Sebagai umat yang gemar
mencontoh akhlak Rasulullah SAW, kita bisa mengambil hikmah dari kejadian yang
dipicu oleh tajamnya lisan. Pertama, soal konten makian yang bernada rasial.
Apa yang diucapkan bertentangan dengan ajaran Islam. Agama ini tidak pernah
menempatkan ras satu di atas ras yang lain. Fisik bukan merupakan satu
indikator yang menjadi tolok ukur seseorang mulia atau tidak. Arab, Cina, atau
Eropa tak menjadi jaminan seseorang akan sampai di surga. "Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS al-Hujuraat: 13). Rasulullah pun
memperjelas makna ayat tersebut. "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya
Tuhan kalian adalah satu dan bapak kalian juga satu (yaitu Adam). Ketahuilah,
tidak ada kemuliaan orang Arab atas orang Ajam (non-Arab) dan tidak pula orang
Ajam atas orang Arab. Begitu pula orang berkulit merah (tidaklah lebih mulia)
atas yang berkulit hitam dan tidak pula yang berkulit hitam atas orang yang
berkulit merah, kecuali dengan takwa." (HR Ahmad dan al-Bazzar)
Kisah Abu Dzar
al-Ghifari saat ditegur Rasulullah SAW menjadi bukti penguat betapa Islam
merupakan agama yang antirasialis. Syahdan, Abu Dzar bertengkar dengan sahabat
lainnya, Amar bin Yasir, Amar adalah orang yang berkulit hitam karena ada garis
keturunan dari ibunya yang berkulit hitam. Ketika bertengkar, Abu Dzar yang
terkenal jujur dalam lisan berkata kepada Amar, "Hai, anak perempuan
berkulit hitam!" Rasulullah SAW mendengar hal itu. Ia menegur Abu Dzar,
"Celakalah kamu, Abu Dzar! Tidak ada kelebihan orang berkulit putih di
atas orang berkulit hitam; (tidak ada kelebihan) orang Arab di atas orang
'Ajam." Mendengar ucapan Rasulullah SAW tersebut, Abu Dzar langsung
merebahkan tubuhnya. Ia meletakkan pipinya di atas tanah lalu memerintahkan
Amar untuk menginjak kepalanya sebagai tebusan ucapannya tadi. Rasulullah kerap
mengajarkan kepada umatnya untuk menjaga lisan. Tak hanya kepada para sahabat,
tetapi juga kepada lawan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda,
"Setiap ucapan bani Adam membahayakan dirinya, kecuali kata-kata berupa
amar makruf dan nahi mungkar, serta berzikir kepada Allah Azza wa Jalla.'' (HR
Turmuzi). Akhlak Rasulullah patut menjadi rujukan kita dalam menanggapi isu-isu
belakangan.
Pada satu waktu, Nabi
yang sedang berjalan dengan Anas bin Malik dicegat seorang badui. Badui itu
hendak merampok Rasulullah dengan menggunakan selendang. Sambil menarik leher
Nabi dengan selendang, badui itu meminta sebagian harta Nabi. Rasulullah pun
tak membalas perlakuan itu. Nabi lantas memberi sedikit harta kepada orang
badui tersebut. Meski dengan kelembutan lisan, Rasulullah tegas dalam memegang
teguh akidah. Apa yang diucapkan Rasulullah kepada Abu Thalib menjadi sebuah
ucapan sarat makna yang patut kita renungkan. "Paman, demi Allah, kalaupun
mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan
kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan
kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu; di
tanganku, atau aku binasa karenanya." Wallahu a'lam.
Sumber : www.republika.co.id
Comments
Post a Comment