![]() |
Suasana perkuliahan di FT TIF Unpas |
Dalam
setiap kuliah saya kepada mahasiswa dengan tema mempersiapkan diri memasuki
dunia kerja selalu muncul 2 pertanyaan yang sebenarnya substansinya sama.
Bagaimana cara mengatur waktu dengan disiplin ? Bagaimana menghindari pengaruh
lingkungan yang membuat kita tidak disiplin mengelola waktu ? Coba perhatikan
kehidupan mahasiswa. Untuk apa waktu yang paling banyak dihabiskan? Mahasiswa
yang mengambil 20 SKS mata kuliah masih mempunyai sekitar 20 jam waktu tersisa,
bila asumsinya waktu efektif adalah 40 jam seminggu. Dengan asumsi itu artinya
pagi sebelum jam 8 dan sore hingga malam di atas jam 5 tidak dihitung sebagai
waktu efektif. Juga akhir pekan, belum ditambahkan. Katakanlah waktu efektifnya
adalah 40 jam seminggu seperti orang bekerja. Lalu bagaimana sisa waktu 20 jam
lagi dihabiskan ? Mahasiswa pembaca
tulisan ini bisa menghitung ulang. Dugaan saya sebagian besar waktu itu habis
dipakai untuk nongkrong, ngobrol, chatting, atau main game. Sangat sedikit
mahasiswa yang mengisi waktu di sela kuliahnya dengan membaca, berdiskusi,
berlatih bahasa Inggris, atau menulis.
Ketika
saya ingatkan tentang rentang skill (keterampilan) yang mereka butuhkan untuk
memasuki dunia kerja, termasuk di dalamnya kemampuan bahasa Inggris, hampir
semua mahasiswa terpana. Bahkan mahasiswa yang sudah kuliah separo jalan di
semester 6 atau 7 masih belum yakin soal skill yang sudah mereka miliki. Bahasa
Inggris mereka masih tergagap-gagap. Kemudian mereka panik. Selama ini aku
ngapain aja ? Lalu mereka sadar betapa banyak waktu telah terbuang. Aku selama
ini sudah menyia-nyiakan waktu. Tapi bagaimana cara agar bisa mengatur waktu
dengan disiplin ?
Dalam
usaha memikirkan pengaturan waktu dengan disiplin itu mereka sadar bahwa
pengaruh teman membuat mereka sulit disiplin. Ajakan untuk nongkrong dan
ngobrol begitu sulit dihindari. Bagaimana menghindarinya ? Bagaimana solusinya
? Saya selalu bilang, punyalah mimpi. Punyalah tujuan. Ini sebenarnya pesan
utama pada setiap kuliah saya. Tetapkan tujuan, mau jadi apa, mau kerja apa setelah
lulus kelak. Ingatkan diri sendiri bahwa kuliah harus diakhiri, dan setelah itu
kita harus bekerja. Setelah menetapkan tujuan, susunlah rencana terjangka untuk
mencapainya. Itu dimulai dengan mengumpulkan informasi soal skill yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Misalnya seorang mahasiswa yang ingin
menjadi instrument engineer harus tahu skill dan kualifikasi apa saja yang
diperlukan seorang instrument engineer. Demikian pula bagi yang ingin menjadi
diplomat, wartawan, atau pengusaha. Lalu susunlah rencana untuk mengumpulkan
skill itu dalam format rencana tahunan, per semester, bulanan, mingguan, dan
harian. Kemudian lakukan mekanisme PDCA, plan-do-check-action terhadap rencana
itu.
Mahasiswa
banyak menyia-nyiakan waktu karena memang tidak pernah merencanakan untuk
mengisi waktunya. Agenda mereka selain kuliah selalu kosong. Maka mereka selalu
menganggap waktu di luar kuliah adalah waktu bebas. Makanya mereka
melewatkannya dengan santai. Seseorang dengan tujuan dan rencana punya agenda
untuk dilakukan hari ini, besok, minggu depan, dan seterusnya. Di pagi hari ia
akan menyusun agenda soal apa saja yang harus dikakukan hari ini. Ada target
yang harus dicapai. Setelah kuliah jam 9 saya harus melakukan ini, sampai jam
12. Kemudian ada kuliah sampai jam 3, setelah itu saya akan melakukan itu.
Orang
dengan rencana seperti ini akan fokus mengerjakan hal-hal yang sudah ia
rencanakan, dan tidak akan menyia-nyiakan waktunya. Tapi bagaimana menghindari
godaan dari teman-teman ? Kalau tidak bergabung nanti dianggap tidak solider
dan bisa dikucilkan. Perhatikan bahwa hampir setiap mahasiswa mengeluh seperti
itu. Saya tidak disiplin karena pengaruh teman. Kalau semua mahasiswa yang
tidak disiplin mengaku akibat pengaruh teman, lantas siapa sebenarnya yang mempengaruhi
?
Sebenarnya
mereka itu adalah kumpulan orang-orang yang tidak disiplin dan saling
mempengaruhi. Tapi mereka selalu merasa diri mereka terpengaruh oleh orang
lain. Inilah yang disebut dengan perspektif korban. Maka tinggalkanlah
perspektif korban itu dengan bersikap proaktif, tumbuhkan perspektif
bertanggung jawab. Tanggung jawab itu dalam bahasa Inggris adalah
responsibility. Response-ability. Artinya seseorang yang bertanggung jawab
adalah orang yang bisa memilih respons dia terhadap suatu keadaan di depannya.
Seorang
mahasiswa yang bertanggung jawab selalu bisa memilih, mengikuti ajakan
nongkrong dari teman, atau menjalankan rencana yang sudah dia susun untuk hari
ini. Orang dengan perspektif korban selalu menganggap dirinya dalam posisi
tidak punya pilihan. Padahal ia punya
pilihan. Hanya saja, ia tidak menyukai resiko-resiko atas pilihan tersebut. Ya,
setiap pilihan punya resiko. Memilih untuk tidak nongkrong bisa jadi akan
dikucilkan, atau setidaknya terlewatkan dari obrolan seru. Itu sebuah resiko
yang sangat tidak disukai anak muda.
Padahal,
memilih untuk nongkrong juga punya resiko, yaitu tidak tercapainya target
membangun skill tadi. Yang ini sebenarnya resiko yang jauh lebih besar, karena
menyangkut masa depan. Maka saya selalu anjurkan untuk berhenti bersikap dengan
perspektif korban. Jadilah orang yang bertanggung jawab, yang membebaskan diri
mengatur respons yang akan dipilih dengan kesadaran atas resiko yang diambil
pada setiap pilihan. Be the captain of your own life.
Jadi,
bagaimana caranya agar bisa mengatur waktu dengan disiplin ?
1. Tetapkan
tujuan, sederhananya mau kerja apa setelah lulus nanti.
2. Susun
rencana untuk mengumpulkan skill yang dibutuhkan untuk pekerjaan tadi. Buat
rencananya sampai detil dengan target di setiap jangka waktu.
3. Jalankan
rencana itu, lakukan evaluasi pencapaian target setiap selang waktu tertentu.
Lakukan tindakan koreksi bila target tidak tercapai. Langkah-langkah inilah
yang disebut PDCA tadi.
4. Kembangkan
sikap proaktif dan bertanggung jawab. Aku bebas memilih setiap tindakan, dan
aku siap menghadapi resikonya. Aku adalah kapten dalam kapal kehidupanku!
Sumber
: Hasanudin Abdurakhman, edukasi.kompas.com
Comments
Post a Comment