalagi dengan
adanya OTG (orang tanpa gejala) sehingga rumah sakit menjadi penuh, maka itu
adalah tindakan yang tidak bertanggungjawab baik dari segi keagamaan maupun
sosial," kata dia. Haedar berharap masyarakat tidak memandang kasus
Covid-19 sebagai sesuatu yang ringan dan sepele karena faktanya, kata dia,
dalam kurun empat bulan kasus meninggal akibat Covid-19 di tingkat dunia sudah
cukup besar mencapai 400 ribu jiwa lebih dengan 7 juta lebih orang terinfeksi. "Dalam
konteks 'azali' (bersifat kekal) tentu kematian masuk wilayah Allah SWT tetapi
dalam konteks duniawi maka kita perlu berikhtiar," kata dia.
Sumber : https://republika.co.id/
Catatan Blogger :
Pandemik memakan banyak korban,
khususnya di Indonesia setidaknya karena sebagian masyarakat sudah biasa tidak
peduli dengan kesehatan. Contohnya kegiatan cuci tangan dengan sabun sebelum
atau setelah berkegiatan, beberapa saat lalu bahkan sampai harus dikampenyekan
di sekolah-sekolah karena banyak anak-anak yang tidak dibiasakan cuci tangan di
rumah, diberi teladan oleh orang tuanya. Contoh lainnya adalah kebiasaan
merokok yang sudah berurat dan berakar di republik ini, kontrol dari pemerintah
sepertinya ‘asal ada’, tidak pernah ada tindakan keras terhadap pabrik rokok
yang jelas-jelas mentargetkan generasi muda sebagai konsumennya. Covid-19,
berdasarkan penelitian, salah satunya akan lebih mudah mengenai para perokok
yang daya tahan paru-parunya rendah. Mungkin masyarakat sudah biasa berpedoman,
merokok bakalan mati .. tidak merokok juga bakalan mati ! setelah merasakan
penderitaan sakit karena Covid-19 (amit-amit!), mungkin … itu juga mungkin ya, mungkin merasa menyesal.
Comments
Post a Comment