Perhatian
Nabi Muhammad SAW terhadap masa depan umatnya sangat besar. Wujud perhatian
beliau terefleksikan dalam banyak hal. Salah satunya dalam redaksi doa yang
beliau ajarkan. Inilah di antara doa-doa yang sering Rasulullah SAW panjatkan,
berkaitan dengan umat Islam sebagai rakyat dan amanah kepemimpinan.
"Ya
Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan
mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku
dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia" (HR Muslim dan Ahmad).
Doa
Rasulullah di atas menyiratkan dua tipikal pejabat atau pemimpin yang akan
selalu mengisi kehidupan ini. Ada yang menyusahkan rakyatnya dan ada pula yang
memudahkan mereka. Pemimpin yang memudahkan rakyatnya akan mendapatkan doa
kemudahan dari beliau. Sebaliknya, pejabat yang menyusahkan rakyatnya akan
mendapatkan doa supaya ia disusahkan. Kemudahan dan kesusahan yang dimaksud
dalam hadis tadi bersifat umum, mencakup dunia-akhirat. As-Shan'ani berkata,
"Kesusahan dalam hadis, mencakup kesusahan duniawi dan ukhrawi." Di
antara bentuk kesusahan yang akan diterima oleh pejabat disebutkan dalam hadis
lain. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang diamanahi mengurusi umatku lalu
menyusahkan mereka, maka baginya Bahlatullahi. Para sahabat bertanya, apakah
itu Bahlatullahi? Rasulullah menjawab, 'Laknat Allah' (HR Abu Awanah dalam
kitab sahihnya).
Orang
yang dilaknat oleh Allah akan tersingkir dari pusaran rahmat dan kasih
sayang-Nya. Padahal, jabatan adalah amanah yang sangat berat. Tak mungkin
tertunaikan kecuali dengan bantuan dan pertolongan Allah. Pejabat itu bakal
dikenang oleh rakyatnya sebagai pemimpin yang gagal. Pejabat seperti itu justru
menjadi sasaran kemarahan rakyatnya. Yang lebih mengerikan lagi, kesulitan itu
akan terus berlanjut di akhirat. "Tidaklah seorang diamanahi memimpin
suatu kaum kemudian ia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka
diharamkan baginya surga" (Bukhari dan Muslim). Sebaliknya, jika seorang
pejabat bisa memberikan kemudahan (yang tidak melanggar syariat), maka ia juga
akan mendapatkan kemudahan berupa pertolongan Allah. Bila pertolongan Allah
sudah mengucur maka segala sesuatu akan terasa mudah. Kehidupan sang pemimpin
juga akan selalu dinaungi dengan ketenangan. Rakyat mencintainya dan Allah
mengasihinya. Di akhirat kelak akan mendapatkan penghargaan yang sangat
istimewa dari Allah. Oleh karena itu, sebenarnya hikmah di balik
disyariatkannya kepemimpinan, yaitu untuk mempermudah urusan umat, bukan untuk
membuat umat bertambah susah dengan permasalahan yang menimpanya.
Sumber : https://khazanah.republika.co.id/

Comments
Post a Comment