Di Makkah, Nabi Muhammad memulai
dakwahnya. Beliau mendapatkan bantuan materi dari tambatan hatinya Khadijah
binti Khuwailid. Tak hanya itu, putra Abdullah ini juga didukung oleh pamannya,
Abu Thalib. Namun, kedua orang ini wafat pada tahun ke sepuluh kenabian. Sejak
itu kaum kafir Quraisy memusuhi cucu Abdul Muthalib ini. Rasul ketika itu
berpikiran untuk hijrah. Mungkin di negeri lain ada secercah harapan, bahwa
masyarakat kota seberang akan menerima dakwahnya. Rasul berjalan kaki,
berhijrah menuju Thaif. Di kota itu, Rasul tinggal bersama Zaid bin Harisah
selama 10 hari. Di sanalah muncul optimisme masyarakat setempat akan menerima
dak wah Islam. Nabi bertatap muka dengan pembesar Bani Tsaqif : Abdi Talel,
Khubaib dan Mas'ud. Kepada mereka kekasih Allah ini mengenalkan tauhid. Begitu
tragis, utusan Allah ini justru menjadi target pelecehan, penghinaan, umpatan,
yang diluapkan dengan kata-kata kotor. Rasul dilempari batu hingga terluka.
Dalam kondisi terserang, Zaid melindungi Rasul hingga mengakibatkan kepalanya
terluka. Keduanya melarikan diri ke kebuh milik 'Utbah bin Ra bi'ah. Di sana
mereka beristirahat dan mengobati luka. Ketika itu Rasulullah bermunajat kepada
Allah SWT agar dirinya dikuatkan menghadapi cobaan yang begitu berat.
Allah SWT menjawab doa sang nabi.
Malaikat Jibril dan penjaga gunung mendatanginya. Jibril bertutur kepada sang
Nabi, Apakah engkau mau aku timpakan dua gunung kepada mereka (masyarakat
Thaif) ? Kalau itu kau inginkan maka akan aku lakukan. Namun, Rasul tidak
menghendakinya. Bahkan dia mengharapkan Allah akan menciptakan generasi
bertakwa yang lahir dari tulang rusuk masyarakat di sana. (HR Bukhari nomor
3.231 dan Muslim nomor 1.795). Kearifan dan optimisme ini menunjukkan kesabaran
yang luar biasa. Meski dicemooh dan dianiaya, Nabi Muhammad tidak memiliki
dendam menghadapi masyarakat Thaif. Karena itulah dia termasuk dalam Rasul Ulul
Azmi yang kesabarannya sungguh luar biasa. Allah berfirman, Bersabarlah,
seperti para Ulul Azmi. (QS al-Ahqaf: 35). Untuk menyelamatkan diri, Rasul
bersembunyi di sebuah perkebunan. Lokasinya kini tak jauh dari Masjid Qantara (lihat
foto diatas) yang dibangun sekitar 162 tahun lalu oleh Khilafah Turki Usmani.
Di sana pula Rasul bertemu dengan pekerja kebun bernama Addas. Pria Kristen itu
memberikan anggur yang masih bergantungan di tangkainya. Sebelum memakannya,
Rasul mengucapkan bismillah. Mendengar kalimat tersebut, Addas berucap, ‘orang
di sini tak pernah mengucapkan kalimat itu’. Lalu Rasul bertanya asal daerah
Addas. Sang hamba sahaya menyebut Ninawa. Daerah itu berada di tepian Sungai
Tigris, dekat dengan Mosul, Irak. Rasul juga menanyakan agama yang dianut pria
tadi. Addas menjawab, dia mengikuti ajaran Nabi Yunus. Lalu, Rasul menjelaskan
Yunus adalah anak Matta, yang juga saudara Rasulullah. Ketika mendengar itu,
Addas mengetahui Muhammad adalah utusan Allah. Dia langsung memeluk sang Nabi.
Redaksi : Agung Sasongko
Sumber : https://www.republika.co.id/
Comments
Post a Comment