Ketika Covid-19 menyebar ke seluruh
dunia, Amerika Serikat sama sekali tidak menyerupai sebuah negara kaya dan kuat
yang sering dibandingkan dengan negara-negara yang jauh lebih miskin, seperti
Brasil, Peru dan Afrika Selatan, atau negara dengan populasi migran besar,
seperti Bahrain dan Oman dalam mengantisipasi pandemik. Seperti terjadi di
beberapa negara tersebut, korban virus di Amerika Serikat telah cepat bertambah secara
tidak proporsional, lebih pada orang-orang miskin dan kelompok-kelompok yang
telah lama mengalami diskriminasi. Penduduk kulit hitam dan Latin di Amerika
Serikat telah tertular virus kira-kira tiga kali lebih tinggi daripada penduduk
kulit putih. Bagaimana ini bisa terjadi ? The New York Times berupaya
merekonstruksi kegagalan unik Amerika Serikat, melalui berbagai wawancara
dengan para ilmuwan dan pakar kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Analisis
berita menunjuk pada dua sebab utama.
Pertama, Amerika Serikat menghadapi
tantangan lama dalam menghadapi pandemi besar. Amerika Serikat adalah negara
besar di perhubungan ekonomi global, dengan tradisi memprioritaskan
individualisme daripada pembatasan atau aturan pemerintah. Tradisi itu adalah
salah satu alasan Amerika Serikat menderita sistem perawatan kesehatan yang
tidak setara yang telah lama menghasilkan hasil medis yang lebih buruk, termasuk
angka kematian bayi dan diabetes yang jauh lebih tinggi dan harapan hidup yang lebih
rendah, dibandingkan di kebanyakan negara kaya lainnya. “Sebagai orang Amerika,
saya pikir ada banyak hal baik yang bisa dikatakan tentang tradisi libertarian
kita,” kata Dr. Jared Baeten, seorang ahli epidemiologi dan wakil dekan di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Washington. “Tapi inilah konsekuensinya, kami
tidak berhasil sebaik kolektif.”
Kedua, adalah sebab yang sering kali
tidak nyaman didiskusikan oleh pakar kesehatan masyarakat karena banyak yang
berusaha menghindari politik partisan. Tetapi banyak yang setuju bahwa hasil
buruk di Amerika Serikat berasal dari ukuran substansial dari kinerja
pemerintahan Trump. Tidak ada negara berpenghasilan tinggi lainnya, dan hanya
di beberapa negara, pemimpin politik telah meninggalkan nasihat ahli sesering
dan signifikan seperti pemerintahan Trump. Presiden Trump mengatakan virus itu
tidak serius; meramalkan itu akan hilang; menghabiskan waktu berminggu-minggu
untuk mempertanyakan kebutuhan masker; mendorong negara bagian untuk membuka
kembali kegiatan ekonomi bahkan dengan beban kasus yang besar dan terus
bertambah; dan mempromosikan disinformasi medis.
Trump melanjutkan tema tersebut,
menawarkan semburan statistik menyesatkan dalam penampilan publiknya yang
membuat situasinya terdengar kurang mengerikan daripada yang sebenarnya. Beberapa
gubernur Republik telah mengikuti jejaknya dan juga mengecilkan bahaya virus,
sementara yang lain sebagian besar mengikuti saran para ahli. Gubernur Demokrat
lebih bisa diandalkan untuk mengindahkan nasihat ilmiah, tetapi kinerja mereka
dalam menahan virus tidak merata.
Sumber : https://www.nytimes.com/
Catatan :
Dengan tidak bermaksud
menjelek-jelekan negara lain (yang memang sudah terbukti secara ilmiah jelek)
dalam menangani Covid-19, saya sangat berharap orang Indonesia dapat belajar
dari kesalahan tersebut. Pertama, dalam saat seperti ini persatuan bangsa akan
lebih dibutuhkan lebih dari biasanya daripada kepentingan individu, orang Indonesia
akan lebih paham dengan “Bhinneka Tunggal Ika” jauh lebih hebat dibandingkan
orang Amerika dengan semboyan “United”nya. Pancasila lebih kuat dibandingan
kapitalisme yang merusak. Kedua, pemerintah harus seimbang antara mendahulukan
ekonomi atau kesehatan, fokus pada ekonomi maka penyebaran virus tidak akan
dapat dikendalikan, fokus pada kesehatan juga berakibat ekonomi masyarakat akan
berantakan. Insya Allah, dengan lindungan Allah Swt., negara kita bisa mampu
melewati masa pandemik ini dengan baik.
Comments
Post a Comment