Ekonomi digital adalah seluruh
kegiatan perekonomian yang memanfaatkan kecanggihan teknologi, yaitu internet
dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Dengan memanfaatkan
teknologi, seluruh proses di dalamnya bisa berjalan lebih cepat dan efisien. Sebagai
informasi, konsep mengenai hal tersebut pertama kali dikenalkan oleh Don
Tapscott dalam bukunya yang berjudul The Digital Economy. Dalam buku tersebut,
Don Tapscott menjelaskan bahwa digital economy adalah kegiatan ekonomi yang
mengandalkan teknologi internet. Penerapan digitalisasi ini tentunya punya
tujuan tersendiri, terutama di Indonesia, dengan tujuan yaitu (1) Memajukan
perekonomian, (2) Mempermudah segala aktivitas bisnis maupun perusahaan secara
lebih maksimal, (3) Mendukung terwujudnya ekonomi kreatif di Indonesia (4) Meningkatkan
pendapatan atau devisa negara, dan (5) Memperkuat ketahanan nasional.
Indonesia memang memiliki sejumlah
potensi digital yang besar. DataIndonesia.id merangkum data yang mendukung
mimpi Indonesia menjadi raksasa digital. Data yang dirangkum antara lain
mencakup perkembangan jumlah pengguna Internet, data uang elektronik beredar,
persebaran start up, transaksi ekonomi digital di Asia Tenggara, ekonomi
digital menurut sektor, kecepatan internet, penetrasi internet, dan sebagainya.
Data selengkapnya dapat disimak melalui tautan ini serta tautan ini. Berdasarkan laporan We Are Social berjudul
Digital 2021, jumlah pengguna internet di Indonesia hanya 72,7 juta orang pada
2015. Dalam waktu enam tahun, jumlah tersebut meroket hingga 178,68% menjadi
202,6 juta orang. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukan
penetrasi internet yang terus tumbuh di Indonesia. Seiring hal tersebut, jumlah
pengguna aktif media sosial di Indonesia juga mengalami peningkatan signifikan.
Mengutip data dari We Are Social,
pengguna aktif media sosial di dalam negeri tercatat sebanyak 72 juta akun pada
2015. Angkanya kemudian naik 136,11% menjadi 170 juta akun pada 2021. Tak hanya
media sosial, masyarakat pun semakin adaptif dengan pembayaran berbasis
elektronik. Ini tecermin dari jumlah uang elektronik yang beredar sebanyak
558,96 juta pada November 2021. Nilai transaksi uang elektronik juga mengalami
pertumbuhan 94,65% (yoy) dari Rp16,08 triliun menjadi Rp31,3 triliun pada
November 2021. Sepanjang tahun ini, nilai transaksi uang elektronik telah
tumbuh dari Rp20,75 triliun pada Januari 2021 atau naik 0,5% pada November
2021. Besarnya pasar digital di Indonesia turut membuat perusahaan rintisan
(startup) menjamur di Indonesia. Menurut Startup Ranking mencatat, Indonesia
memiliki 2.324 startup per Desember 2021.
Jumlah itu menempatkan Indonesia
sebagai negara dengan jumlah startup terbanyak kelima di dunia. Posisi
Indonesia hanya kalah dari Amerika Serikat dengan 70.468 startup, India 12.283
startup, Inggris 6.124 startup, dan Kanada 3.204 startup. Data jumlah start up
di sini. BPS juga mencatat jumlah usaha yang berjualan secara daring (online)
di Indonesia mencapai 2,36 juta unit pada 2020. Proporsi tersebut telah
mencapai 25,25% dari total bisnis di Indonesia pada tahun lalu. Berdasarkan
wilayahnya, mayoritas atau 75,16% pelaku usaha daring masih berasal dari Pulau
Jawa. Data dan visualisasi usaha daring di sini. Ini menandakan bahwa potensi
dari usaha daring ini masih sangat besar, dilihat dari jumlahnya yang minim di
luar Jawa. Hal lain yang berpotensi mendorong potensi ekonomi digital Indonesia
adalah semakin berkembangnya perusahaan teknologi finansial (fintech). Laporan
UOB, PwC, dan SFA menyebutkan, jumlah fintech tercatat hanya sebanyak 440 unit
pada 2017. Jumlah itu terus tumbuh hingga mencapai 783 unit pada tahun ini.
Banyaknya startup, usaha daring, dan fintech ini juga didukung oleh besarnya
skala perusahaan penyedia pusat data (data center) di dalam negeri.
Data tentang fintech dan
visualisasinya di sini dan di sini Data Center Journal mencatat, Indonesia
memiliki pusat data terbanyak di Asia Tenggara, yaitu 74 unit. Pusat data akan
membantu perusahaan, khususnya yang menggunakan ekosistem internet, untuk memastikan
kelancaran operasional. Selain itu, keberadaan pusat data akan mendorong
perusahaan tersebut untuk mengembangkan produk ataupun layanannya. Dengan
berbagai hal tersebut, tak heran jika Indonesia punya potensi ekonomi digital
yang besar. Data tentang pusat data di sini. Berdasarkan hasil riset dari
Google, Temasek, dan Bain & Company, gross market value (GMV) dari ekonomi
digital Indonesia mencapai US$70 miliar pada 2021, menjadi yang terbesar di
Asia Tenggara. Potensi ekonomi digital tersebut pun masih akan terus tumbuh ke
depannya. Menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Company, tingkat
pertumbuhan majemuk (compound annual growth rate/CAGR) dari ekonomi digital
Indonesia sebesar 20%, sehingga GMV-nya menjadi US$146 miliar pada 2025.
Secara rinci, GMV dari e-commerce di
Indonesia merupakan yang terbesar, yakni
US$53 miliar pada tahun ini. Sektor layanan transportasi & antarmakanan
berada di posisi kedua dengan GMV sebesar US$6,9 miliar. GMV dari sektor media
daring tercatat sebesar US$6,4 miliar. Data GMV ekonomi digital di sini. Pada
Juli 2021, Speedtest.net mencatat kecepatan unduhan untuk mobile dan fixed
broadband di Indonesia masing-masing hanya sebesar 21,35 Mbps dan 25,58 Mbps.
Dengan kecepatan unuhan ini, Indonesia menempati urutan kedua terendah di
kawasan. Selain itu, penetrasi internet di Indonesia masih belum merata di
seluruh wilayah. Di satu sisi, ada provinsi yang punya penetrasi internet
sangat tinggi.
Sumber : https://www.pwc.com/
https://investbro.id/
Comments
Post a Comment