Di media sosial ramai sekali
perbincangan tentang proses ibadah haji tahun ini. Para jemaah haji yang
terpilih melalui seleksi ketat oleh pemerintah Arab Saudi terlihat melaksanakan
tawaf. Tidak seperti biasanya yang berjubel, ibadah haji di tengah pandemi ini
terasa lengang, tapi tidak kehilangan kekhusyukan dan kesakralannya. Jutaan
umat Islam di seantero dunia dan ratusan ribu warga yang mestinya menunaikan
haji tahun ini harus menunda keberangkatan hingga tahun depan. Perasaan mereka
haru dan bergetar, karena mestinya mereka berada di sekitar Ka’bah bermunajat
dalam rangka menunaikan rukun Islam yang kelima itu. Sekitar 1.000 jemaah haji
yang lulus seleksi untuk menunaikan haji tahun ini. Itu pun hanya
diprioritaskan bagi warga Arab Saudi dan warga negara asing yang sudah menetap
di Arab Saudi (al-muqimun). Bagi Arab Saudi dipilih mereka yang sudah sembuh
dari Covid-19, sebagai hadiah dari upaya mereka yang berhasil melawan virus
yang mematikan itu.
Inilah cara pemerintah Arab Saudi
memberikan penghormatan terhadap warganya. Sementara untuk warga negara asing
diperuntukkan bagi mereka yang mendaftar dan memenuhi persyaratan sehat dan
terbebas dari Covid-19. Kalau tidak salah ada tiga warga negara Indonesia yang
terpilih menunaikan ibadah haji di tengah pandemi ini. Istimewanya, seluruh
biaya ibadah haji tahun ini ditanggung oleh pemerintah Arab Saudi dengan
protokol kesehatan yang sangat ketat. Pada saat normal, biaya ibadah haji
terbilang mahal. Semua umat Islam yang mampu berbondong-bondong ingin menunaikan
ibadah yang penuh makna simbolik ini. Tetapi di tengah pandemi, Arab Saudi
justru menggratiskan seluruh biaya penyelenggaraan ibadah haji. Bahkan,
fasilitas yang disediakan terlihat sangat istimewa. Mereka yang akan menunaikan
ibadah haji harus melakukan karantina selama 14 hari, sebagaimana protokol
kesehatan yang sudah umum diberlakukan World Health Organization (WHO). Begitu
halnya saat mereka sudah melaksanakan seluruh prosesi ibadah haji juga harus
dikarantina 14 hari, sehingga mendapatkan kepastian bebas dari Covid-19.
Setelah itu para jemaah haji diperbolehkan kembali ke tempat tinggal
masing-masing.
Berhaji di tengah pandemi ini akan
menjadi kisah dan memori tersendiri. Sebab peristiwa seperti ini akan jarang
terjadi, dan mungkin menunggu puluhan hingga ratusan tahun. Biasanya saat
terjadi pandemi, pemerintah Arab Saudi cenderung meniadakan pelaksanaan ibadah
haji. Tetapi tahun ini, mereka tetapi menyelenggarakan ibadah haji dalam
rentang waktu yang sangat singkat, kurang lebih lima hari saja. Maka dari itu,
tiga warga negara Indonesia yang terpilih menunaikan ibadah tahun ini, termasuk
mereka yang beruntung karena mereka mendapatkan kesempatan menunaikan ibadah
haji secara gratis dan dapat beribadah secara leluasa tanpa berjubel-jubel
dengan jutaan warga lainnya. Saya sendiri tidak bisa membayangkan, karena dulu
saya menunaikan ibadah haji pada masa-masa normal. Setiap momen dan proses
ibadah haji dilakukan di tengah jutaan jemaah. Tidak ada yang teringat saat itu
kecuali haji merupakan ibadah yang bersifat kolosal. Setiap prosesi dilalui di
tengah lautan massa.
Berhaji di tengah pandemi ini akan
menjadi ibadah haji yang paling sakral, karena setiap jemaah dapat melalui
setiap rukun haji dengan saksama. Mereka dapat menjadikan setiap momen untuk
merefleksikan diri bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk saling bahu-membahu di
antara sesama. Ibadah haji ini sebenarnya meneguhkan kembali kebersamaan kita.
