Beberapa waktu lalu Indonesia menjadi
sorotan karena survei yang dilakukan perusahaan Microsoft melalui Digital
Civility Index (DCI), sebagaimana penulis kutip dari laporan Civility, Safety
and Interaction Online edisi ke-5 bulan Februari 2021 yang dikeluarkan
Microsoft. Indonesia menduduki rangking 29 dengan nilai DCI 76, yang menunjukan
tingkat keberadaban (civility) netizen Indonesia sangat rendah dibawah Singapura
dan Taiwan. Keberadaban yang dimaksud dalam laporan ini terkait dengan perilaku
berselancar di dunia maya dan aplikasi media sosial, termasuk risiko terjadinya
penyebarluasan berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian atau hate speech,
diskriminasi, misogini, cyberbullying, trolling atau tindakan sengaja untuk
memancing kemarahan, micro-aggression atau tindakan pelecehan terhadap kelompok
marginal (kelompok etnis atau agama tertentu, perempuan, kelompok difabel,
kelompok LGBT dan lainnya) hingga ke penipuan, doxing atau mengumpulkan data
pribadi untuk disebarluaskan di dunia maya guna mengganggu atau merusak
reputasi seseorang, hingga rekrutmen kegiatan radikal dan teror, serta
pornografi.
Di era digital saat ini, dimana
komunikasi bisa dilakukan secara bebas tanpa batasan waktu dan tempat, ada
banyak hal yang terabaikan. Masyarakat Indonesia yang seharusnya menjunjung
adat ketimuran dapat menunjukkan nilai-nilai budaya Indonesia yang sudah dikenal
dunia seperti keramah-tamahan dan kesopanannya. Sayangnya, hal ini sepertinya
terlupakan dan terabaikan ketika berselancar di dunia maya. Ketika mengunjungi
platform media sosial seperti Instagram, Facebook atau Twitter maupun layanan
video berbagi seperti YouTube, kita
dengan mudah menjumpai konten-konten sensitif seperti konten dengan tema
politik, suku, agama dan ras, bila kita merujuk pada kolom komentar tentu akan
kita jumpai banyak sekali komentar-komentar yang tidak mengindahkan lagi
norma-norma kesopanan yang ada di masyarakat Indonesia. Penulis tidak membahas
faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi keberadaban netizen di Indonesia.
Sepemahaman penulis, selama ini masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
terkenal menjunjung tinggi kesopanan dan tata karma. Sehingga, dalam interaksi
sosial secara langsung tatap muka, masyarakat cenderung lebih mawas diri dan
berhati-hati. Bisa jadi untuk menghindari cibiran, celaan, atau sanksi sosial
yang berlaku di masyarakat bila melanggar nilai-nilai tersebut.
Hal berbeda terjadi di dunia media
sosial, dimana setiap individu bisa membuat akun palsu atau tanpa nama yang
kemudian hari bisa dihapus atau ditinggalkan bila sudah tidak digunakan lagi.
Seseorang yang ingin melakukan kejahatan melalui media sosial dengan menghina,
menghujat, melecehkan atau bahkan menipu akan dengan sangat mudah melancarkan
aksinya tanpa ada sanksi sosial yang akan dihadapi di dunia nyata. Perilaku
buruk di dunia maya akan semakin meningkatkan fenomena aksi cyber bullying. Korban
cenderung memilih untuk melaporkan oknum-oknum yang melakukan cyber bullying ke
pihak yang berwajib. Hal ini dimaksudkan untuk menimbulkan efek jera bagi
orang-orang yang dengan sengaja menyerang orang lain lewat media sosial.
Menurut UU No 19 Tahun 2016 sebagai Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), ada lima pasal yang mengatur etika
bermedia sosial, mulai pasal 27 sampai 30. Baik menyangkut konten yang tidak
selayaknya diunggah maupun penyebaran hoaks dan ujaran-ujaran kebencian,
termasuk juga mengambil data orang lain tanpa izin.
