Sikap empati menjadi wujud keimanan
dan ketakwaan. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan terhindar dari
interaksi dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan sesamanya merupakan
anugerah dari Sang Pencipta. Manusia dapat saling tolong-menolong demi
menggapai kebaikan bersama. Manusia pun dapat saling membantu demi menghindar
dari keburukan yang akan menimpa sesamanya. Oleh karena itu, memanusiakan
manusia merupakan bagian dari ikhtiar elegan. Jembatan istimewa dalam mencapai
anugerah yang indah dari Yang Mahamulia. Dari Abdullah bin Amru RA ia mendengar,
Rasulullah SAW bersabda, “Para penyayang akan disayangi oleh ar-Rahman.
Sayangilah penduduk bumi maka kalian akan disayangi oleh siapa saja yang di
langit.” (HR Abu Daud). Hadis ini menjelaskan pentingnya meneguhkan sikap
empati. Ikhtiar mengendalikan diri agar dapat memahami apa yang dirasakan oleh
sesama. Sikap empati menjadi wujud keimanan dan ketakwaan. Menjadi simbol apik
mengenai kasih sayang bagi sesama.
Rasulullah SAW telah mengajarkan kita
agar melekatkan sikap empati pada diri. Menegasikan sikap apatis atau acuh tak
acuh, hingga melahirkan motivasi indah dalam mengobati setiap kepelikan yang
dihadapi oleh sesama. Ikhtiar, doa, dan tawakal yang maksimal karena-Nya pun
menjadi kunci utama lahirnya solusi setiap keterpurukan. Sungguh, Allah
melarang kita bersikap acuh tak acuh dan menganjurkan kepada kita agar
mengedepankan rasa peduli atau sikap empati. Sikap acuh tak acuh hanya akan
membuat diri kita rapuh tak bermakna. Bahkan, hingga menjauh dari kasih
sayang-Nya. Maka, sikap empati sangat esensial bagi berlangsungnya kehidupan di
muka bumi. Allah SWT berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat
siksaan-Nya.” (QS al-Maidah: 2).
Sikap empati melekat pada pribadi
Mukmin sejati. Diwujudkan dalam aksi saling membantu dan tolong-menolong.
Menjadikan kasih sayang kepada sesama karena-Nya sebagai modal elite dalam
mengarungi peliknya kehidupan. Membuang jauh-jauh keangkuhan atau sikap acuh
tak acuh yang akan melahirkan keburukan bagi diri dan sesama. Allah SWT
berfirman, “Dan, janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong)
dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS Luqman: 18). Ibnu Katsir
di dalam kitabnya Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim mengemukakan, ayat ini
memerintahkan agar kita tidak menjadi orang yang angkuh, acuh tak acuh, keras
kepala, dan berbuat sewenang-wenang hingga mengundang murka-Nya. Maka, sungguh
beruntunglah ia yang menjadikan sikap empati sebagai resep istimewa dalam
mewujudkan keharmonisan antarsesama. Rasa peduli menghadirkan solusi setiap
kesedihan dan pedoman kebahagiaan bagi kehidupan manusia di muka bumi. Wallahu
a’lam.
Oleh : Muhamad Yoga Firdaus
Sumber : https://www.republika.id
Comments
Post a Comment