Berbagai bangsa, suku, ras, dan bahasa berbaur menjadi satu dalam balutan baju
ihram. Mereka semua dhaif di hadapan Tuhan. Karenanya tidak ada kesombongan,
keangkuhan, dan kecongkakan. Mereka lemah, hanya Tuhan Yang Maha Agung. Maka
dari itu, ibadah haji mengajak kita untuk kembali ke jati diri kita sebagai
manusia. Kita melawan seluruh hawa nafsu, egoisme, dan fanatisme yang membuncah
dalam diri kita. Kita harus menjadi manusia yang benar-benar bersih dari segala
hal yang menjadikan kita lupa diri, angkuh, dan sombong.
Haji adalah wukuf di Arafah. Saat
wukuf di Arafah inilah kita akan merasakan seorang hamba yang bermunajat kepada
Tuhan, memohon ampunan dan pertolongan agar hidup kita senantiasa mendapatkan
keberkahan dan kebahagiaan. Dan itu hanya bisa dicapai, jika kita benar-benar
menjadi manusia yang mampu menyeimbangkan antara hubungan kita dengan Tuhan
(hablum minallah) dan hubungan kita dengan sesama (hablum minannas). Perlu kita
renungkan bersama pesan terakhir Rasulullah SAW dalam Haji Perpisahan.
Pernyataan tersebut sangat penting, karena disampaikan saat menunaikan ibadah
haji, dan perlu kiranya diingat kembali di saat ibadah haji di tengah pandemi
ini. Rasulullah SAW berpesan kepada kita, "Wahai manusia, sesungguhnya
Tuhan kamu satu, nenek moyang kamu satu, semua dari kalian berasal dari Nabi
Adam dan Adam berasal dari tanah. Yang paling mulia di antara kalian di sisi
Allah adalah mereka yang paling bertakwa. Tidak ada keutamaan di antara orang
Arab dan orang non-Arab, kecuali ketakwaannya."
Pesan Rasulullah SAW saat haji
perpisahan ini sangat relevan untuk diangkat kembali ke permukaan, di saat
ibadah haji digelar di tengah pandemi. Semua dunia menghadapi tantangan dan
musibah yang sama, baik dari segi kesehatan masyarakat maupun dampak ekonomi
yang sangat berat akibat pandemi. Yang dibutuhkan oleh kita semua adalah
cita-rasa kemanusiaan yang membumi, yang membangkitkan kebersamaan. Sangat
sedih sekali, di saat pandemi ini justru kita masih terus memupuk permusuhan.
Bagi Arab Saudi sendiri, momen ibadah haji harus menjadi refleksi kritis untuk
mengakhiri berbagai manuver politik yang dimainkannya di kawasan Timur-Tengah.
Blokade terhadap Qatar dan serangan mematikan ke Yaman Utara merupakan tindakan
yang sangat tidak manusiawi. Mereka telah menjadikan konflik di Timur-Tengah
semakin runyam dan menyengsarakan jutaan warga.
Dan bagi kita di negeri ini, pesan
Rasulullah SAW saat haji perpisahan tadi harus membangkitkan kebersamaan,
gotong-royong, dan kepedulian sosial. Saatnya kita jadikan pandemi ini untuk
memperkokoh persaudaraan kebangsaan dan kemanusiaan kita. Pandemi ini hanya
bisa kita lalui dan hadapi dengan spirit gotong-royong. Tanpa itu, susah
rasanya kita keluar dari dampak-dampak pandemi yang sangat menyedihkan ini. Beberapa
negara sudah menyatakan resesi yang sangat serius. Tidak menutup kemungkinan
kita akan menghadapi hal yang sama. Spirit dan makna haji tersebut dapat dijadikan
perisai dalam hidup kita, bahwa kita harus menghadapi pandemi bersama-sama.
Pandemi bukan justru dijadikan ajang untuk semakin merenggangkan solidaritas
dan kebersamaan kita, melainkan harus memperkuat persaudaraan dan persahabatan
kita. Semoga kita termasuk mereka yang mampu mengambil hikmah dari setiap
peristiwa religi, temasuk peristiwa haji di tengah pandemi ini.
Penulis : Zuhairi Misrawi cendekiawan
Nahdlatul Ulama; analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East
Institute, Jakarta
Sumber : https://news.detik.com/
Comments
Post a Comment