Mencari
Diri Sejati
Alkisah,
seseorang berusaha menemui Bayazid Bistami, orang bijak Sufi abad ke 9. Orang
tersebut mengetuk pintu rumahnya dan berkata “Saya mencari Bayazid”, sang Guru
menjawab “Sesungguhnya saya pun sedang mencarinya selama 30 tahun terakhir”.
Kita
pun sebenarnya sedang mengalami apa yang dikatakan Bistami : sebagai manusia
kita sedang dalam proses mencari jati diri kita, seumur hidup kita. Terlepas dari
ego kita mau mengakuinya atau tidak, jiwa kita mengetahui bahwa tujuan penting
daalam hidup ini adalah mengenali dan mewujudkan percikan unik Keilahian pada
inti keberadaan kita. Sayangnya kita terlalu sering mencari identitas melalui
gelar, penghargaan dan kekayaan dan walaupun mampu meraih penghargaan duniawi
itu, kita tidak dapat menemukan apa yang sesungguhnya kita cari. Saat
penghujung hari-hari akhir kita mulai menjelang, kita menyia-nyiakan dalam kegiatan
hingar bingar, tidak pernah berhenti sejenak untuk mendengar pertanyaan pedih
yang diajukan dalam Al Quran, “Kau mau kemana ?”.
Kita
seperti Mullah duduk di keledainya dan bergegas melalui pasar. Teman-temannya
memanggilnya karena ingin mengobrol, tapi dia menjawab, “Jangan sekarang,
apakah kalian tidak lihat bahwa aku sedang sibuk ? Aku sedang mencari keledaiku
!”.
Cerita
Mullah yang sederhana itu menangkap tantangan dalam perjalanan manusia dan kita
selayaknya meluangkan waktu untuk menjajaki sekian banyak dari aspek
pengajarannya. Salah satu pesan yang sangat penting adalah memperlambat laju
hidup kita. Terlepas apakah ketergesa-gesaan kita didorong oleh kebutuhan hidup
atau kerinduan untuk kejayaan, jiwa memerlukan saat-saat yang tenang. Dunia
kita adalah tempat yang penuh kebisingan, gangguan, konflik dan kebingungan.
Pada saat-saat tenang itulah tubuh kita disegarkan kembali, harapan bangkit
kembali dan cinta pun merekah.
Hal
yang sama pentingya adalah dengan menaruh perhatian pada teman-teman yang
memanggil kita di pasar. Siklus kehidupan lebih cepat selesai dari yang kita
bayangkan. Nikmati kegembiraan manis yang ditawarkan keluarga, teman-teman dan
dunia. Al Quran mengatakan bahwa Allah, karena kasih-Nya pada umat manusia, “telah
menundukan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin” (31:20), sehingga latihan
spiritual untuk “menikmati hal-hal indah dalam kehidupan ini” adalah sesuatu
yang valid.
Pesan
penting lainnya adalah dalam dalam perjalanan untuk menemukan jati diri, kita
terlebih dahulu harus menyadari pencarian diri ini dan diri kita sebagai
pencari. Jika terburu-buru tanpa mempedulikan siapapun seperti Mullah yang
menunggangi keledainya, kita akan merasa putus asa dan frustasi. Namun jika
kita memperlambat dan membiarkan diri menjadi pencari spiritual, tidak menuntut
hasil tertentu, kita akan mempelari kebijakan dari pepatah kuno :
“Hal
yang kita bicarakan tidak akan pernah bisa ditemukan dengan mencari tapi hanya
bisa ditemukan oleh para pencari”.
Cepat
atau lambat para pencari sejati akan membangkitkan pesan paling penting : kita
tidak dapat menemukan jati diri kita yang sebenarnya dengan melihat penampilan
luar. Jika kita hanya mendefiniskan diri ini hanya melalui profesi, kesuksesan
atau kegagalan materi atau status pribadi, kita hanya mewujudkan ego dan kita
tidak akan pernah bisa memenuhi kebutuhan ego. Ego seperti keledai dalam kisah
Mullah, membawa kita ke mana-mana tanpa mengetahui apa yang benar-benar kita
cari. Percikan Ilahi, jati diri kita yang lebih tinggi, identitas kita yang
sebenarnya berada dalam diri kita secara misterius, diluar jangkauan ego kita.
Comments
Post a Comment