Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam
kitabnya Madarij As Salikin mengatakan, syukur itu dapat direalisasikan dengan
lisan seorang hamba yaitu mengakui dan memuji keagungan Tuhannya, kemudian
hatinya semakin meyakini dan mencintai-Nya, untuk selanjutnya mewujudkan
kesyukuran tersebut dengan segenap anggota badan. Adapun cara cerdas dalam
bersyukur dapat dilakukan dengan tiga hal yakni mengakui nikmat dari Allah
dalam hatinya (i'tiraf), memuji Allah, zat yang memberi nikmat (muním), dan
menundukkan kenikmatan (taskhiran niam) untuk ketaatan di jalan Allah bukan
bermaksiat kepadanya. Cerdas dalam bersyukur merupakan salah satu kunci
kebahagiaan dalam hidup. Orang bersyukur akan berusaha menjadikan kualitas
hidupnya lebih baik. Orang yang bersyukur pun akan mampu melihat segala sesuatu
secara jernih, obyektif, cerdas dan penuh syukur. Dia pun akan lebih mampu
menikmati hidup.
Apa yang harus dilakukan untuk menjadi hamba yang pandai bersyukur : Mengetahui apa itu nikmat dan meyakini nikmat tersebut merupakan anugerah Allah SWT. Berbahagia dan bergembira dengan nikmat yang dianugerahkan sera mengabarkan kepada orang lain bahwa Allah SWT telah memberikan nikmat (HR Ahmad dan Tirmidzi). Memahami akibat buruk dari mengkhufuri nikmat, yakni datangnya azab dari Allah (QS Ibrahim ayat 7) : “ Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. “. Melaksanakan hal yang dikhendaki pemberi nikmat baik lisan maupun perbuatan. Mengagungkan Allah sebagai Zat pemberi nikmat (QS Al Baqarah 185) : “ (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. “.
Sumber : https://www.republika.co.id/
Comments
Post a Comment