Dalam Kitab Asbabun Nuzul karya ulama
Mesir, Fathi Fauzi Abd Al-Mu’thi, diceritakan. Suatu hari Hasan dan Husain
jatuh sakit dan setelah sekian lama keduanya belum sembuh, Rasulullah datang
menjenguk dan mendoakannya. Menghadapi suasana seperti itu, Rasulullah
menyarankan kepada Ali r.a. dan Fatimah Az-Zahra untuk bernazar. Yaitu, jika
keduanya sembuh mereka akan berpuasa selama 3 hari berturut-turut. Allah
mendengar do’a Rasulullah dan kedua orang tua mereka. Beberapa hari kemudian,
atas ijin-Nya kedua puteranya sembuh. Sayyidina Ali dan Fatimah pun mulai
menjalankan puasanya. Saat itu di rumah Ali memiliki 3 sha’ (kantong kecil)
gandum. Hari pertama, Fidhdhah, budak Fatimah, menggunakan 1 sha gandum untuk
dibuat roti. Saat menunggu adzan Maghrib datanglah seseorang yang mengaku
kelaparan mengetuk pintu rumah. Ali segera memberikan roti yang dibuat Fidhdhah
kepada orang itu. Pada malam itu, kedua suami istri itu hanya berbuka puasa
dengan meneguk air saja. Esok harinya Fidhdhah menggunakan 1 sha gandum lagi
untuk membuat roti. Kembali kejadian berulang, saat keduanya sedang menunggu
adzan Maghrib, datanglah seorang anak yang mengaku yatim dan belum makan sehari
semalam. Ali dan Fathimah spontan memberikan roti yang dibuat Fidhdhah
kepadanya. Keduanya berbuka puasa kembali dengan banyak minum. Pada hari
ketiga, Fidhdhah menggunakan sisa gandum untuk membuat roti kembali. Begitulah
Allah berkehendak, menjelang Maghrib datanglah seseorang yang mengaku tawanan
perang dan belum makan. Ali dan Fathimah segera memberikan roti yang baru
selesai dibuat kepadanya. Rasa lapar mendera mereka, selama tiga hari mereka
hanya berbuka dengan air putih. Mereka menyadari semua ini adalah ujian dari
Allah.
Fidhdhah yang melihat keadaan itu
kemudian melapor kepada Rasulullah. Pada saat
menjenguk, beliau trenyuh melihat tubuh mereka yang lemas lunglai tidak
berdaya. Lalu beliau memerintahkan orang-orang sekitarnya untuk mengambil
beberapa potong makanan di rumahnya. Saat Rasulullah beristirahat di kamar,
tiba-tiba Jibril datang membawa wahyu, “Mereka menunaikan nazar dan takut akan
suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang
disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya
kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami
tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari
itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka Tuhan memelihara mereka
dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan
kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka
(dengan) surga dan (pakaian) sutera, (QS 76 – Al Insaan : 7-12) Kita tentu terkesan
dengan pribadi Ali yang pemurah. Hal ini sekaligus bukti betapa dalam diri
manusia itu ada jiwa rabbani. Ia akan merasa bahagia ketika berhasil meniru dan
mewujudkan sifat Tuhan Yang Rahman-Rahim kepada sesamanya. Dan kita juga
meyakini bahwa Allah sangat mencintai manusia yang menyebarkan dan memberikan
kasih sayang-Nya melalui tangannya. Karenanya, Allah merekam suara hati
keluarga Ali dalam Al-Quran.
Sikap memberi tidak hanya dimiliki
oleh orang kaya. Memberi berakar dan bermula dari hati dan merupakan sikap
mental. Sang pemberi selalu merasa bahagia dan bermakna hidupnya manakala mampu
membahagiakan orang lain dengan apa yang ia miliki. Perhatian, senyuman,
apresiasi, pengahargaan, tepuk tangan dan pujian juga pemberian kepada sesama.
Bermula dari sikap hati memberi yang melimpah inilah seseorang akan ringan
tangan menolong sesama atau membantu dengan hartanya ketika melihat saudaranya
yang membutuhkan. Hingga di sini, menarik apa yang disampaikan Abdullah bin
Mas’ud ra., sebagaimana dikutip Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin V,
“Kemiskinan dan kekayaan adalah dua kendaraan. Aku tidak peduli mana di antara
keduanya yang aku naiki. Jika kemiskinan, maka sesungguhnya di dalamnya ada
kesabaran. Dan jika kekayaan, maka di dalamnya ada kemurahan.” Wallahu a’lamu.
Oleh : Bahrus Surur-Iyunk, Wakil
Ketua DPD Muhammadiyah Sumenep
Sumber : https://republika.co.id/
Comments
Post a Comment