Program Merdeka Belajar Kampus
Merdeka (MBKM) dari Kemendikbudristek telah menempatkan kegiatan kewirausahaan
sebagai salah satu pilihan mahasiswa untuk berkegiatan di luar kampus dengan
bobot maksimal 20 SKS selama satu semester. Mahasiswa yang memiliki minat yang
besar pada bidang kewirausahaan diberikan kesempatan selebar-lebarnya untuk
menyalurkan hasrat untuk berbisnis. Tanpa memandang dari bidang studi apa
mereka berasal, aktivitas kewirausahaan menjadi pilihan menarik untuk
dijalankan. Kegiatan kewirusahaan telah membuka sekat-sekat antarmahasiswa dari
berbagai program studi untuk berkolaborasi. Kelompok-kelompok bisnis yang
personelnya terdiri atas beragam disiplin ilmu akan menjadi tim yang solid dan
lengkap. Kewirausahaan sebagai mindset Sejatinya kewirausahaan tidak hanya
sekadar kegiatan yang dijalankan selama satu semester, tetapi menjadi dasar
kerangka berpikir (mindset) bagi segenap sivitas akademika untuk beraktivitas.
Karakter yang inovatif, proaktif dan
pengambilan risiko yang terkalkulasi menjadi pijakan kuat dalam bertindak.
Kewirausahaan sebagai kerangka berpikir tidak selalu mendorong mahasiswa untuk
menjadi wirausaha, namun dapat berperan sebagai profesional yang memiliki jiwa
yang bersifat kewirausahaan (entrepreneurial). Karakter inovatif dan proaktif
tidak hanya dibutuhkan wirausaha, tetapi juga beragam profesi yang senantiasa
berkompetisi untuk meraih keunggulan. Kampus bisa memilih peran sebagai yang
“berjiwa” kewirausahaan atau yang benar-benar kewirausahaan (entrepreneurial
university). Biasanya kampus yang menjadikan kewirausahaan sebagai “jiwa” akan
menempatkan kewirausahaan di posisi sentral. Aktivitas mahasiswa berwirausaha
di kampus mendapatkan perhatian khusus. Proses menuju entrepreneurial
university Jalan menjadi kampus yang sungguh entrepreneurial tidak diperoleh
hanya dengan mengumandangkan bahwa kegiatan kewirausahaan telah dijalankan.
Terdapat tiga tahap, seperti dikemukakan Jansen dan kawan-kawan (2015) dari
Utrech University, Belanda, yang disebut sebagai Student Entrepreneurship
Encouragement Model (SEEM).
Tahap pertama adalah edukasi. Pada
tahap ini pihak kampus harus menyediakan staf dan fasilitas yang mendukung
kewirausahaan. Ini syarat pertama yang harus dipenuhi. Personel yang berjiwa
kewirausahaan harus disiapkan dan fasilitas pendukung telah tersedia. Kampus
juga memilih dan mengangkat role models yang dapat dijadikan panutan bagi
segenap warga kampus tentang kewirausahaan yang sukses. Bukan justru
sebaliknya, mengekspos tentang sulitnya berwirausaha dan kegagalan yang
menghantui. Di tahap ini juga mata kuliah pendahuluan kewirausahaan ditawarkan
kepada mahasiswa. Biasanya dikenal sebagai Dasar-Dasar Kewirausahaan atau
Pengantar Kewirausahaan. Hampir seluruh kampus di Indonesia telah menawarkan
mata kuliah ini. Kedua, tahap stimulasi. Pada tahap ini pihak kampus mendukung
pembentukan tim pendiri bisnis dari mahasiswa. Kampus juga menyediakan
mekanisme untuk validasi ide bisnis dan pitching idea. Mahasiswa didorong untuk
mencurahkan ide-ide bisnis yang kreatif dan inovatif. Selanjutnya mereka
diarahkan pada penyusunan model dan rencana bisnis yang dapat dieksekusi dengan
segera. Mahasiswa juga didorong untuk mampu mengembangkan protoype bisnis.
Ketiga, inkubasi. Kampus menjadi sarana untuk mempertemukan mahasiswa wirausaha
dengan wirausaha sesungguhnya agar mereka dapat bekerja sama dan membuka
peluang untuk memperluas jejaring.
Penyediaan ruang kerja bersama
menjadi keniscayaan. Di sinilah proses mentoring untuk start-up terjadi.
Berbagai kompetisi rencana bisnis atau model bisnis diselenggarakan sebagai
pemanis agar mahasiswa makin bersemangat. Namun yang sangat berperan adalah
penyelenggaraan program akselerasi bisnis dan penyediaan pembiayaan bagi bisnis
mahasiswa. Cikal bakal bisnis yang disemai dari kampus hingga menjadi bisnis
yang hadir di tengah masyarakat dapat dilahirkan melalui proses ini. Memang,
untuk menjadi kampus yang “real entrepreneurial”, tidak sekadar menjadikan
kewirausahaan sebagai atribut untuk meramaikan program kewirausahaan
pemerintah, atau mengikuti tren semata harus dirancang secara sistematis dan
serius. Ada tahap berjenjang yang mesti dijalani. Sepertinya mudah tapi kadang
terjal, dan tidak sedikit yang merasa tak jelas kapan akan sampai.
Penulis : Frangky Selamat
Dosen Tetap Jurusan Manajemen,
Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara
Sumber : https://money.kompas.com
Comments
Post a Comment