Perkembangan teknologi membuat penggunaan perangkat digital semakin menjamur dan berkembang pesat. Penelitian Next Generation Indonesia menemukan sebanyak 99 persen kaum muda Indonesia rentang usia 16-35 tahun memiliki perangkat digital. Penelitian tersebut diselenggarakan oleh British Council sejak Oktober 2021. Tujuan utamanya untuk melihat kehidupan kaum muda secara lebih dekat menyangkut aspirasi, pendidikan, keterampilan, pekerjaan, politik, demografi, keterlibatan dalam masyarakat secara lokal dan global, dan juga masa depan mereka. Setelah menyelesaikan penelitian selama satu tahun, akhirnya British Council sebagai organisasi internasional dari Inggris Raya untuk kebudayaan dan pendidikan memaparkan laporan studi tentang anak muda di Indonesia, dengan tema “Youth Co:Lab National Dialogue 2022", Rabu (26/10/2022). Senior Programmers Manager British Council Indonesia, Ari Sutanti memaparkan penelitian tersebut melibatkan sebanyak 3.093 responden yang tersebar di 34 Provinsi, dengan 50 persen laki-laki, 49 persen perempuan, dan 1 persen mendefinisikan dirinya sendiri. Ari sendiri menjelaskan responden dalam penelitian tersebut datang dari berbagai jenjang usia dan wilayah kota dan desa. Sebanyak 58 persen responden dari perkotaan dan 42 persen dari pedesaan dan daerah terpencil. Sementara itu, 55 persen responden tinggal di pulau Jawa. Dari segi usia, responden yang berusia 16-19 tahun sebanyak 20 persen, berusia 20-24 tahun sebanyak 27 persen, berusia 25-29 tahun sebanyak 25 persen, dan berusia 30-35 tahun sebanyak 28 persen berusia 30-35 tahun. Penelitian menunjukkan 99 persen kaum muda di Indonesia sudah memiliki perangkat digital. Hal tersebut membuka peluang bagi kaum muda untuk menggunakan internet dan media sosial, yang akhirnya berdampak cukup signifikan bagi diri mereka sendiri.
Apa yang dilakukan generasi muda saat
bermain gawai ? Menurut penelitian Next Generation, perangkat digital digunakan
oleh kaum muda untuk mengekspresikan suara dan identitasnya, berusaha dalam
bidang kewirausahaan, terlibat aktif dalam isu sosial dan politik, dan untuk
mendapatkan berita dan informasi dengan cara baru. Responden kelompok usia yang
lebih tua (usia 25 tahun ke atas) cenderung menggunakan media sosial dan
mencari berita dari televisi, surat kabar, dan lain-lain. Sementara itu, kaum
muda yang berada di bawah usia 25 tahun gemar bermedia sosial, bahkan sumber utama
pencarian informasi dan berita mereka yakni media sosial. Meskipun pengguna
perangkat digital begitu meningkat, jika tidak diiringi kualitas literasi
digital, akan membawa dampak negatif seperti tersebarnya berita bohong dan
perundungan dunia maya. Laki-laki dan perempuan di Indonesia memiliki akses
yang sama dalam perangkat digital. Namun, perempuan mengatakan bahwa mereka
lebih khawatir dalam menggunakan internet dan sering merasa skeptis terhadap
media di Indonesia. Penelitian tersebut juga menunjukkan sebanyak 40 persen
dari responden merasa prihatin dengan terjadinya perundungan pada dunia maya. Risiko
kesehatan mental akibat minimnya literasi digital Penelitian tersebut juga
menunjukkan kaum muda memandang positif terhadap kesehatan mereka, tetapi
sebagian dari mereka juga memiliki kekhawatiran dengan keadaan kesehatannya.
Sebanyak 25 persen mengakui bahwa masalah utama kesehatan mereka yakni
kesehatan mental atau mental health. Manajer Pilar Pembangunan Ekonomi Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Setyo Budiantoro mengatakan bahwa
kecenderungan kaum muda menggunakan media sosial dapat menyebabkan perasaan
Fear of missing out (FOMO). “Dirinya tidak bahagia karena adanya gap. Orang
melihat di social media kan bagus-bagus. Instagram kan nggak mungkin kita buat
yang jelek-jelek. Jadi, perasaan tertinggalkan, missing out itu jadi besar,”
ungkap Setyo.
