Sifat dan perbuatan orang itu
tergantung sahabatnya. Syaikh al-Zarnuji menuliskannya dalam karya
monumentalnya, yakni Ta'lim Muta’allim, “Jangan kamu tanya bagaimana seseorang.
Cukup kamu tahu siapa sahabatnya. Karena setiap orang pasti menuruti sahabatnya.
Bila sahabatnya durhaka, maka jauhilah segera orang itu, begitu juga
sebaliknya.” Nabi SAW bersabda, “Carilah tahu tentang manusia berdasar keadaan
sahabat mereka.” (HR. Ibnu Majah). Padahal setiap manusia terlahir dalam
keadaan baik, seperti sabda Nabi SAW,
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Lalu kedua orangtuanyalah yang
menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh
karena itu, Nabi SAW mempertegas, “Agama seseorang sesuai dengan agama sahabat
dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi sahabat dekatnya.”
(HR. Abu Daud dan Turmudzi). Sahabat pada masa kecilnya adalah kedua
orangtuanya, sedangkan sahabat pada masa remaja dan dewasa adalah orang-orang
di sekelilingnya. Bersahabat dengan orang baik membawa pahala dan bersahabat
dengan orang jahat beroleh dosa. Tentang
pahala bersahabat dengan orang baik Nabi SAW bersabda dalam hadits yang ditulis
Imam Bukhari dan Imam Muslim, “Perumpamaan sahabat yang baik dan sahabat yang
buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual
minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau kamu bisa membeli minyak
wangi darinya, dan kalaupun tidak, kamu tetap mendapatkan aroma harum darinya.
Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan
kalaupun tidak kamu tetap mendapatkan kepulan asapnya yang tak sedap.”
Sahabat yang baik itu adalah saudara
kandung atau siapa saja yang telah bersepakat untuk mengangkat diri jadi
saudara. Apabila mereka saling mendoakan, maka akan dikabulkan, seperti Nabi
SAW jelaskan, “Sesungguhnya doa seorang muslim kepada saudaranya di saat
saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (direspons). Di sisi
orang yang akan mendoakan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan
doanya. Tatkala dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut
akan berkata, “Aamiin. Kamu akan
mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.” (HR. Muslim). Inilah persahabatan
yang berpahala, yang berguna di dunia dan akhirat. Untuk mendapatkan pahala
bersahabat ada sejumlah perbuatan yang dapat dilakukan. Pertama, saling
berkunjung dalam keadaan lapang dan memungkinkan. Kedua, saling bertukar kabar
melalui media sosial. Ketiga, saling mendoakan dalam segala keperluan dan
harapan. Keempat, saling memberi bantuan berupa barang atau jasa yang
dibutuhkan. Semua ini adalah sunah (jalan) Nabi SAW dalam bersahabat. Allah SWT
berfirman, “Dan ingatlah ketika orang-orang zalim menggigit kedua tanganya
seraya berkata, “Aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan bersama rasul.
Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dulu aku tidak mengambil fulan sebagai teman
akrabku.” (QS. al-Furqan/25: 27-28). Penyesalan akan dialami bagi siapa saja
yang salah memilih sahabat ketika di dunia. Sahabat yang baik di dunia akan
membawa kebahagiaan hingga di akhirat. Sedangkan sahabat yang jahat akan
bersama-sama merasakan pedihnya api neraka. Untuk itu sebelum terlambat
pilihlah secara akurat orang baik yang akan dijadikan sebagai sahabat. Syaikh
al-Zarnuji mengutip kata mutiara yang tertulis dalam bahasa Persia sebagai
wasiat, yang maknanya, “Sahabat yang jahat lebih berbahaya dari ular berbisa.
Demi Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Suci, sahabat yang jahat akan menyeretmu
ke neraka Jahim, bersahabatlah dengan yang baik, dia akan mengajakmu ke surga
Na’im.” Semoga!
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh : Dr KH Syamsul Yakin MA
Comments
Post a Comment