Bersyukurlah
kita sebagai umat beragama yang masih mau menerima nasihat
Begitu
pentingnya nasihat, hingga Rasulullah SAW mengatakan, ''Agama itu adalah
nasihat.'' Kami (para sahabat) bertanya, ''Untuk siapa Wahai Rasulullah?'' Beliau
menjawab, ''Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam,
dan bagi seluruh umat Islam.'' (HR Muslim). Memberi dan menerima nasihat,
sejatinya berlaku untuk segenap manusia, siapa pun orangnya, apa pun
jabatannya, tanpa terkecuali. Nasihat yang berdasarkan Allah SWT dan Rasul-Nya,
berlaku untuk para pemimpin umat Islam dan masyarakat pada umumnya. Ini
mengingat manusia tidak luput dari lupa dan salah. Kata nasihat berasal dari
akar kata nasaha yang artinya menjahit atau menambal pakaian yang sobek. Maka,
orang yang mau menerima nasihat, pada hakikatnya adalah dirinya siap untuk
ditambal lubang kekurangannya, dijahit atau ditutup sobekan kesalahan pada
dirinya. Sebaliknya, orang yang tidak mau menerima nasihat menunjukkan bahwa
dirinya merasa telah sempurna, merasa tidak ada lubang-lubang kesalahan sedikit
pun, serta merasa tidak punya celah kekurangan.
Memberi
nasihat kepada orang lain berupa teguran positif dan saran konstruktif berarti
menepati sunah Rasulullah SAW. Nabi SAW sendiri memberikan teladan bagaimana
beliau bersikap terbuka menerima input (saran masukan) dari kalangan
sahabat-sahabatnya yang memberikan pandangan, terutama dalam persoalan yang
bukan wahyu. Sebagai contoh, betapa keterbukaan baginda Nabi SAW ketika
bersedia menerima pandangan seorang sahabat biasa yang memberikan saran agar
Nabi SAW mengubah lokasi pasukan ke tempat yang lebih strategis di dekat mata
air. Saran ini diterima oleh Nabi SAW demi kemaslahatan perjuangan. Berkenaan
dengan itu, Imam Malik menegaskan bahwa salah satu persyaratan untuk menjadi
pemimpin umat adalah adanya kesediaan dan keterbukaan menerima teguran umat
dengan ikhlas karena Allah SWT. Memang, menerima nasihat, saran, dan teguran
tidaklah mudah, karena di samping rasa malu, kekurangannya terlihat orang
banyak, juga perasaan gengsi atau menjaga wibawa. Padahal, dengan tidak mau
disempurnakan itulah, bisa jadi sobekan kekurangannya akan bertambah lebar. Bersyukurlah
kita sebagai umat beragama yang masih mau menerima nasihat kebaikan dari orang
lain. Hal itu adalah bagian dari penyempurnaan keagamaan kita sebagai makhluk
Allah SWT. Dengan saling menasihati di antara sesama, maka kita akan banyak
memperoleh mutiara-mutiara hikmah yang sangat bermanfaat dalam kehidupan
pribadi, keluarga, bermasyarakat, dan berbangsa.
Sumber
: https://khazanah.republika.co.id
Comments
Post a Comment