Berbuat baik dan memuliakan anak
yatim adalah amal saleh yang efeknya begitu dahsyat. Ketetapan dan takdir Allah
tak selamanya sesuai harapan. Ada kalanya takdir tersebut membuat sedih dan
hati perih. Merebaknya virus korona menjadi salah satu contohnya. Nyawa manusia
banyak yang terenggut. Tak sedikit anak-anak kecil yang lemah menjadi yatim. Bagi
seorang Muslim, seburuk apa pun takdir itu tetap diyakini ada hikmah yang
menyertainya. Setidaknya, dengan keberadaan anak yatim terbuka kesempatan
mendulang pahala dan melejitkan perolehan catatan kebaikan. Islam memerintahkan
dan menjelaskan fadhilah berbuat baik kepada anak yatim. Dalam definisi para
ulama, “Anak yatim itu adalah anak yang ditinggal wafat oleh ayahnya sebelum
mencapai usia baligh. Status yatim tetap melekat padanya hingga baligh. Jika
telah balig maka tak lagi berstatus yatim.” (Lihat Majmu’ul Fatawa, 34/108). Dalam
Islam, sosok anak yatim teramat istimewa dan dimuliakan. Ayat-ayat Alquran
setiap kali memerintahkan berbuat baik kepada sesama maka salah satu sasarannya
yang selalu disebutkan adalah anak-anak yatim. Berbuat baik kepada anak yatim
sejatinya bukan saja untuk kepentingan anak yatim. Sebab, jika direnungi, yang
paling banyak mendapatkan manfaat dan maslahat justru pelaku kebaikan itu
sendiri. Derajat yang tinggi di akhirat salah satu manfaat yang menanti pada
pemulia anak yatim.
Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW
bersabda yang artinya, “Saya dan pengkafil anak yatim di surga seperti ini,
lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.” (HR
Bukhari). Hadis ini menunjukkan betapa dekatnya posisi pengkafil anak yatim
dengan Rasulullah. Imam Nawawi berkata, “Pengkafil yatim adalah orang yang
mengurusi urusan anak yatim meliputi nafkah, pakaian, dan pendidikan.” (Syarah
Shahih Muslim, 13/118). Selain derajat yang tinggi di akhirat, memuliakan anak
yatim juga penyebab lembutnya hati seseorang. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika
engkau ingin hatimu lembut maka beri makanlah orang miskin dan usaplah kepala
anak yatim.” (HR Imam Ahmad). Informasi di atas makin menegaskan, berbuat baik
dan memuliakan anak yatim adalah amal saleh yang efeknya begitu dahsyat.
Mengusap kepalanya saja sudah sangat luar biasa fadhilahnya. Bagaimana jika
melebihi mengusap kepala ? Tentu fadhilahnya jauh lebih menakjubkan. Tak heran
jika para sahabat begitu gigih dalam urusan berbuat baik kepada anak yatim.
Imam Bukhari menceritakan dalam kitab Adabul Mufrad tentang perhatian Ibnu Umar
terhadap anak yatim. Putra Umar bin Khattab ini tidak makan, kecuali di meja
makannya ada anak yatim yang makan bersamanya. Maslahat memperhatikan anak
yatim tidak berhenti pada level individual. Ketika mereka mendapatkan perhatian
maksimal maka mereka bisa menjadi aset umat. Sejarah telah membuktikan. Betapa
banyak sosok istimewa dan berkontribusi untuk kemaslahatan umat yang masa
kecilnya berstatus yatim. Bahkan, nabi kita adalah sosok yang terlahir dalam
keadaan yatim.
Oleh Ahmad Rifai
Sumber : https://www.republika.id/
Comments
Post a Comment