Syukur itu untuk kebaikan kita
sendiri. Nikmat akan ditambah ketika manusia bersyukur. Dalam hidup, begitu
banyak kenikmatan yang kita dapatkan. Jumlah yang tak mungkin bisa dihitung.
Dari sekian banyak anugerah, mungkin hanya sebagian saja yang kita sadari.
Sisanya sering terlupakan. Kesehatan dan waktu, misalnya, sering kita lupakan. Tak
sadar dengan hadirnya sehat pada diri. Kita terlelap hingga lupa diri. Baru
sadar akan anugerah sehat sesaat setelah sakit menghampiri. Mengenai hal ini,
Nabi mengingatkan kita dalam sabdanya: “Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia
tertipu pada keduanya, yaitu kesehatan dan waktu.” (HR Bukhari). Setiap
anugerah yang Allah beri sudah semestinya selalu disyukuri. Mengafirmasi
sekaligus memanfaatkan nikmat sesuai dengan keinginan Sang Pemberi. Allah
menganjurkan kita untuk selalu bersyukur atas setiap pencapaian maupun
penghasilan. Besar atau kecil, banyak atau sedikit, kebaikan dari Allah harus
selalu disyukuri. Allah SWT berfirman, “… bersyukurlah kepada Allah. Dan barang
siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri. Dan barang siapa yang kufur (kepada Allah), maka sesungguhnya
Allah Mahakaya juga Maha Terpuji.” (QS Luqman: 12).
Perintah untuk bersyukur bukan
berarti Allah membutuhkan syukur kita. Allah tak butuh terima kasih manusia.
Kemahakayaan Allah tidak akan berkurang disebabkan manusia mengingkari,
begitupun sebaliknya. Syukur itu untuk kebaikan kita sendiri. Nikmat akan
ditambah ketika manusia bersyukur. Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan
menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
pasti azab-Ku sangat berat’.” (QS Ibrahim: 7). Syukur atas setiap nikmat sudah
sepatutnya kita lakukan. Sebagai bentuk terima kasih hamba kepada Sang Pemberi
Anugerah. Pengakuan dan kesadaran akan hadirnya nikmat Allah yang kemudian
diekspresikan dalam ucapan dan perbuatan. Lisan, hati, dan perbuatan adalah
satu kesatuan untuk mengafirmasi anugerah yang didapatkan. Ucapan
“alhamdulillah” yang diaminkan oleh hati dan diekspresikan dalam tindakan
adalah cara bersyukur. Lisan orang yang bersyukur selalu terjaga. Karena itu,
perkataan yang keluar harus kebaikan. Hati harus selalu merasa cukup. Ikhlas
menerima setiap anugerah dari Allah. Dan tidak pernah iri pada nikmat yang
dimiliki orang lain. Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda: “Jadilah orang
yang wara’, maka engkau akan menjadi hamba yang paling berbakti. Jadilah orang
yang qanaah, maka engkau akan menjadi hamba yang paling bersyukur.” (HR Ibnu
Majah). Bersyukur adalah menggunakan nikmat sesuai dengan yang Allah inginkan.
Semuanya tentu harus bermuara pada kebaikan dan ketaatan. Kita harus paham dan
sadar betul untuk apa semua anugerah itu diberikan. Kesehatan, kekayaan,
jabatan, pendidikan. dan yang lainnya semata-mata untuk sarana pengabdian
kepada sang pemberi kehidupan. Wallahu a’lam.
Oleh : Abdillah
sumber : https://www.republika.id/
Comments
Post a Comment