Sementara itu, Co-Founder,
Greatmind.id, David Irianto menyampaikan aktivitas digital juga memiliki dampak
pada kesehatan mental. Pemakaian digital yang berlebihan tanpa peningkatan
digital literasi akan menyebabkan masalah pada kesehatan mental kaum muda. Baca
juga: Cara Daftar Job Fair Nasional 2022, Ada 18.000 Lowongan Kerja dan Magang
Akses digital bagi kaum muda terbuka begitu lebar, maka kualitas literasi
digital juga perlu ditingkatkan guna meminimalisir dampak negatifnya. David
mengakui platform Greatmind.id, salah satu media yang berbagi pengalaman untuk
pengembangan diri cukup berkembang selama masa Pandemi Covid-19. Pihaknya juga
mengatakan, orang-orang merasakan tekanan-tekanan selama masa Pandemi. “Jadi
mental health problem itu sebenarnya adalah efek atau akibat. Yang perlu
ditarik adalah sumbernya, misalnya karena pandemi, employment, dan juga sosial
politik,” ungkapnya. Kaum muda saat ini mengakui bahwa mereka mencari berita
dan informasi itu melalui media sosial, terutama Tiktok. Media sosial dibangun
untuk menarik atensi seseorang, sehingga orang tersebut dapat tenggelam dan ada
perasaan yang sangat kuat di sana. “Nah ketika seseorang tidak punya digital
literasi yang cukup baik, lalu dia menggunakan digital platform yang besar,
akhirnya tanpa sadar dia tenggelam di dalam perasaan-perasaan yang terbentuk
oleh algoritma yang ada di sosial media,” pungkasnya. Platform media sosial
sengaja dirancang untuk menimbulkan perasaan yang kuat, sehingga menimbulkan
kecanduan dan selalu penasaran untuk melihat aktivitas para pengguna lainnya.
Oleh karena itu, perkembangan digital perlu disertai dengan peningkatan
literasi yang baik, sehingga orang semakin memiliki analitical thinking dan
critical thinking dalam menggunakan media digital.
Digital literasi yang rendah akan
menimbulkan banyak dampak negatif. David menyampaikan agar kaum muda memiliki
mental yang sehat, maka perlu asupan yang sehat juga. “Hal utama yang perlu
dilakukan yakni membangun kesadaran bahwa yang kita makan, akan menjadi realitas
kita.” Menggunakan perangkat digital dengan mindfull dan critical thinking Jika
kita berniat ingin menjadi pribadi yang lebih baik, kita harus mampu membatasi
diri dalam menggunakan perangkat digital, misalnya dengan cara mengunci atau
lock out dan juga berhenti menggunakannya pada jam-jam tertentu. “Dari saya
kuncinya adalah kalau memang ingin menggunakan platform tersebut, pakailah
dengan mindful,” ungkap David. Mindfull bukan berarti meditasi, tetapi
kesadaran dan pemahaman akan penggunaan media sosial dan perangkat digital
tersebut. Dia berpendapat bahwa ketika ingin bermain instagram, dengan hal-hal
receh sekalipun, nikmatilah kesempatan itu dengan sadar, sehingga ketika
bekerja tidak ingin terus menggunakannya lagi. Selain itu, kemampuan berpikir
kreatif juga merupakan hal yang sangat penting. Orang yang mampu berpikir
kreatif akan lebih kritis, sehingga mampu membedakan hal baik dan buruk
termasuk pada aktivitas digitalnya. “Jadi caranya untuk digital literasi yang
baik yakni critical thinking dan mindfull, kita sadari bahwa sebenarnya ada
kekuatan-kekuatan dari platform ini yang berusaha mencari dan mencuri atensi
kita." David mengatakan ketika kita sadar, kita bisa memilih hal baik dan
memberikan manfaat bagi diri kita tanpa tanpa hal-hal negatif seperti stres,
buang-buang waktu, dan lain-lain. "Jadi kita dapat all the best thing
tanpa dampak-dampak negatifnya,” tutup David.
Artikel dari Kompas.com judul
"Kemampuan Literasi Digital Bantu Anak Muda Jaga Kesehatan Mental",
Klik untuk baca :
https://edukasi.kompas.com/read/2022/10/28/095953071/kemampuan-literasi-digital-bantu-anak-muda-jaga-kesehatan-mental?page=all#page2.
Penulis : Angela Siallagan
Editor : Ayunda Pininta Kasih
Comments
Post a Comment