Sumber : http://hijabalila.web.id |
Umat
Islam di negeri ini merupakan mayoritas, bahkan pertumbuhannya di dunia juga
cukup pesat. Akan tetapi, dari jumlah yang besar tersebut sedikit sekali yang
benar-benar menjalankan ajaran Islam secara menyeluruh. Banyak yang masih salah
mempersepsikan ajaran Islam yang syamil tersebut, sehingga menimbulkan
kerancuan dalam berpikir dan bertindak. “Sering didapati pemilahan ajaran
Islam, antara urusan agama dengan urusan ekonomi, budaya, politik, ataupun sisi
kehidupan yang lain, jauh dari ajaran Islam,” kata Ustaz H. Rahmadon Tosari
Fauzi MEd, PhD, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry itu
mengemukakan hal tersebut saat mengisi
pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi
Luwak, Jeulingke, Rabu (10/1) malam.
Salah
satu diantaranya, kata Ustaz Rahmadon,
akibat pengaruh ghazwul fikri atau invasi intelektual, yaitu bentuk
perang pemikiran dari orang-orang yang benci dan memusuhi Islam. Serangan atau
serbuan pemikiran ini bertujuan mengubah pola pikir dan sikap seorang muslim
untuk pelan-pelan mengikuti pemikiran dari musuh-musuh Islam, di antaranya
Barat, dalam menghancurkan kaum Muslimin. "Perang pemikiran atau ghazwul
fikri ini adalah cara lain dari musuh-musuh Islam, dalam menghancurkan
pelan-pelan tanpa disadari dengan mencuci otak kaum Muslimin. Ini akibat mereka
tidak mampu menghancurkan dan mengalahkan umat Islam secara perang fisik,"
ujar Ustaz Rahmadon dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (12/1). Dijelaskannya,
peperangan demi peperangan terjadi berabad-abad selama kehidupan umat manusia
di era kejayaan Islam. Terakhir adalah Perang Salib yang terjadi selama 200
tahun lebih, yang banyak menelan korban dari umat Islam dan juga kaum kafir.
"Dengan
kekuatan manhaj dan ajaran Islam yang disampaikan Rasulullah SAW, usaha yang
dilakukan oleh orang-orang kafir tidak berhasil secara maksimal dalam
menghancurkan Islam. Karena orang Islam diajarkan tidak takut mati dalam
membela agamanya," ungka wakil ketua Iskada Aceh itu. Akhirnya,
orang-orang kafir mengakhiri perang dengan mempergunakan senjata, lalu
dimulailah perang dengan menggunakan akal dan pikiran. Ghazwul fikri atau
invasi intelektual pertama kali diterapkan oleh Napoleon Bonaparte (Perancis)
saat menaklukkan Mesir sebagai awal sejarah dimulainya perang yang menyerang
pikiran umat Islam ini. "Bentuk invasi ini dia menyerang peradaban,
falsafah, aqidah dan pemahaman dan pengamalan agama yang benar dari umat. Umat
Islam dibuat menjadi kalah dengan tanpa harus mati secara fisik, tapi akal dan
pikirannya yang dilumpuhkan dari kebenaran manhaj dan ajaran Islam yang
mendasar," sebut doktor filsafat lulusan Universitas Sennar, Sudan ini.
Ditambahkannya,
sendi-sendi kehidupan umat Islam di berbagai belahan dunia dimatikan dengan
dilakukan beberapa langkah. Pertama, Pendangkalan pemahaman ajaran agama, yaitu
membuat umat ragu-ragu terhadap agamanya (Tasykik). Kedua, pengaburan fakta
kebenaran yang disampaikan oleh ajaran Islam (Tasywih). Ketiga, menghilangkan
kepribadian dan marwah serta harga diri yang menjadi identitas Islam (Tadzwib).
Terakhir membuat umat menjadi murtad dengan cara mengikuti mereka secara
menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupannya dengan menganut paham yang di luar
ajaran Islam dengan usaha westernisasi (Taghrib). Usaha-usaha tersebut
dilakukan secara massif, dipersiapkan secara matang dan terukur, diterapkan
secara teratur dan sistematis melalui sarana-sarana yang menjadi kebutuhan umat
semisal, pers dan media informasi, pendidikan, hiburan dan olahraga, yayasan
dan LSM.
"Yang
menjadi sasaran ghazwul fikri adalah pola pikir dan akhlak. Apabila seseorang
Muslim sering menerima pola pikir sekuler, maka iapun akan berpikir ala
sekuler. Bila sesorang sering menerima paham pluralisme agama, liberal,
materialis, dan kapitalis atau yang lainnya, maka merekapun akan berpikir dari
sudut pandang paham tersebut. Bahaya ghazwul fikri juga akan menyeret
seseorang ke dalam jurang kesesatan dan kekafiran tanpa terasa. Ibaratnya
seutas rambut yang dimasukkan ke dalam tepung, kemudian ditarik dari tepung
tersebut. Tak akan ada sedikitpun tepung yang menempel pada rambut. Rambut itu
keluar dari adonan dengan halus sekali tanpa terasa. Demikianlah, seseorang
hanya tahu bahwa ternyata dirinya sudah berada dalam kesesatan, tanpa terasa. "Yang
diserang adalah orang yang kuat pemikirannya. Seperti mengirim orang-orang
Islam yang cerdas untuk belajar Islam atau Islamic Studies di negara barat.
Bagaimana kita belajar Islam sama orang kafir. Baru-baru ini ada kawan saya
dosen baru pulang belajar Islam di Amerika, lalu karena dia merasa sudah dicuci
otaknya, dia minta masuk pesantren lagi untuk kembali belajar Islam dengan
benar," ungkapnya.
Lalu
bagaimana sikap yang harus dilakukan umat menghadapi invasi ini ? Ustaz
Rahmadon menyebutkan, umat Islam harus benar-benar dibuat dalam keadaan sadar
dan menyadari invasi ini sedang mengincarnya, dan peduli serta mawas diri bahwa
ada musuh yang paling nyata sedang melakukan penjajahan diam-diam terhadap umat
Islam. "Kembali mengkaji kebenaran ajaran Islam yang telah diatur dalam
manhaj yang murni dan beramal dengannya. Membina kepribadian dan karakter yang
luhur secara estafet terhadap generasi-generasi Islam, ukhuwah islamiyah dan
persatuan umat," katanya. Selanjutnya, berdakwah dan menyampaikan ajaran
Islam semaksimal mungkin terhadap umat di berbagai kesempatan dan tempat. Lalu,
meningkatkan kesabaran ke level paling tinggi, bersiap-siap untuk melawan
dengan segenap kemampuan, yang dilandaskan ketakwaan kepada Allah SWT.
Sumber
: khazanah.republika.co.id
Comments
Post a Comment