Kehadiran virus Corona Covid-19
nyaris melumpuhkan aktivitas rutin umat manusia di kolong langit ini.
Negara-negara adidaya yang memiliki kecanggihan dunia kedokteran dan
persenjataan super kuat sepertinya tidak berdaya menghadapi makhluk super mikro
ini. Mereka belum tuntas menyelesaikan satu jenis virus muncul lagi virus jenis
baru. Akibatnya, anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan
infra struktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat tersedot oleh
penanggulangan Covid-19 ini. Apa, siapa, dan untuk apa sebenarnya makhluk
Covid-19 ini ? Apakah Covid-19 azab atau musibah ? Pertanyaan ini tidak cukup
dijawab oleh hanya satu disiplin ilmu. Apalagi jika ditambahkan pertanyaan
bagaimana dan dengan cara apa, serta siapa yang paling bertanggung jawab untuk
mengatasi berbagai dampak Covid-19 ini ? Dalam perspektif Al-Qur’an dikenal dua
istilah, yaitu azab dan musibah. Azab
ialah siksaan yang ditimpakan kepada para pendosa dan pendurhaka yang
melampaui batas dan biasanya ditimpakan kepada kaum kafir dan tidak ditimpakan
kepada hamba Tuhan yang beriman, seperti seperti banjir besar yang
menenggelamkan umat nabi Nuh, pandemi yang
membinasakan umat Nabi Saleh,
gempa dahsyat yang menelan umat Nabi Luth, serangan burung Ababil yang
membawa virus membinasakan pasukan Abrahah. Kesemua bencana tersebut hanya
menimpa orang-orang kafir yang durhaka dan tidak menimpa orang-orang yang
beriman, sungguhpun orang-orang beriman itu berada di tengah-tengah mereka. Sedangkan
musibah ialah ujian yang ditimpakan kepada hamba Tuhan, baik yang beriman atau
kafir, orang saleh maupun para pendosa, seperti dinyatakan dalam ayat : “ Dan
apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah mengampuni sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) ”.
(Q.S. al-Syura/42: 30). Demikian pula dalam ayat : “ (Allah) Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya “. (Q.S. al-Mulk/67:2).
Bagi umat Islam, khususnya kita dari
kalangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah, meyakini virus Corona Covid-19 bukan azab
melainkan musibah, dengan dasar dalil ‘aqli dan naqli. Dalil ‘aqli-nya yang
terinveksi virus ini bukan hanya orang-orang kafir dan atau pendosa tetapi juga
orang-orang beriman dan shaleh. Siapapun yang lengah dan tidak mengindahkan
protokol kesehatan berpotensi terinveksi. Dalil naqli-nya antara lain hadis
Nabi yang menyatakan tiga doa yang diajukan Nabi Muhammad Saw untuk umatnya,
pertama, agar umatnya tidak ditima azab seperti yang pernah ditimpakan pada
umat-umat terdahulu; kedua, agar agama Islam terus berkembang hingga akhir
zaman; dan ketiga, agar umatnya tidak
berkonflik satu sama lain. Allah Swt mengabulkan doa-doa tersebut kecuali yang
terakhir (HR. Muslim & Turmudzi). Dari kenyataan tersebut maka dapat
ditegaskan bahwa pandemi Covid-19 adalah musibah, bukan azab. Fungsi azab dan
musibah berbeda. Azab sebuah siksaan yang lebih tegas untuk menyiksa
orang-orang kafir dan melampaui batas. Azab itu merupakan siksaan prolog di
dunia dan akan berlanjut di akhirat. Sedangkan fungsi musibah, sebagaimana
disebutkan dalam hadis ialah sebagai pembelajaran dan pencucian dosa masa
lampau. Azab selalu berkonotasi negatif sedangkan musibah tidak selamanya
berkonotasi negatif. Bahkan musibah bisa bermakna “surat cinta” (Devine
invitation) Tuhan untuk hamba-Nya, sebagaimana diisyaratkan dalam hadis :
“Tidaklah seorang muslim ditimpakan kelelahan, penyakit kronis, nerveous,
kesedihan mendalam, marabahaya, kesusahan hingga stres yang mencemaskannya
melainkan semuanya itu berfungsi sebagai pengampunan dosa”. (HR. al-Bukhari,
al-Turmudzi dan Ahmad). Dalam hadis lain juga ditegaskan : “Jika Allah
berkehendak positif terhadap hamba-Nya, maka Dia akan mendahulukan siksaan
terhadapnya di dunia. Dan jika Allah berkehendak negatif kepada hamba-Nya maka
siksaan akibat dosa-dosanya ditunda sampai ke hari akhirat”. (HR. Turmudzi dari
Anas). Tentu kita berharap semoga musibah pandemi Covid-19 yang menimpa umat
manusia saat ini mempunyai banyak hikmah yang penting untuk dijadikan sebagai
proses pembelajaran (lesson learning) untuk menatap dan menjalani masa depan.
Yang paling penting semoga Allah Swt,
Tuhan Yang Maha Kuasa sesegera mungkin mengangkat virus ini dan membantu kita
semua untuk menyelesaikan berbagai dampak
yang ditimbulkannya di dalam masyarakat. Sudah tidak bijaksana lagi kita
menuding seseorang, instansi, masyarakat, atau negara tertentu terhadap
merebaknya virus mematikan ini. Yang diperlukan saat ini ialah kebersamaan
dan kebesaran jiwa untuk menerima
kenyataan bahwa semua pihak mempunyai andil terhadap munculnya bencana masif
ini.
Oleh : Prof KH Nasaruddin Umar (Imam
Besar Masjid Istiqlal)
Sumber : https://republika.co.id/
Comments
Post a Comment