Lesbian, gay, biseksual, dan
transgender (LGBT) kini semakin marak diperbincangkan, baik di Indonesia pada
khususnya, maupun dunia pada umumnya. Satu hal yang menjadi pertanyaan ialah,
"Bagaimana perspektif hukum khususnya Islam sebagai agama mayoritas di
negara Indonesia dalam menyikapi kaum dengan ciri khas bendera pelangi tersebut
? Dibenarkankah jika LGBT dilegalkan di Indonesia, khususnya pada lingkungan
universitas ?" Muncul berbagai pro dan kontra mengenai golongan LGBT. Tak
jarang, mereka yang menginginkan agar LGBT dilegalkan di Indonesia menjadikan
hak asasi manusia (HAM) sebagai tameng utama. Kemerdekaan berekspresi merupakan
salah satu hak fundamental yang diakui dalam sebuah negara hukum yang
demokratis dan menjunjung tinggi HAM. Indonesia sebagai salah satu negara
hukum, jaminan mengenai kebebasan berekspresi diatur dalam UUD 1945 Amendemen
II, yaitu Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan
hati nuraninya". Selanjutnya, dalam ayat (3) diyatakan, "Setiap orang
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." Selain
itu, UU RI No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara lebih dalam
mengatur mengenai kebebasan berekspresi tersebut, dalam Pasal 22 ayat (3) UU
itu menyebutkan, "Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan, dan
menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan atau tulisan
melalui media cetak maupun media cetak elektronik dengan memperhatikan
nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan
bangsa."
Memang benar, setiap manusia
mempunyai kebebasan masing–masing, tapi jika ditelaah lebih dalam bahwa
kebebasan yang dimiliki berbanding lurus dengan batasan yang harus dipenuhi
pula, seperti apakah melanggar agama, kesusilaan, kepentingan umum, hingga
keutuhan bangsa ? Pada kenyataanya, dengan banyaknya desas–desus yang
memperbincangkan mengenai status kaum bendera pelangi ini mengarahkan pada satu
kesimpulan, masyarakat Indonesia merasa keamanan dan ketertiban mereka
terancam. Bahkan, dengan hanya satu kata, LGBT, dapat menimbulkan benih-benih
keretakan keutuhan bangsa ini. Sebagaimana menurut UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945 pada amendemen II sudah secara tegas memasukkan hak atas
rasa aman ini di Pasal 28A-28I. Juga, diatur dalam Pasal 30 UU RI No 39 Tahun
2009 tentang HAM, "Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta
perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu". Juga, Pasal 35, "Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan
masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman, dan tenteram yang menghormati,
melindungi, dan melaksakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar
manusia sebagaimana diatur dalam undang-undang ini." Para pihak yang
kontra merasa dengan adanya kaum LGBT yang tak lazim tumbuh di tengah
masyarakat Indonesia dengan adat dan agamanya yang kental, sehingga kenyamanan
mereka untuk bersosialisasi dengan bebas pun terenggut. Masyarakat satu sama
lain bersikap lebih waspada dan mencurigai kehadiran kaum LGBT. Seolah-olah,
masyarakat suatu negara terbagi dua golongan, kaum LGBT dan non-LGBT.
Dalam Islam pun sudah terang Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Esa, melarang keras hamba-Nya agar tidak masuk golongan
orang-orang yang menyukai sesama jenis, seperti lesbi maupun gay, biseksual,
dan transgender. Alquran sebagai sumber ajaran agama Islam di dalamnya terdapat
berbagai pelajaran mulai dari cerita masa lampau hingga ramalan masa kini.
Salah satunya, kisah pada zaman Nabi Luth, kaumnya yang terkenal sebagai
penyuka sesama jenis dilaknat Allah SWT dengan azab amat pedih. Ini merupakan
pertanda bahwa Allah SWT tidaklah menyukai perbuatan tersebut. Dalam masalah
penetapan hukum, sudah tentu ada yang mendukung dan menolak. Bahkan, dalam
upaya menetapkan hukum Allah sebagai hukum positif, mungkin lebih banyak yang
tidak mendukung daripada mendukung. Namun, peringatan Allah mengharuskan
pembuat keputusan mendahulukan kehendak Tuhan daripada selera manusia yang tak
ada ujungnya. Indonesia pun sebagai negara berdaulat dan memiliki hukum sendiri
sudah jelas tertera di Pasal 1 UU No 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan bahwa
"Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Perkawinan bertujuan salah satunya
melestarikan umat manusia. Sangat kontras bila dibandingkan kaum LGBT yang
penyuka sesama jenis. Bila dilegalkan, LGBT akan berdampak pada timbulnya
berbagai masalah. Mulai dari menurunnya angka kelahiran karena sudah pasti
sesama jenis tak bisa menghasilkan keturunan, hingga masalah lain seperti yang
sudah disinggung di atas (keresahan masyarakat yang merasa keamanan hidupnya
terusik hingga retaknya keutuhan bangsa menjadi golongan pro dan kontra LGBT). Dalam
UU Perkawinan Indonesia juga memperhatikan dasar agama, yakni Ketuhanan Yang
Maha Esa. Menjadi salah satu alasan memperkuat pandangan hukum Islam mengenai
LGBT yang dilarang Allah SWT. Dapat disimpulkan bahwa tidak dibenarkan bila
kaum LGBT menjadi legal di Indonesia, mengingat kembali Indonesia merupakan
negara hukum dengan masyarakat yang menghargai tradisi dan agama masing-masing.
Tidakkah (apabila) golongan LGBT yang keberadaannya semakin terang-terangan di
Indonesia akan membuat masyarakat normal merasa tak aman dan mengganggu
kenyamanan ? Sungguh, sangat salah jika menggunakan tameng HAM untuk melegalkan
tindakan kelompok LGBT, apalagi sampai membawa kasus ini ke forum internasional
melalui LSM yang mendapat dukungan dana besar dari negara Barat yang
menginginkan Indonesia menganut pelegalan LGBT sebagaimana di berbagai negara
Barat. Jika kelompok LGBT tetap ingin mempertahankan pilihannya tanpa ada
keinginan memperbaiki menjadi manusia normal seutuhnya, mengapa harus
menginginkan LGBT menjadi kebutuhan sosial ? Sedangkan, masyarakat Indonesia
sangat tegas dan keras melarang segala bentuk praktik LGBT berdasar ketentuan
hukum, perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban,
kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Sumber : https://www.republika.co.id/
Oleh : Intan Mahabah Nabila
Comments
Post a Comment