Mahasiswa semester akhir, sering kali
merasa kesulitan saat menyusun karya ilmiah akademik, perlu langkah khusus.
Walaupun aktivitas menulis karya ilmiah sudah lama dilakukan di Indonesia,
masih banyak kesalahan yang umum dilakukan mahasiswa saat menyusun karya
ilmiah. Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Lina
Meilinawati, menjabarkan sejumlah kekeliruan umum yang kerap dilakukan
mahasiswa saat menyusun karya ilmiah, baik teknis maupun nonteknis. Dilansir
dari laman Unpad, setidaknya ada sejumlah kekeliruan yang umum dijumpai pada
karya ilmiah, baik pada laporan tugas akhir, skripsi, tesis, maupun disertasi. Hal
tersebut disimpulkan Lina dan tim saat melakukan penelitian ke sejumlah karya
ilmiah di berbagai fakultas di Unpad. Kekeliruan ini tidak hanya dijumpai pada
mahasiswa jenjang Sarjana ataupun Sarjana Terapan. Karya ilmiah yang ditulis
mahasiswa Pascasarjana pun kerap ditemukan sejumlah kekeliruan. Lalu, apa yang
sering menjadi kesalahan dalam penulisan ?
Ketidaksesuaian analisis dengan
identifikasi masalah
Lina mengatakan, kekeliruan umum yang
paling banyak dijumpai adalah identifikasi masalah yang tidak sesuai dengan
analisisnya. Ibaratnya, identifikasi masalah merupakan janji yang dikeluarkan
oleh penyusun karya ilmiah. Janji ini harus ditepati melalui analisis yang
sesuai. Sayangnya, banyak analisis yang dilakukan tetapi tidak sesuai dengan
identifikasi masalah yang diajukan. “Contohnya, pertanyaan penelitiannya ada
dua, tetapi ternyata analisisnya ada tiga atau malah sebaliknya,” kata Lina.
Selain itu, penyusun juga tidak menerapkan teori saat melakukan penelitian. Hal
ini umum terjadi pada skripsi yang ditulis oleh mahasiswa jenjang Sarjana.
“Karena mungkin kelemahan mahasiswa S1 itu ada pada teori. Jadi biasanya teorinya
tidak dipakai di dalam analisis,” kata Lina.
Tidak fokus ke masalah
Dosen Program Studi Sastra Indonesia Unpad ini memaparkan, acapkali mahasiswa tidak fokus dalam menjelaskan tema penelitian. Hal ini terlihat dari bab pertama atau pendahuluan yang menjadi mukadimah dari suatu karya ilmiah. Adakalanya, pendahuluan menjelaskan paparan yang terlalu luas. Padahal, Lina menganjurkan agar mahasiswa sebaiknya fokus langsung menjelaskan tema penelitian. “Sebetulnya sekarang menulis itu temanya mau apa kenapa tidak itu saja yang langsung diangkat dalam tulisan hingga orang itu tertarik untuk membaca tulisan,” kata Lina.
Kesalahan berbahasa
Kesalahan
berbahasa juga menjadi kekeliruan umum yang kerap dijumpai pada karya ilmiah.
Kekeliruan ini terlihat dari segi penulisan maupun logika berbahasa. Lina mengatakan,
dari segi kesalahan penulisan, rata-rata mahasiswa tidak bisa membedakan antara
kalimat tunggal dan majemuk. Salah satu contohnya adalah penggunaan kalimat
majemuk yang tidak lengkap. “Dalam kalimat majemuk ternyata hanya anaknya saja,
induk kalimatnya tidak ada,” terangnya. Selain itu, kekeliruan dalam
menggunakan tanda baca, kaidah penulisan huruf kapital, hingga pemilihan kata
banyak dijumpai dalam karya ilmiah. Sementara dari sisi logika berbahasa,
kebanyakan karya ilmiah memiliki kelemahan di sisi tersebut. Padahal, logika
kalimat itu penting tetapi banyak yang tidak mengindahkan. Lina mencontohkan,
salah satu logika berbahasa yang keliru adalah pemakaian konjungsi atau kata
hubung dalam satu kalimat. Terkadang ada penulis yang menggunakan dua konjungsi
atau lebih dalam satu kalimat. Padahal, adanya dua konjungsi atau lebih dalam
satu kalimat sudah jelas membuat logika kalimat menjadi tidak jelas. Hal
menarik yang ditemui Lina adalah kesalahan berbahasa justru banyak ditemukan
pada tesis dan disertasi. Ada banyak faktor yang memengaruhi. Salah satunya
adalah kebiasaan berbahasa. “Masih banyak yang dibesarkan tidak dengan logika
berbahasa yang baik, dan itu tercermin dalam tulisan,” ujarnya.
Pengutipan
Pengutipan menjadi hal penting yang
mesti diperhatikan oleh penulis. Kesalahan dalam mengutip bisa berakibat fatal.
Tuduhan plagiat bisa saja terjadi hanya karena kesalahan mengutip. Berdasarkan
buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan Fakultas Ilmu Budaya Unpad, ada
sejumlah aturan pengutipan berdasarkan standar sitasi yang dikeluarkan
organisasi APA (American Psychological Association), antara lain : Kutipan
langsung yang berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat (baik dalam bahasa
aslinya, maupun terjemahannya), yang terdiri atas tidak lebih dari tiga baris, dapat
dimasukkan ke dalam teks dengan jarak tetap diikuti dengan nama penulis, tahun,
dan halaman; Kutipan langsung (bisa dalam bahasa aslinya atau terjemahannya),
yang terdiri dari empat baris atau lebih, ditik terpisah dari teks dengan jarak
satu spasi dan menjorok masuk lima ketukan dari margin kiri teks, diikuti nama
penulis, tahun, dan halaman. (dibubuhi tanda kutip dua); Kutipan tidak langsung
yang menggunakan gagasan atau pemikiran seorang penulis buku, artikel, dsb.,
walaupun disusun dengan menggunakan kata-kata sendiri, harus mencantumkan
namanya (apabila perlu dapat pula dicantumkan judul karya tulisnya) dan tahun
buku/artikel itu ditulis, sesuai dengan kebiasaan penulis pada tiap-tiap
disiplin ilmu). (tidak dibubuhi tanda kutip, nama dan tahun); Kutipan dalam
kutipan dilakukan dengan penanda pembubuhan tanda baca (“…’….’….”).
Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Dosen Unpad: 4 Kesalahan Ini Harus Diperbaiki
dalam Penulisan Karya Ilmiah"
Penulis : Sandra Desi Caesaria
Editor : Ayunda Pininta Kasih
Comments
Post a Comment