Emoji
sering kali dianggap sekadar pemanis dalam percakapan digital. Namun, studi
terbaru menunjukkan bahwa simbol kecil seperti emoji hati atau wajah tersenyum
justru memainkan peran penting dalam memperkuat hubungan sosial. Penelitian
yang dipublikasikan di jurnal PLOS One mengungkap bahwa penggunaan emoji dalam
pesan teks dapat membuat seseorang terlihat lebih responsif dan peduli di mata
teman atau lawan bicaranya. Temuan ini sekaligus menunjukkan bahwa
responsivitas yang dirasakan tersebut berkontribusi langsung terhadap rasa
kedekatan dan kepuasan dalam hubungan. Dalam studi ini, peneliti melibatkan 260
partisipan dewasa. Mereka diminta membaca 15 percakapan teks yang menyerupai
interaksi sehari-hari antar teman, seperti berbagi kabar gembira, merencanakan
pertemuan, atau mengungkapkan hari yang berat. Separuh dari pesan tersebut
ditampilkan hanya dalam bentuk teks, sementara sisanya disertai dengan emoji,
baik emoji wajah seperti smiley, maupun emoji non-wajah seperti hati dan
jempol. Setelah membaca setiap percakapan, partisipan diminta menilai seberapa
responsif, menyenangkan, dan dekat mereka merasa terhadap pengirim pesan.
Hasilnya menunjukkan bahwa pesan yang disertai emoji secara konsisten mendapat
penilaian lebih tinggi dalam hal responsivitas, dengan skor rata-rata 4,43 dari
5. Sementara pesan tanpa emoji hanya memperoleh skor 3,57.
Tak
hanya itu, penggunaan emoji juga berdampak langsung pada tingkat kepuasan
hubungan. Partisipan yang merasa lawan bicara mereka lebih responsif juga
melaporkan adanya rasa kedekatan dan kepuasan emosional yang lebih tinggi.
Menariknya, baik emoji wajah maupun non-wajah sama-sama memberikan efek positif
yang sebanding. "Responsivitas yang dirasakan menjadi semacam jembatan
emosional. Emoji membantu seseorang terlihat lebih terlibat dan peduli dalam
percakapan, sehingga memperkuat ikatan hubungan," kata peneliti dari
University of Texas dr Eun Huh seperti dikutip dari Study Finds, Sabtu
(5/7/2025). Penelitian ini menjadi penting di tengah dominasi komunikasi
digital dalam kehidupan sehari-hari. Data menunjukkan bahwa 100 persen generasi
muda berusia 18-29 tahun menggunakan smartphone untuk berkirim pesan, dan emoji
digunakan lebih dari 10 miliar kali setiap hari secara global. Dalam konteks
ini, emoji bukan sekadar ornamen, melainkan sinyal emosional yang dapat
memperkaya makna pesan. Namun, para peneliti juga mengingatkan bahwa studi ini
memiliki keterbatasan. Percakapan yang dianalisis bersifat hipotetis, bukan
interaksi nyata. Selain itu, mayoritas responden berasal dari kelompok
demografis yang homogen-yakni warga Amerika kulit putih berusia rata-rata 37
tahun, sehingga hasilnya belum tentu berlaku universal.
Sumber : https://ameera.republika.co.id/
Comments
Post a Comment