Hampir 11 bulan virus corona menyebar
di seluruh dunia, sejak kasus pertama diumumkan pada akhir Desember 2019.
Hingga kini, pandemi Covid-19 belum berakhir. Kasus-kasus baru masih terus
bertambah hampir di seluruh negara. Penyebaran Covid-19 belum bisa
dikendalikan, meski sejumlah upaya pencegahan virus terus dilakukan. Di
Indonesia sendiri, kasus juga masih menunjukkan peningkatan sejak kasus pertama
diumumkan pertama kali pada 2 Maret 2020. Kondisi pandemi saat ini seakan
memberikan ketidakpastian kapan akan berakhir. Ketidakpastian ini memicu
kondisi yang dikenal dengan pandemic
fatigue atau kelelahan karena pandemi.
Apa itu pandemic fatigue ?
Melansir laman WHO, pandemic fatigue
adalah munculnya demotivasi untuk mengikuti berbagai langkah perlindungan yang
direkomendasikan. Hal ini muncul secara bertahap dari waktu ke waktu yang
dipengaruhi sejumlah emosi, pengalaman, dan persepsi. Kelelahan akibat pandemi dilaporkan
di berbagai negara yang diekspresikan melalui peningkatan jumlah orang yang
mulai tidak mengikuti rekomendasi kesehatan dan berbagai pembatasan.
Orang-orang juga mulai mengurangi upaya mereka dalam melidungi diri dan
berkurangnya kekhawatiran mereka terhadap akibat virus. Dengan adanya pandemic
fatigue, orang-orang mulai mengabaikan cuci tangan, pakai masker, dan jaga
jarak fisik yang sebelumnya mereka patuhi. Penyebab pandemic fatigue Melansir
NYTimes, Profesor Departemen Ilmu Psikiatri dan Perilaku Universitas
California, Elissa Epel, mengatakan, pandemic fatigue adalah respons yang
normal. "Itu adalah respons normal terhadap apa yang terjadi,". Epel
menyebutkan, ada banyak hal yang menyebabkan kelelahan pandemi terjadi.
Misalnya, karena dampak pandemi yang menyebabkan kehilangan pekerjaan atau
mereka yang mengalami tekanan finansial. Sementara itu, mengutip WDG Public
Health, kelelahan pandemi dapat terjadi saat orang bosan mengikuti
langkah-langkah pandemi dan cenderung tidak mengikuti praktik kesehatan.
Pandemic fatigue dapat dialami oleh siapa pun yang dicirikan berbeda oleh
setiap orang.
Namun beberapa yang seringkali muncul
di antaranya perasaan gelisah, mudah tersinggung, kurang motivasi dan sulit
berkonsentrasi. Pandemic fatigue lebih banyak dialami oleh remaja dan orang
dewasa muda di mana mereka butuh bersosialisasi untuk membangun jaringan
pertemanan dan sosialisasi yang kemudian membuat mereka tergoda melanggar
aturan karena adanya anggapan risiko bahaya Covid-19 rendah. Direktur Jenderal
WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, dia memahami kesulitan yang dihadapi
orang-orang. Akan tetapi, ia menekankan, setiap orang harus tetap waspada,
terutama karena kasus-kasus meningkat lagi di negara-negara yang dulunya
membaik. “Bekerja dari rumah, anak-anak disekolahkan dari jarak jauh, tidak
dapat merayakan pencapaian bersama teman dan keluarga. Atau tidak berada di
sana untuk bersama orang yang dicintai, itu sulit. Dan, kelelahan akibat
Covid-19, itu nyata,” dikutip dari Global News, 25 Oktober 2020. WHO meminta
orang-orang tidak menyerah. Tedros menyebutkan, kelelahan karena pandemi pada
dasarnya adalah perasaan yang dirasakan banyak orang. “Seiring waktu berlalu
dan dunia telah belajar untuk hidup dengan virus dalam kapasitas tertentu, para
ahli percaya bahwa menjaga tindakan pencegahan seperti menjaga jarak secara
fisik, menutupi dan mencuci tangan dapat terasa semakin menjadi tantangan,”
ujar Tedros. Ia mengingatkan agar setiap orang menemukan cara yang efektif
untuk mengatasi kelelahan ini dan terus menghidupkan kembali kewaspadaan
publik.
Cara mengatasi pandemic fatigue, ada
beberapa hal yang bisa dilakukan di antaranya :
à Mengingat bahwa setiap tindakan yang kita
lakukan bisa berdampak bagi banyak orang dan lingkungan sosial
à Menyadari bahwa setiap interaksi berisiko
menimbulkan penularan
à Tetap lakukan kegiatan dengan memilih
lokasi yang memudahkan Anda mengikuti pedoman kesehatan masyarakat
à Sadarilah saat diri mungkin mengalami
pandemic fatigue
à Berlatih menyayangi diri sendiri dengan menyadari
‘Tidak apa-apa tidak baik-baik saja’
à Carilah dukungan jika tak bisa
mengatasinya.
Sumber : https://www.kompas.com
Penulis : Nur Rohmi Aida
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Comments
Post a Comment