Sumber : https://callysto.ca/
Masa Pandemi Covid-19 menuntut kita
untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran secara daring. Dimana pembelajaran
daring ini diperlukan perangkat/device, bisa dalam bentuk PC, laptop, tab
ataupun gawai. Sehingga siswa dan guru harus mempu menggunakan perangkat
tersebut secara maksimal. Untuk bisa menguasai device yang ada, maka diperlukan
kecakapan berpikir/pemikiran komputasi. Computational Thinking (CT) atau
pemikiran komputasi sebagai salah satu teknik penyelesaian masalah menjadi
sangat penting di masa pandemi. Untuk menyiapkan siswa yang siap bersaing di
era digital ini, diperlukan kecakapan berpikir seperti cara ilmuwan komputer
berpikir. Kecakapan berpikir tersebut diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan di masa pandemi ini.Berdasarkan artikel yang ditulis pada laman
edukasi101.com, istilah Computational Thinking atau berpikir/pemikiran
komputasi digaungkan oleh Seymour Papert (1980) dalam bukunya yang berjudul
“Mindstorm”. Ketika itu Papert berfokus pada dua aspek komputasi : Pertama,
bagaimana menggunakan komputasi untuk menciptakan pengetahuan baru, dan kedua,
bagaimana menggunakan komputer untuk meningkatkan pemikiran dan perubahan pola
akses ke pengetahuan. Berikutnya J. M. Wing membawa pendekatan yang
dimodifikasi dan perhatian baru pada pemikiran komputasi atau computational
thinking. Lebih lanjut dijelaskan cara mengimplementasikan computational
thinking adalah dengan memahami masalah, mengumpulkan semua data, mulai mencari
solusi sesuai dengan masalah. Dalam Computational Thinking, ada yang disebut
dengan dekomposisi yaitu memecahkan masalah yang komplek menjadi
masalah-masalah yang sederhana sehingga lebih mudah untuk diselesaikan.
Computational Thinking sebagai pendekatan pembelajaran dapat disandingkan
dengan pendekatan/metode pembelajaran yang lain seperti pembelajaran berbasis
proyek atau pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry based learning) dalam
pembelajaran sains.
Sebagai pendidik, saya sangat setuju
bahwa cara berpikir komputasi ini sangat diperlukan oleh siswa Indonesia agar
mereka bisa mengatasi berbagai permasalah yang ada. Kita bisa mulai dari diri
sendiri untuk memberikan pembelajaran kepada siswa dengan mengadaptasikan pola
berpikir ala ilmuwan komputer. Membiasakan siswa belajar dengan cara berpikir
tingkat tinggi. Siswa senantiasa dihadapkan dengan permasalahan dalam kehidupan
nyata. Kemudian mereka diminta untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Tentu
saja masing-masing siswa memiliki cara yang berbeda-beda. Hal tersebut bisa
menjadi bahan diskusi di dalam kelas daring. Salah satu contoh kegiatan yang
membutuhkan berpikir komputasi / Computational Thinking adalah siswa diberikan
proyek untuk melakukan budidaya ikan lele dalam ember (budikdamber). Mereka
harus memahami cara membudidayakan ikan lele dalam ember, lalu siswa
mengumpulkan bahan-bahannya. Selanjutnya siswa mulai mempersiapkan dan
melakukan budidaya sesuai dengan langkah-langkah yang ada. Dalam membudidayakan
ikan lele dalam ember, siswa harus menyiapkan ikan lele, ember, air dan
lain-lainnya yang semua itu merupakan sebuah proses bernama dekomposisi. Siswa
berpikir dengan mengurutkan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah agar
menjadi logis, berurutan, teratur, dan mudah dipahami oleh orang lain. Mengintegrasikan
pendekatan pemikiran komputasi dalam pembelajaran memberikan kesempatan kepada
guru untuk dapat menyajikan pembelajaran lebih kreatif dan lebih bermakna.
Inovasi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir tingkat
tinggi harus disebarluaskan kepada seluruh guru di Indonesia. Agar siswa
sebagai generasi penerus bangsa Indonesia siap bersaing dengan siswa dari
negara lain. Mari kita berkolaborasi untuk menebar inspirasi untuk menerapkan
pembelajaran dengan pendekatakan computational thinking/pemikiran komputasi di
Indonesia. Untuk itu, penulis sekaligus pendidik, berharap kepada semua
guru/pendidik di Indonesia mempunyai komitmen yang sama untuk mau meningkatkan
kemampuan siswa agar terbiasa berpikir tingkat tinggi dan berpikir ala ilmuwan
komputer. Harapannya, ketika siswa sudah terbiasa dengan berpikir tingkat
tinggi, maka pada saat mereka mengikuti PISA (Programme for International
Student Assessment) akan terbiasa dengan soal HOTS (Higher Order Thinking
Skill) dan mereka tidak lagi merasa kesulitan. Sehingga hasil PISA siswa Indonesia
pada tahun 2021 menjadi lebih baik dan lebih meningkat dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya.
Oleh Siti Khotimah, S.Pd, M.Psi
Sumber : https://republika.co.id/
Comments
Post a Comment