Setiap gerakan shalat dan bacaannya
memiliki nilai filosofis yang sangat dalam. Shalat merupakan ibadah wajib yang
biasa dilakukan Muslim setiap harinya. Setiap gerakan dan bacaannya memiliki
nilai filosofis yang sangat dalam. Karena sejatinya shalat adalah percakapan
yang paling indah dan agung antara Tuhan dengan hamba. Namun tak jarang kita
melakukan rutinitas shalat ini tanpa memahami makna bacaan yang kita ucapkan.
Akibatnya, shalat kita tidak memberikan dampak sama sekali dalam hidup. Banyak
sekali ayat dan hadis yang memberikan penjelasan tentang kedahsyatan shalat,
baik fardhu maupun sunah. Bahkan ada garansi dari Allah, ketika kita mampu
menjalankan shalat secara khusyuk, kita akan menjadi manusia yang beruntung (QS
al-Mu’minun : 1-2) “1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2.
(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,”. Bukankah ini yang
sebenarnya kita cari-cari selama 24 jam dalam sehari, 30 hari dalam sebulan,
dan 365 hari dalam setahun ? Salah satu bacaan dalam shalat yang sering kita abaikan
maknanya adalah doa saat duduk di antara dua sujud. Makna bacaan doa duduk di
antara dua sujud, antara lain. Pertama, Rabbighfirlii, “Wahai Tuhan ampunilah
dosaku.” Dosa adalah beban berat yang wajib dikurangi, bahkan dibuang. Karena
dosa, hati menjadi kotor, bahkan mati. Dosa pula yang menjadi sebab seorang
hamba malas beribadah dan rezekinya seret.
Kedua, Warhamnii, “sayangilah
diriku.” Tidak ada kasih sayang terindah di dunia ini selain kasih sayang
Allah. Tidak pula kasih sayang manusia yang satu dengan yang lain, kasih sayang
orang tua kepada anak, suami kepada istri, bahkan seseorang atas dirinya
sendiri. Kasih sayang Allah jauh di atas segala kasih sayang. Ketiga,
Wajburnii, “tutuplah segala aibku.” Siapakah yang mampu menutup aib seseorang selain
Allah ? Bersyukur sebab meski aib kita banyaknya tak terkira, Allah telah
menutupnya dari hadapan manusia. Bayangkan andai setiap aib yang dilakukan
manusia itu Allah tampakkan ? Keempat, Warfa’nii, “tinggikanlah derajatku.”
Siapakah yang mampu meninggikan derajat seorang hamba beriman kalau bukan Allah
SWT ? Apa yang terjadi jika manusia tidak punya derajat ? Atau jika derajatnya
sama dengan binatang ? Kelima, Warzuqnii, “berikanlah aku rezeki.” Jangankan
makhluk bernama manusia, semut hitam kecil pun diberi rezeki oleh Allah (QS Hud
: 6) “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”.
Apalagi manusia yang Ia ciptakan
sebagai wakil-Nya di muka bumi ini. Keenam, Wahdini, “berikanlah aku petunjuk
ke jalan kebahagiaan.” Petunjuk adalah hal terpenting dalam hidup seorang
hamba. Kita tidak hanya minta petunjuk yang berkaitan dengan akhirat, tapi juga
minta petunjuk agar terhindar dari mengambil keputusan yang salah untuk
kebahagiaan di dunia. Ketujuh, Wa’aafinii, “berikanlah aku kesehatan.” Bila
seorang Muslim itu sehat fisik dan imannya, ia bisa memberi dan menambah
kemaslahatan bagi sesama. Demikian sebaliknya. Kedelapan, Wa’fuannii, “maafkan
segala kesalahanku.” Allah SWT Maha Pemaaf kepada setiap hamba-Nya. Manusia itu
tempatnya salah dan lupa, maka kita membutuhkan ampunan-Nya. Kedelapan kekuatan
doa ini akan berubah menjadi keajaiban hidup, tidak hanya soal kecukupan materi
saja, tapi ketenangan hidup lahir dan batin. Syaratnya? Kita mampu melakukannya
dengan rendah hati dan suara yang lembut (QS al-A’raf : 55) “Berdoalah kepada
Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas”. Wallahu a’lam.
Oleh : Abdul Muid Badrun
Sumber : https://www.republika.id/
Comments
Post a Comment