Di balik musibah dan bencana alam yang menimpa warga bangsa ini pasti banyak hikmah yang dapat dipetik. Indonesia kembali berduka. Berbagai musibah datang silih berganti, mulai dari jatuhnya pesawat Sriwijaya Airlines di laut Kepulauan Seribu, wafatnya Syekh Ali Jaber, tanah longsor di Sumedang, gempa bumi di Mamuju, banjir besar di Kalimantan Selatan, dan sebagainya. Sementara itu, wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda segera sirna. Di balik musibah dan bencana alam yang menimpa warga bangsa ini pasti banyak hikmah yang dapat dipetik. Hikmah di balik musibah bagi mukmin hendaknya menjadi proses penyadaran, pembelajaran, dan pendewasaan mental spiritual, sekaligus sebagai bahan muhasabah (evaluasi diri), tadabur (perenungan), dzikrullah (mengingat Allah), dan taqarrub ila Allah (pendekatan diri kepada Allah). Setidaknya ada sepuluh hikmah di balik musibah.
Pertama, musibah itu merupakan salah satu cara Allah untuk mengingatkan hamba-Nya agar tidak melampaui batas, tidak melakukan kemaksiatan dan kerusakan di muka bumi. Musibah menyadarkan hamba agar bertobat dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Kedua, musibah mengajarkan pentingnya
integrasi ibadah dan isti’anah yaitu memohon pertolongan kepada Allah (QS
al-Fatihah [1]: 5). Integrasi ini harus dibuktikan dengan kesalehan autentik
dengan peneguhan iman, ilmu, dan amal saleh dengan tidak banyak mengeluh dan
menyalahkan pihak lain.
Ketiga, musibah itu ibarat
laboratorium keimanan dan kesabaran untuk penyadaran bahwa manusia itu milik
Allah dan pasti kembali kepada-Nya (QS al-Baqarah [2]: 155-156).
Keempat, musibah merupakan manifestasi kasih sayang Allah kepada hamba-Nya untuk membuktikan ridha tidaknya. “Sesungguhnya pahala besar itu sebanding dengan ujian yang berat. Apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian kepada mereka. Siapa yang ridha, maka ia akan meraih ridha Allah. Sebaliknya, siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR Ibn Majah).
Kelima, musibah dan bencana alam
merupakan tanda kekuasaan-Nya. Semua fenomena alam didesain agar manusia terus
belajar, membaca, dan memaknai ayat-ayat Allah di alam raya maupun di dalam Al
Quran. Dengan pembacaan integratif ayat-ayat kauniyyah dan ayat-ayat
Quraniyyah, manusia dapat mengembangkan sains dan teknologi.
Keenam, musibah itu awalnya penuh
duka, namun perlahan tetapi pasti akan berganti menjadi sukacita dan bahagia.
Musibah mengajarkan pentingnya bersikap optimistis karena kehidupan itu tidak
selamanya dalam kesulitan dan kedukaan. Badai pasti berlalu karena,
“Sesungguhnya kesulitan selalu dibarengi kemudahan.” (QS ash-Sharh [94]: 6).
Ketujuh, musibah itu menginsafkan
bahwa manusia itu lemah, tidak bisa melawan “kekuatan alam”. Hanya Allah yang
Maha Kuat, Maha Besar, dan Maha Kuasa. Kedelapan, musibah menumbuhkan rasa
kemanusiaan universal untuk berempati dan berbagi. Kesembilan, musibah itu
meneguhkan persaudaraan dan solidaritas sosial.
Kesepuluh, musibah itu menjadi
penggugur dosa. “Tiada sebuah musibah pun yang menimpa Muslim melainkan
dengannya Allah menghapuskan kesalahan-kesalahannya.” (HR al-Bukhari dan
Muslim).
Oleh karena itu, banyaknya musibah
harus menjadi momentum untuk memperbanyak istighfar dan tobat kepada Allah Yang
Maha Pengampun. Semoga musibah yang menimpa warga bangsa ini dapat merekatkan
persaudaraan, solidaritas sosial, dan persatuan bangsa.
Oleh : Muhbib Abdul Wahab
Sumber : https://www.republika.id/
Comments
Post a Comment