Para pendukung lesbian, gay, bi seksual, dan transgender (LGBT) kerap menggunakan ayat ke-31 surat an-Nur sebagai dalil bahwa Alquran mengakui keberadaan LGBT. Benarkah demikian ? Ayat tersebut berbunyi: أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ “ … atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)…” Imam Ibnu Katsir menjelaskan, turunnya ayat tersebut sebenarnya dilatar belakangi tuntunan menutup aurat bagi kaum perempuan. Diriwayatkan oleh Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan jika Asma binti Marsad yang mempunyai warung di perkampungan Bani Harisah menjelaskan kaum wanita mondar-mandir memasuki warungnya tanpa memakai kain sarung sehingga pergelangan kaki mereka terlihat. Dada mereka serta rambut mereka pun kelihatan. Asma pun berkata, "Alangkah buruknya pakaian ini." Imam Ibnu Katsir pun menjelaskan, usai peristiwa tersebut, turunlah ayat yang tertera dalam QS an-Nur : 31.
Riwayat lain yang ditakhrijkan Ibni
Mardawaih, dari 'Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata : pada masa Rasulullah SAW,
ada seorang berjalan di suatu jalan di Madinah, kemudian dia melihat seorang
perempuan. Perempuan itu pun melihatnya, lalu setan pun mengganggu keduanya
sehingga masing-masing melihatnya karena terpikat. Maka, ketika laki-laki
tersebut mendekati suatu tembok untuk melihat wanita tersebut, hidungnya
tersentuh tembok hingga luka. Lalu ia bersumpah: “Demi Allah, saya tidak akan
membasuh darah ini hingga bertemu Rasulullah SAW dan memberi tahu kepadanya
tentang masalahku. Kemudian ia datang kepada Rasulullah dan menceritakan
peristiwanya. Kemudian bersabdalah beliau: "Itu adalah balasan
dosamu." lalu turunlah ayat tersebut. Untuk lebih jelasnya, begini bunyi
lengkap QS an-Nisa ayat 31.
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا
ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ
أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ
أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ
لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ
مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Katakanlah kepada wanita yang
beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya,
dan janganlah mereka menampak kan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak
darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami
mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka,
atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung."
أُولِي الْإِرْبَةِ ulil Irbati Minarrijal dalam ayat itu disebut Prof
Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah sebagai pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita). Menurut Quraish, kata ‘irbah’
diambil dari kata ‘ariba’ yang berarti memerlukan atau menghajatkan. Adapun
yang dimaksud di sini adalah kebutuhan seksual dan anak-anak atau yang sakit
sehingga dorongan tersebut hilang darinya. Sayyid Quthb dalam Tafsir Fizhilalil
Quran menjelaskan, pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
adalah para lelaki yang tidak memiliki syahwat terhadap wanita disebabkan apa pun. Contohnya saja, orang yang dikebiri,
impoten, tidak sempurna akalnya, gila, dan segala sebab yang membuat lelaki
tidak bernafsu kepada wanita. Karena, pada kondisi tersebut tidak timbul fitnah
dan godaan. Lebih detail, Imam Ibnu Katsir mengungkapkan, mereka adalah orang-orang
sewaan dan para pelayan yang tidak sepadan (dengan majikan). Akal mereka pun
kurang dan lemah, tiada keinginan terhadap wanita pada diri mereka dan tidak
pula berselera terhadap wanita. Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud adalah
lelaki dungu yang tidak mempunyai nafsu syahwat. Mujahid mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah lelaki yang tolol. Sedangkan, menurut Ikrimah, yang dimaksud
adalah laki-laki banci yang kemaluannya tidak dapat berereksi. Kalangan salaf
lain mengatakan hal yang sama mengenai lelaki tak berkeinginan tersebut. Dari
sini jelas bahwa yang dimaksud ayat tersebut bukanlah berarti penyimpangan
orientasi seksual sebagaimana yang menimpa kaum LGBT.
Rep : Syalaby Ichsan
Red : Nashih Nashrullah
Sumber : https://republika.co.id/
Comments
Post a Comment