Etika dalam bermedia sosial
Pergunakan bahasa yang baik
Dalam beraktivitas di media sosial,
hendaknya selalu menggunakan bahasa yang baik dan benar sehingga tidak menimbulkan
resiko kesalahpahaman yang tinggi. Alangkah baiknya apabila sedang melakukan
komunikasi pada jaringan internet menggunakan bahasa yang sopan dan layak serta
menghindari penggunaan kata atau frasa multitafsir. Setiap orang memiliki
preferensi bahasa yang berbeda, dan dapat memaknai konten secara berbeda,
setidaknya dengan menggunakan bahasa yang jelas dan lugas Anda telah berupaya
mengunggah konten yang jelas pula.
Hindari Penyebaran SARA, Pornografi
dan Aksi Kekerasan
Sebisa mungkin hindari menyebarkan
informasi yang mengandung unsur SARA (Suku, Agama dan Ras) serta pornografi
pada jejaring sosial. Biasakan untuk menyebarkan hal-hal yang berguna dan tidak
menimbulkan konflik antar sesama. Hindari juga mengupload foto kekerasan
seperti foto korban kekerasan, foto kecelakaan lalu lintas maupun foto
kekerasan dalam bentuk lainnya. Jangan menambah kesedihan para keluarga korban
dengan menyebarluaskan foto kekerasan karena mungkin saja salah satu dari
keluarganya berada di dalam foto yang anda sebarkan.
Periksa Sumber Kebenaran Berita
Anda diharapkan waspada ketika kita
menerima suatu informasi dari media sosial yang berisi berita yang menjelekkan
salah satu pihak di media sosial dan bertujuan menjatuhkan nama baik seseorang
dengan menyebarkan berita yang hasil rekayasa. Maka hal tersebut menuntut anda
agar lebih cerdas lagi saat menangkap sebuah informasi, apabila anda ingin
menyebarkan informasi tersebut, alangkah bijaknya jika Anda melakukan kroscek
terlebih dahulu atas kebenaran informasi tersebut.
Menghargai Hasil Karya Orang Lain
Pada saat menyebarkan informasi baik
dalam bentuk foto, tulisan maupun video milik orang lain maka biasakan untuk
mencantumkan sumber informasi sebagai salah satu bentuk penghargaan atas hasil
karya seseorang. Jangan membiasakan diri untuk serta merta mengcopy-paste tanpa
mencantumkan sumber informasi tersebut.
Jangan Terlalu Mengumbar Informasi
Pribadi
Ada baiknya Anda harus bersikap bijak
dalam menyebarkan informasi mengenai kehidupan pribadi (privasi) anda saat
sedang menggunakan media sosial. Janganlah terlalu mengumbar informasi pribadi
Anda terlebih lagi informasi mengenai nomor telepon atau alamat rumah Anda. Hal
tersebut bisa saja membuat kontak lain dalam daftar anda juga akan menjadi
informasi bagi mereka yang ingin melakukan tindak kejahatan kepada orang lain.
Kita, masyarakat secara umum,
haruslah lebih sadar dengan aturan dalam menggunakan media sosial. Walaupun
orang lain tidak mengetahui identitas asli kita, alangkah baiknya bila kita
tetap menjaga sopan santun dan tata krama yang selama ini menjadi nilai
kebanggaan bangsa Indonesia. Kita tentunya tidak menginginkan jika netizen
Indonesia terkenal di mata dunia bukan karena prestasi tetapi karena kata-kata
tidak sopan dan kelakuan bar-bar yang ditebarkan di dunia maya. Bijaklah dalam
menggunakan media sosial demi diri kita sendiri dan masyarakat yang lebih baik.
Jadi pergunakanlah media sosial sebaik dan sebijak mungkin terlebih lagi dalam
hal penyebaran informasi. Biasakan untuk selalu berpikir terlebih dahulu
sebelum Anda bertindak. Semoga bermanfaat.
Penulis : Dalfin Ponco Nugroho
Sumber :
https://www.microsoft.com
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/
Comments
Post a Comment