Ziarah
kubur hukumnya sunah. Terutama menziarahi makam kedua orangtua. Pahala ziarah
kubur tidak hanya berupa kebaikan di akhirat tapi juga di dunia. Secara
psikologis, ziarah kubur bahkan berpengaruh positif bagi kehidupan individual
dan komunal. Namun dalam sejarah perkembagan hukum Islam, ziarah kubur sempat
dilarang oleh Nabi SAW. Nabi SAW bersabda, “Dulu aku pernah melarang kalian
untuk berziarah kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah
kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan
mengingatkan kalian akan akhirat. Namun kalian jangan mengatakan perkataan yang
tidak layak saat berziarah.” (HR. Hakim). Berdasar hadits ini, perbaikan
karakter dari ziarah kubur adalah mengubah diri dari pemberang menjadi
penyayang, dari keras hati menjadi mudah menangis, dari tabiat cinta dunia
menjadi ingat akhirat. Ziarah kubur juga dapat dijadikan ajang silaturahim
orang yang masih hidup kepada orang yang telah meninggal, terutama kedua orangtua.
Nabi SAW bersabda, “Aku meminta izin kepada Tuhan-ku untuk memintakan ampunan
bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. Maka aku pun meminta izin
untuk menziarahi kuburnya, aku pun diizinkan. Berziarah-kuburlah, karena ia
dapat mengingatkan kamu akan kematian.” (HR. Muslim).
Dalam
literatur Islam, mengingat kematian menghantarkan manusia pada budi pekerti
yang tinggi. Seperti zuhud atau sikap tidak lagi tertarik terhadap dunia dan
hanya mengambil sebagian kecil saja untuk beribadah. Soal ini, Ibnu Hajar
al-Asqalani dalam al-Munabbihat bercerita tentang Ibrahim bin Adham yang
ditanya soal dirinya hingga mencapai tingkat zuhud. Inilah jawaban Ibrahim bin
Adham, pertama, “Kubur itu menakutkan, sedangkan aku tidak punya sesuatu yang
dapat menyelamatkan.” Kedua, “Aku
melihat perjalanan menuju akhirat sangat jauh, sementara aku tidak punya
bekal.” Ketiga, “Aku meyakini Allah SWT
Maha Perkasa sebagai hakim, sedangkan aku tidak punya argumen apa-apa.” Oleh
karena itu tepatlah perkataan Abu Bakar Shidik, sebagaimana juga dikutip oleh
Ibnu Hajar al-Asqalani, “Barangsiapa yang masuk kubur tanpa bekal, seakan-akan
dia mengarungi lautan tanpa kappa (orang, tujuan atau benda).” Nabi SAW bersabda, “Keadaan mayat di dalam
kubur tak ubahnya seperti orang yang tenggelam meminta tolong.” (HR. Dailami). Informasi
Nabi SAW ini cukup buat kita untuk segera berziarah kubur. Nabi SAW bercerita,
“Apabila seseorang meninggal diperlihatkan kepadanya tempat kembalinya pada
pagi dan petang. Jika dia penduduk surga, maka masuklah dia ke surga, dan jika
dia penduduk neraka, maka akan masuklah dia ke neraka.” (HR. Bukhari).
Artinya
orang-orang yang saat ini berada di alam kubur, sebelum kiamat datang, mereka
sudah tahu akan masuk surga atau masuk neraka. Sebab pada pagi dan petang hari
Allah SWT memperlihatkan tempat kembali untuk mereka, surga atau neraka. Doa
kita saat berziarah kubur tentu memberikan pengaruh positif bagi keadaan mereka
yang ada di alam kubur. Kesimpulannya, kebaikan ziarah kubur dirasakan oleh
orang yang berziarah dan yang diziarahi. Bagi orang yang diziarahi telah
terputus amalnya kecuali tiga perkara, “Sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan,
atau doa anak yang saleh.” (HR. Muslim). Anak saleh dalam konteks ini bukan
saja anak biologis tapi juga anak ideologis. Sedangkan pahala bagi yang
berziarah kubur adalah, “Barangsiapa yang ziarah ke kuburan kedua orangtuanya
atau salah satunya pada hari Jumat, pahalanya seperti haji.” (HR. Abu Nuaim).
Begitu juga, “Barangsiapa yang ziarah ke kubur kedua orangtuanya atau salah
satunya pada hari Jumat, dia diampuni dan dicatat sebagai anak berbakti.” (HR.
Thabrani).
Oleh
: Dr KH Syamsul Yakin MA
Sumber
: https://republika.co.id/
Comments
Post a Comment